Yang Dibutuhkan Seorang Hamba Ketika Melakukan Ibadah

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam ‘Uddatush Shabirin”

“Seorang hamba di sini membutuhkan kesabaran dalam 3 keadaan :

▪ Pertama :

Sebelum memulainya, yaitu dengan memperbaiki niat dan keikhlasan, menjauhi sebab-sebab yang menyeret kepada riya’ dan sum’ah, mengikat erat tekat kuat untuk memenuhi hak-hak perkara yang diperintahkan.

▪ Kedua :

Bersabar ketika beramal, yaitu dengan seorang hamba terus bersabar dari hal-hal yang menyebabkan kekurangan dan sikap menyia-nyiakan atau menelantarkan atau kurang memperhatikan amal dengan baik, terus bersabar untuk selalu menyertai amal dengan niat, menghadirkan hati di hadapan yang disembah (Allah Azza wa Jalla), dan tidak melupakan-Nya ketika menjalankan perintah-Nya. Jadi perkaranya tidak hanya sebatas melakukan sesuatu yang diperintahkan, bahkan perkara terpenting adalah tidak melupakan pemberi perintah (Allah Azza wa Jalla) ketika menjalankan perintah-Nya, bahkan mengingat-Nya selalu menyertai ketika mengerjakan perintah-Nya.

Jadi seperti inilah ibadah hamba-hamba yang ikhlash kepada Allah, sehingga membutuhkan kesabaran untuk memenuhi hak ibadah dengan cara menegakkan penunaiannya, rukun-rukunnya, serta hal-hal yang wajib dan yang nafilah padanya. Juga bersabar untuk selalu mengingat yang disembah ketika mengerjakannya, dan ibadah kepada-Nya tidak menyibukkan atau melalaikan hati dari mengingat-Nya.

Jadi hadirnya hatinya bersama Allah tidak menelantarkan penghambaan kepada-Nya dengan anggota badannya, dan perbuatan anggota badan dalam menunaikan penghambaan kepada-Nya tidak mengosongkan hatinya dari merasa hadir di hadapan-Nya.

▪Ketiga :

Bersabar setelah selesai mengerjakan amal.

Hal ini dengan melakukan tiga hal :

  1. Menyabarkan dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa menggugurkan amalnya.

Allah Ta’ala berfirman :

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menggugurkan pahala shadaqah kalian dengan cara mengungkit-ungkitnya dan menyakiti hati pihak yang menerimanya.” (QS. Al-Baqarah: 264)

Jadi perkaranya tidak sebatas menjalankan ketaatan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah menjaganya dari hal-hal yang bisa menggugurkan pahalanya.

  1. Bersabar untuk tidak melihatnya (senang dan merasa telah melakukannya dengan baik -pent), merasa ujub dengannya, takabbur, serta merasa besar dan mulia karena telah melakukannya. Karena ini semua lebih membahayakan dirinya dibandingkan banyak melakukan berbagai kemaksiatan yang nampak.
  2. Bersabar untuk tidak memindahkannya dari catatan yang sifatnya rahasia ke catatan yang sifatnya nampak terang-terangan. Karena seorang hamba ketika melakukan amal secara rahasia antara dirinya dengan Allah, amal tersebut dicatat pada catatan amal yang siftanya rahasia. Maka jika dia menceritakannya, dipindahlah ke catatan amal yang sifatnya terang-terangan. Jadi jangan disangka bahwa lembaran kesabaran akan terlipat dengan selesainya amal.”

 

 

Sumber: Dzammur Riya’ wa Ahlih, karya Asy-Syaikh Yasin bin Ali Al-Adny rahimahullah