‘Aisyah r.a. berkata, “Termasuk sunnah bagi yang beri’tikaf agar berpuasa,” (Shahih, HR al-Baihaqi (IV/320).
Dalam riwayat lain disebutkan, “Tidak ada i’tikaf kecuali dengan berpuasa,” (Shahih, HR Abu Dawud [2473]).
Kandungan Bab:
- Ibnu Qayyim al-Jauziyah bekata dalam kitab Zaadul Ma’aad (II/87-88), “Tidak pernah dinukil dari Nabi saw. bahwa beliau tidak berpuasa saat beri’tikaf. Bahkan ‘Aisyah r.a. telah berkata, ‘Tidak ada i’tikaf kecuali dengan berpuasa’,”
Dan tidaklah Allah menyebut ibadah i’tikaf ini kecuali bersama ibadah puasa. Dan Rasulullah saw. tidak beri’tikaf kecuali menyertainya dengan berpuasa.
Pendapat yang paling kuat yang dipegang oleh Jumhur ulama Salaf adalah puasa merupakan syarat dalam I’tikaf. Pendapat itulah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyyah.
Pendapat itu pulalah yang dipilih oleh Ibnu ‘Amr, Ibnu ‘Abbas, ‘Urwah bin az-Zubair, az-Zuhri dan lain-lain, (lihat Mushannaf ‘Abdurrazzaq [IV/343 sampai 355]).
- Bagi yang datang ke masjid untuk shalat atau untuk perkara lainnya tidak disyari’atkan memasang niat i’tikaf dengan mengatakan, ‘Aku berniat i’tikaf selama aku berada dalam masjid’ karena dua sebab: Pertama: Tidak ada i’tikaf kecuali di tiga masjid. Kedua, Tidak ada i’tikaf kecuali dengan berpuasa.
Bid’ah ini tersebar luas di kalangan Jama’ah Tabligh. Tidak ada Salaf yang mendukung mereka dan tidak ada sandaran ilmiah mereka dalam masalah ini.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/202-203.