Larangan Wasiat Bagi Ahli Waris

Dari Abu Umamah al-Bahili r.a, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. berkhutbah pada haji Wada’, “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris,” (Shahih, HR Abu Dawud [2870] dan [3565], at-Tirmidzi [2120], Ibnu Majah [2713], Ahmad [V/267], ath-Thayalisi [1127], al-Baihaqi [VI/264]).

Kandungan Bab: 

  1. Hadits bab di atas memansukhkan (menghapus hukum) ayat wasiat, yaitu firman Allah SWT, “Diwajibkan atas karnu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) mauty jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa,” (Al-Baqarah: 180).

    ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a. berkata, “Dahulu harta menjadi hak anak dan wasiat bagi kedua orang tua. Lalu Allah menghapus apa saja yang Dia kehendaki. Allah menetapkan bagian laki-laki dua kali lipat bagian wanita dan menetapkan kedua orang tua (ayah dan ibu) masing-masing mendapat seperenam. Allah menetapkan bagi isteri seperdelapan atau seperempat dan bagi suami setengah atau seperempat,” (HR Bukhari [2747]).

    Ini merupakan penegasan dari Habrul Ummat bahwa ayat wasiat telah dimansukhkan (dihapus) hukumnya dengan hadits marfu’ di atas sebagaimana ditetapkan dalam ilmu hadits dan ilmu Ushul Fiqh. Demikianlah ditegaskan juga oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (V/372) karena tidak mungkin hal tersebut ditetapkan kecuali berdasarkan nash, wallaahu a’lam

  2. Tidak boleh menggabungkan antara wasiat dan warisan, karena Allah telah memberikan masing-masing orang apa yang menjadi haknya. 
  3. Ahli ilmu berbeda pendapat tentang wasiat bagi ahli waris apabila diizinkan oleh para ahli waris lainnya.

    Sebagian ulama berpendapat hal itu bathil (tidak sah) dan kebanyakan ulama lainnya berpendapat boleh (sah). Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang tidak shahih, di antaranya adalah hadits ‘Abdullah bin Abbas yang marfu’ berbunyi, “Tidak boleh diberikan wasiat kepada ahli waris kecuali para ahli waris lainnya menyetujui,” (Dhaif, HR al-Baihaqi [VI/264]).

    Maka tetaplah hadits tersebut sebagaimana makna zhahirnya, yaitu tidak ada wasiat bagi ahli waris. Barangsiapa mensyaratkan persetujuan ahli waris, maka syarat tersebut bathil (tidak sah). Karena syarat tersebut tidak ada dalam Kitabullah sebagaimana yang telah kami jelaskan dalam kitab ash-Shulh (Perdamaian) bab Larangan Mengajukan Syarat-syarat yang Tidak Ada dalam Kitabullah, wallaahu a’lam.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/448-449.