Larangan Duduk Bersimpuh Dan Merawat Kuburan Sebagai Penghormatan

Di antara perbuatan yang diharamkan adalah duduk bersimpuh di kuburan, merawatnya dan menjaganya untuk menghormatinya, memasang tirai seperti tirai Ka‘bah. Telah kami jelaskan bahwa umat Islam telah sepakat bahwa membangun masjid di atas kuburan diharamkan atas dasar dalil dari Sunnah Nabi apalagi berdiam dan bersimpuh di dalam masjid tersebut dan menganggapnya laksana Masjidil Haram.

Bahkan ada sebagian orang yang lebih senang duduk bersimpuh di masjid yang dibangun di atas kuburan daripada duduk bersimpuh di Masjidil Haram. Demikian ini karena mereka telah mengangkat tuhan-tuhan setara dengan Allah dan mereka mencintai tuhan-tuhan itu sebagaimana cintanya kepada Allah, padahal orang-orang mukmin lebih besar cintanya kepada Allah.

Bahkan mengagungkan masjid yang dibangun di atas kuburan,yang mana hal ini telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya– menurut pengikut paham ini, kuburan lebih agung daripada rumah-rumah Allah (masjid). Padahal Allah telah menetapkan bahwa masjid sebagai tempat untuk menyebut nama-Nya dan masjid hendaknya dibangun atas dasar takwa kepada Allah serta untuk mencari keridhaan-Nya.

Syetan telah menjerumuskan sebagian besar manusia kepada syirik besar dengan melakukan bid‘ah-bid‘ah semacam ini, sehingga di antara mereka ada yang beranggapan bahwa menziarahi kuburan para syuhada’, baik kuburan seorang nabi, seorang syekh atau salah satu keturunan nabi, lebih baik dari melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Ziarah ke kuburan semacam itu mereka sebut haji akbar. Pada waktu ibadah haji, setelah sampai ke Madinah sebagian dari mereka ada yang langsung pulang ke negerinya tanpa kembali ke masjidil haram, karena menganggap hajinya telah selesai.

Mereka melakukan hal ini karena beranggapan ibadah haji mereka telah cukup dengan melakukan ziarah ke kuburan Nabi berdo‘a di tempat tersebut dan bertawashul dengan kuburan beliau serta memohon kepada orang yang sudah wafat.

Sebagian mereka ketika berdo‘a berupaya menggambarkan wajah syekh yang dimintai pertolongan. Hal ini adalah bujukan syetan sebagaimana syetan telah melakukannya kepada penyembah berhala. Lebih hebat dari semua itu adalah memanjatkan do‘a kepada orang yang telah mati di kuburannya, bernadzar kepadanya atau kepada para perawat kubur yang selalu duduk bersila di atas kuburannya, atau kepada orang-orang yang tinggal di dekat kuburannya, baik kerabat dekatnya atau bukan.

Mereka beranggapan bahwa dengan bernadzar kepada orang yang telah mati itu, hajatnya akan terkabul atau kesulitan-kesulitannya terselesaikan. Telah kami jelaskan berdasar sabda Nabi bahwa bernadzar untuk berbuat baik tidak akan menghasikan kebaikan, apalagi bernadzar untuk berbuat dosa. Allah tidak akan menjadikan cara semacam itu menjadi sarana mengabulkan hajat yang dimaksud, misalnya bernadzar berdo‘a kepada orang yang telah mati.

Ketahuilah bahwa mereka yang telah dikubur, baik para nabi maupun orang-orang shalih, membenci segala macam perbuatan yang dilakukan di sisi kuburan mereka. Misalnya, ‘Isa Al Masih membenci apa yang dilakukan kaum Nasrani terhadap beliau. Para nabi Bani Israil juga membenci apa yang dilakukan para pengikutnya kepada mereka.

Seorang muslim tidak boleh beranggapan bahwa larangan menjadikan kuburan-kuburan sebagai tempat perayaan dan meletakkan patung-patung di atasnya sebagai tanda menghormati kebesaran atau memuliakan penghuni kuburannya. Demikian itu, karena hati manusia apabila telah dirasuki perbuatan-perbuatan bid‘ah, maka ia akan meninggalkan sunnah-sunnah Nabi Anda lihat bahwa sebagian besar orang yang duduk bersimpuh di atas kuburan adalah orang-orang yang menentang cara-cara hidup orang yang menghuni kuburan tersebut.

Mereka asyik dengan kuburan tersebut dan memohon kepadanya, padahal tidak ada perintah agama untuk melakukannya. Di antara perbuatan menghormati para nabi dan orangorang shalih adalah mengikuti seruannya dan melakukan amal shalih, sehingga para nabi dan orang-orang shalih memperoleh lebih banyak pahala karena perbuatan para pengikutnya, sebagaimana Nabi bersabda:

“Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka ia mendapatkan pahalanya dan ditambah sebanyak pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka.” (HR. Muslim)

Orang-orang yang biasa melakukan bid‘ah dalam beribadah sebenarnya tidak perlu melakukannya, sekiranya mau melaksanakan ibadah yang disyari‘atkan. Contohnya, mereka tidak perlu memilih tempat dan waktu tertentu untuk berdo‘a, sekiranya mereka mau mencukupkan diri berdo‘a pada waktu-waktu yang disyari‘atkan, seperti saat makan sahur, setelah shalat, ketika sujud dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, orang yang berakal sehat hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh mengikuti sunnah Nabi dalam semua urusan dan menjauhi semua perbuatan bid‘ah serta beranggapan bahwa semua perbuatan bid‘ah itu tidak lebih baik daripada perbuatan sunnah. Karena barang siapa yang memilih berbuat baik, dia akan diberi kebaikan dan barang siapa menjauhi yang buruk (bid‘ah), ia akan dijauhkan dari keburukan itu.

 

Sumber: Mukhtarat Min Kitab Iqtidha’ Ash Shiratul Mustaqim oleh Muhammad bin Ali Ad-Dabi’i