Larangan Memberi Wasiat Pada Saat Sekarat

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (dijalan Allah) sebagian dari rizki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zhalim,” (Al-Baqarah: 254).

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bershadaqah dan aku termasuk orang-orang yang shalih. ‘Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Mahamengenal apa yang kamu kerjakan,” (Al-Munafiqun: 10-11).

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw, ‘Wahai Rasulullah, shadaqah apakah yang paling afdhal?’ Nabi menjawab, ‘Shadaqah yang engkau keluarkan pada saat engkau sehat dan kuat, engkau berharap kaya dan takut miskin, janganlah kamu tunda hingga nyawa sudah sampai di kerongkongan baru engkau katakan, ‘Untuk si Fulan ini, untuk si Fulan ini, padahal harta itu menjadi hak si Fulan!” (HR Bukhari [1419] dan Muslim [1032]).

Dari Busr bin Jahhasy al-Qurasyi r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. membaca ayat ini, ‘Mengapakah orang-orang kaftr itu bersegera datang ke arahmuy dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok. Adakah setiap orang dari orang-orang kafir itu ingin masuk ke dalam jannah yang penub kenikmatan. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani),” (Al-Ma’aarij: 36-39).

Kemudian Rasulullah saw. meludah pada telapak tangannya lalu berkata, ‘Allah SWT berfirman, ‘Hai anak Adam, bagaimana mungkin kamu bisa melemahkan Aku sedangkan Aku-lah yang menciptakan kamu dari tanah seperti ini. Hingga apabila Aku menyempurnakan ciptaanmu kemudian kamu berjalan dengan mengenakan dua pakaian bergaris sedangkan bumi terus mengeluhkan perbuatanmu. Kamu terus mengumpulkan harta akan tetapi kamu menahannya. Hingga apabila nyawa sudah sampai kerongkongan barulah kamu berkata, ‘Aku bershadaqah!’ padahal bukan waktunya bershadaqah’,” (Hasan, HR Ibnu Majah [2707], Ahmad [IV/210], Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat al-Kubraa [VII/427], al-Hakim [II/323 dan 502]).

Kandungan Bab:

  1. Larangan menunda-nunda wasiat hingga kondisi sekarat sementara nyawa sudah sampai di kerongkongan. Karena biasanya hal itu akan menimbulkan kerugian dalam wasiat disebabkan keterkaitan hak ahli waris dengan hartanya. Oleh karena itu sebagian Salaf berkomentar tentang orang-orang kaya, “Mereka dua kali durhaka kepada Allah dalam harta mereka. Pertama, mereka bakhil saat harta itu berada di tangan mereka, yakni ketika mereka masih hidup. Kedua, mereka menghamburkannya ketika harta itu terlepas dari tangan mereka, yakni setelah mati.” 
  2. Jika orang vang memberi wasiat merugikan pihak ahli waris, maka mereka boleh menolaknya, yaitu apabila wasiat tersebut lebih dari sepertiga. 
  3. Orang yang berwasiat menshadaqahkan harta atau membebaskan budak ketika kematian sama seperti orang yang memberi hadiah setelah kenyang, ia tidak merasakan hikmah shadaqah. Berkenaan dengan masalah ini telah diriwayatkan sebuah hadits dari Abud Darda’, namun hadits tersebut tidak shahih, akan tetapi maknanya benar, wallaahu a’lam. 
  4. Mengeluarkan shadaqah dan menunaikan hutang ketika masih hidup dan sehat lebih utama daripada saat sakit dan setelah mati.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/450-452.