Menjadi Pribadi Muslim yang Kuat

Praktek yang menyeluruh dan benar dalam menerapkan Ubudiyyah kepada Allah dapat membangkitkan personal-personal islam dari segala bentuk kelemahan, baik kelemahan jasmani ataupun kelemahan rohani. Seorang mukmin harus kuat, kuat jiwa, badan ekonomi, konsep, langkah, yang semuanya bersumber dari Allah. Sehingga seorang mukmin akan dengan bangga berkata, “laa hawla wa laa quwwata illa Billah”.

Seorang mukmin seharusnya tidak merasa takut menghadapi kekuatan-kekuatan setan dan sekutu-sekutunya dari golongan jin dan manusia. Semuanya bisa dilawan, bisa dihadang, bisa dihadapi selama kita menggantungkan kekuatan kita kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa.

Allah ta’alaa berfirman,

وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Dan janganlah kalian merasa lemah, juga janganlah merasa sedih. Karena kalian orang yang tinggi (derajatnya), jika kalian beriman.” (Ali Imran: 139)

Janganlah kita merasa sedih, sedih terhadap masa lalu, dan khawatir dengan masa depan. Inilah yang akan menjadikan kekuatan kita, dengan pertolongan Allah, melalui ketaatan kepada Allah. Sehingga lahir kekuatan-kekuatan yang diluar perkiraan manusia.

Dalam sebuah konsep dalam muktamar sirah nabawiyyah di Qatar, mengungkap tentang kekuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihih wa sallam. Muktamar ini diselenggarakan sekitar tahun 1970-an, karena delegasi dari Indonesia diwakili oleh Buya Hamka. Mereka meneliti kenapa Nabi Muhammad memiliki kekuatan fisik dan kekuatan mental yang luar biasa.
Allah menyebutkan dalam surat al-Ahzab,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Kita meneladani Rasulullah untuk tiga hal, sehingga seluruh rangkaian peringatan kita, komitmen kita untuk meneladi Rasulullah, harus dalam tiga tataran ini. Jika tidak, maka kita hanya berbual saja, pernyataan kosong.
Ketiga hal itu adalah, bagi siapa yang menghendaki Allah (mengharap ridho-Nya), berhadap bertemu dengan Allah, hidup mengikuti syari’at Allah. Maka untuk tiga hal inilah, tujuan kita mengikuti Rasulullah. Allah mengingatkan kepada kita,

وَلا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Janganlah kamu berhati lemah dalam menghadapi mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

Sehingga selama kita mengharap Allah, karunia, kebahagiaan dunia akhirat, maka kita tidak perlu merasa sedih, lemah, kecil. Tapi akan kuat atas pertolongan Allah ta’alaa.

Contoh yang paling sempurna dalam pengaplikasian ubudiyyah kepada Allah adalah Rasulullah. Yang Allah telah ingatkan, jika kita ingin mengikuti Nabi Muhammad, maka di antaranya harus terus kita tingkatan nilai tujuan hidup kita, yakni untuk mencari ridha Allah. Maka janganlah kita berpaling dari Allah apapun keadaannya. Yang kita tuju adalah akhirat. Bukan hanya sekedar membangun kehidupan dunia saja.

Cinta dunia dan takut mati, menjadikan kaum muslimin kecil di hadapan musuh-musuhnya, walaupun jumlah kita banyak. Dunia ini adalah jalan, jembatan yang harus kita lewati untuk menuju Akhirat. Jika seseorang mengikuti Rasulullah, maka seseorang akan selalu mengingat Allah dalam segala keadaan, senang, sedih, lapang maupun sempit.

Bila kemudian upaya kita mengikuti Rasulullah tidak sesuai dengan kriteria ini, artinya kita belum sepenuhnya mengikuti dan menjadikan beliau sebagai teladan kehidupan kita. Hal ini tercermin dari kehidupan umat muslim pada saat ini. Sedikitnya kaum muslimin yang shalat di masjid, sedangkan Rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat fardhu berjamaah di masjid.

Kemudian, konsep yang bisa kita terapkan untuk membangun pribadi yang kokoh baik secara ruhani maupun secara jasmani, yang bisa kita ambil dari Rasulullah adalah sebagai berikut;

Pertama, beliau selalu menghirup udara yang segar. Sehingga rumah beliau persis menghadap kebun Abu Thalhah. Kita butuh udara segar, dan itu ada di waktu pagi. Sehingga berangkatlah ke masjid di waktu subuh. Hal inilah yang dipraktekan oleh generasi awal umat ini. Ini adalah unsur kekuatan fisik yang luar biasa.

Kedua, pola makan yang benar. Nabi memberikan konsep, kami kaum tidak makan kecuali jika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Dan makanan yang paling sering dikonsumsi oleh beliau adalah air dan kurma.

Ketiga, banyak bergerak. Beliau selalu memiliki banyak kesibukan, berdakwah, berjihad, shalat berjamaah, menjalin silaturahim, menjadi seorang pemimpin dan masih banyak lagi kegiatan beliau.

