Larangan Menarik Kembali Hadiah yang Telah Diberikan

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang menarik kembali pemberiannya seperti anjing yang muntah kemudian menjilatnya kembali’,” (HR Bukhari [2589]) dan Muslim [1622]).

Dalam riwayat lain disebutkan, “Tidak pantas bagi kami mempunyai sifat yang buruk. Orang yang menarik kembali pemberiannya seperti anjing yang kembali muntahnya.” 

Dalam riwayat lain, “Orang yang menarik kembali hadiahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahnya.”

Dalam riwayat berikut, “Perumpamaan orang yang menarik kembali shadaqahnya seperti anjing yang muntah kemudian menjilat kembali muntahnya dan memakannya.”

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, yakni ‘Abdullah bin ‘Amr r.a. dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Perumpamaan orang yang meminta kembali apa yang telah ia berikan apabila seperti anjing yang muntah kemudian memakannya kembali. Apabila seorang pemberi meminta kembali pemberiannya, maka hendaklah diperiksa dan diteliti apa yang ia minta kembali itu lalu diberikan kepadanya,” (Hasan, HR Abu Dawud [3540] dan Ahmad [II/175]).

Kandungan Bab:

  1. Tidak halal bagi seseorang meminta kembali pemberian atau shadaqahnya. Hadits ini secara jelas mengharamkannya. Kerasnya pengharaman dapat dilihat dari beberapa sisi: Pertama: Penyerupaan orang yang meminta kembali pemberiannya dengan anjing. Kedua: Penyerupaan hadiah yang diminta kembali dengan muntah. Ketiga: Orang yang meminta kembali pemberiannya adalah contoh buruk.

    Penyerupaan seperti ini lebih menunjukkan kerasnya larangan dan jelasnya pengharaman daripada penggunaan lafazh pengharaman yang jelas.

    Jika ada yang mengatakan, “Maksudnya adalah menjauhkan diri dari perbuatan ya menyerupai anjing dan kebiasaan anjing. Sebab anjing adalah binatang yang tidak dikenai kewajiban, menjilat muntah tidaklah haram baginya.”

    Maka jawabnya, “Dalam pandangan syari’at penyebutakn perumpamaan sepertiini maksudnya adalah penegasan larangan, seperti dalam firman Allah SWT, “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim,” (Al-A’raaf: 175-177). 

  2. Hibah (hadiah) yang diharamkan diminta kembali adalah hadiah yang diberikan kepada orang lain yang bukan anak kita.

    Dalilnya adalah hadits-hadits berikut ini:

    1. Hadits ‘Amr bin Syu’aib dari Thawus dari ‘Abdullah bin ‘Umar dan ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, keduanya berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak halal bagi seorang laki-laki memberi hadiah atau hibah kemudian memintanya kembali, kecuali hadiah yang diberikan oelh seorang ayah kepada anaknya. Perumpamaan orang yang memberikan hadiah atau hibah kemudian memintanya kembali adalah seperti anjing yang makan sampai kenyang kemudian muntah kemudian menjilat muntahnya kembali’,” (Hasan, HR Abu Dawud [3539], at-Tirmidzi [1299], an-Nasa’i [VI/264-265], Ibnu Majah [2377], Ahmad [II/27 dan 78], Ibnu Hibban [5123], al-Hakim [II/46], al-Baihaqi [VI/179 dan 180]). 
    2. Hadits Nu’man bin Basyir r.a, ia berkata, “Ayahku memberiku hadiah lalu Umrah binti Rawahah berkata, ‘Aku tidak ridha sehingga Rasulullah saw. bersaksi. Lalu ia menyuruhku untuk mengambil persaksian darimu wahai Rasulullah.’ Rasulullah berkata, ‘Apakah engkau memberi seluruh anakmu hadiah seperti ini?’ Ia menjawab, ‘Tidak!’ Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap seluruh anak-anakmu.’ Kemudian ia mengembalikan hadiah yang telah diberikan.”

    Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VIII/295), “Hibah atau hadiah tidak akan menjadi hak milik kecuali setelah serah terima. Apabila telah diserahkan, maka tidak halal diminta kembali keculai hadiah yang diberikan orang tua kepada anaknya karena telah dikhususkan dalam Sunnah Nabi.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/405-408.