Keempat, istirahat yang cukup. Jika tidak, maka fisik menjadi tidak seimbang. Dengan mobilitas tinggi, jika tidak dibarengi dengan istirahat yang cukup maka akan membuat fisik kita lemah. Dalam hal ini beliau mengajarkan suatu konsep yakni qoilullah. Beliau juga mencontohkan jika beliau tidak memiliki kesibukan yang mendesak, beliau akan segera tidur setelah shalat isya, kemudian bangun di sepertiga malam. Ini termasuk cara beliau dalam menjaga kesehatan, karena ini adalah hak badan. Salman al-Farisi pernah menasehati Abu Darda’, beliau berkata, “Allah memiliki hak terhadap dirimu, istrimu memiliki hak terhadap dirimu, dan dirimu memiliki hak terhadap dirimu sendiri.” Kemudian Rasulullah berkata, “Benarlah Salman.”

Kelima, janganlah menahan yang seharusnya dibuang. Menahan buang air besar, buang air kecil, menahan darah yang mengandung banyak toksin yang kemudian dibuang oleh Nabi dengan cara berbekam. Semua ini adalah pola hidup yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan hasilnya luar biasa.

Selanjutnya adalah point-point yang dapat membuat kita sehat secara ruhani. Ibnu Rajab, dalam kitab Jami’ al-Ulum wal-Hikam, menyebutkan ada lima point yang menjadikan ruhani sehat.

Pertama, adalah ma’rifatullah. Ini yang seharusnya kita bangun dalam diri kita. Semakin kita mengenal Allah maka kita akan semakin dekat kepada Allah, semakin kita dekat kepada al-Qur’an. Sehingga ia akan tahu apa yang diinginkan oleh Allah. Pendekatan kepada Allah terbagi dalam dua hal. Pendekatan melalui ayat-ayat al-Qur’an, dan pendekatan melalui fenomena alam. Dengan al-Qur’an berarti kita mendalami ilmu agama, dan dengan fenomena alam berarti kita harus memahami tentang ilmu pengetahuan, termasuk dalam hal ini adalah ilmu-ilmu terapan. Gabungan antara agama dan ilmu pengetahuan inilah yang harus menjadi pedoman bagi seorang muslim, jika ingin kuat mentalnya.

Bahkan seorang Albert Einstein mengetahui adanya hubungan yang erat antara agama dan ilmu. Ia berkata, “Agama tanpa didukung oleh ilmu pengetahuan akan pincang, dan ilmu pengetahuan tanpa agama akan buta.”

Dengan dua konsep ini, kita akan membangun peradaban ke depan. Kita memiliki SDM, SDA dan memiliki agama yang kuat. Karena sebagian besar sumber daya alam dimiliki oleh negara-negara muslim. Sehingga janganlah kita terlelap dengan ilmu pengetahuan namun lalai dari al-Qur’an. Ataupun kita membaca al-Qur’an namun lalai mengaplikasikannya dalam ilmu pengetahuan saat ini. Sehingga kita lalai dalam mengenal Allah.

Kedua, memahami kebenaran yang datang dari Allah, juga dari Rasulullah. Baik dalam al-Qur’an ataupun dari Sunnah Rasulullah. Sebagaimana sabda beliau,

Tulis yang keluar dari mulutku, sesungguhnya tidak keluar dari mulutku kecuali kebenaran.”

Ini juga sesuai dengan firman Allah ta’alaa,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى

Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut keinginannya.” (An-Najm: 3)

Sehingga hakikat kebenaran adalah yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, selebihnya relatif. Mengenai kebenaran ini butuh keseriusan, tenaga, waktu, dan biaya. Dan tentunya kita semua berusaha untuk mencapai kebenaran itu. Yaitu dengan dua hal, ilmu dan amal, mengetahui yang benar dan menjalankan kebenaran itu.

Ketiga, menjadikan hidup ini untuk Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Setiap orang sedang menuju kedua arah, ia sedang menghancurkan dirinya, atau membebaskan dirinya untuk tunduk kepada Allah.”

Hakikat ibadah adalah tunduk kepada Allah, ikhlas untuk Allah. Menjadikan ini sebagai realitas kehidupan kita. Kita bawa dalam menjalani kehidupan kita.

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”(Al-Kahfi, 110)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Sungguh segala sesuatu yang ditujukan kepada selain Allah adalah Batil.”

Mari kita tanamkan, “Bersama Allah kita pasti bisa”. Konsep ini adalah konsep kejiwaan yang harus kita bangun, bahwa hidup kita adalah untuk Allah.

Keempat, Mengenal Rasul, memahami apa yang diajarkan oleh Rasulullah, dan mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah yang harus kita upayakan, bagaimana kita mengenal Rasulullah lebih dekat, lebih akrab, lebih sungguh-sungguh lagi. Tidak hanya sebatas slogan, namun harus kita buktikan, kita tunjukkan bahwa kita cinta kepada Rasulullah, dan kita adalah penegak ajaran Rasulullah. Ini adalah kewajiban seorang muslim. Rasulullah wajib untuk ditaati perintahnya, wajib untuk ditinggalkan larangannya, wajib untuk diikuti semua ajarannya. Ini adalah tiga point penting ketika kita mengaku mengikuti Rasulullah dengan syahadat yang telah kita ucapkan.

Kelima, mengkonsumsi yang halal. Makanan, pakaian, rumah, kendaraan, dan seluruh yang kita miliki dan gunakan harus dari sumber yang halal. Jika ini yang kita jalankan akan terjadi perubahan dalam pribadi-pribadi muslim yang akan berubah menjadi seorang mukmin, kemudian bergerak menjadi seorang muhsin. Yang kemudian Allah berjanji.

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

Sungguh Allah selalu bersama orang yang bertakwa, dan selalu melakukan kebaikan-kebaikan.” (An-Nahl: 128)

Wallahu a’lam.