يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشاً وَالسَّمَاء بِنَاء وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ فَلاَ تَجْعَلُواْ لِلّهِ أَندَاداً وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang men-jadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu; karena itu janganlah kamu meng-adakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. 2:21-22)
Selanjutnya Allah Tabaraka wa Ta’ala menjelaskan tentang keesaan uluhiyah-Nya bahwa Dia yang memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan mengeluarkan mereka dari tiada kepada ada serta menyempurnakan bagi mereka nikmat lahiriyah dan batiniyah, yaitu Dia menjadikan bagi mereka bumi sebagai hamparan seperti tikar yang dapat ditempati dan didiami, yang di kokohkan dengan gunung-gunung yang menjulang, dan dibangunkan langit sebagai atap. Sebagaimana firman-Nya:
Î وَجَعَلْنَا السَّمَآءَ سَقْفًا مَّحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ ءَايَاتِهَا مُعْرِضُونَ Ï “Dan Kami telah menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 32)
Dan Dia telah menurunkan air hujan dari langit bagi mereka. Yang dimaksud (dengan langit) di sini adalah awan yang turun pada saat dibutuhkan oleh mereka. Lalu Dia mengeluarkan bagi mereka buah-buahan dan tanaman seperti yang mereka saksikan sebagai rizki bagi mereka dan ternak mereka.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan:
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ؟ قَالَ (أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ)
“Aku pernah bertanya: ‘Ya Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?’ Beliau menjawab: ‘Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia-lah yang telah menciptakanmu.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia menceritakan:
قَلَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ e: مَاشَاءَ اللهُ وَشِئْتَ. فَقَالَ: أَجَعَلْئَتِى لِلَّهِ نِدًّا؟ قُلْ مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ
“Ada seseorang yang berujar kepada Nabi: ‘Atas kehendak Allah dan yang men-jadi kehendakmu’. Maka beliau bersabda: ‘Apakah engkau akan menjadikan aku sebagai tandingan Allah?’ Katakanlah: ‘Atas kehendak Allah saja.’”
Hadits di atas diriwayatkan Ibnu Mardawaih (ada juga yang menyebut Marduyah) dan ditakhrij oleh an-Nasa’i serta Ibnu Majah. Semuanya itu di-maksudkan untuk menjaga kemurnian Tauhid. Wallahu a’lam.
Muhammad bin Ishak meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, mengenai firman Allah Ta’ala, Î يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُـمُ Ï “Wahai sekalian manusia, beribadahlah kepada Rabb-mu,” ia mengatakan, seruan itu ditujukan kepada kedua belah pihak, orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Artinya, esakanlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian.
Masih menurut Muhammad bin Ishak, dari Ibnu Abbas mengenai fir-man-Nya, Î فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ Ï “Karena itu, janganlah kalian mengada-kan tandingan-tandingan bagi Allah.” Artinya, janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan mengadakan tandingan-tandingan yang tidak dapat memberikan madharat maupun manfaat, sedang kalian mengetahui bahwa tiada Ilah yang hak bagi kalian selain Dia yang memberi rizki kepada kalian. Dan kalian juga mengetahui bahwa yang diserukan kepada kalian oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk di-esakan adalah Rabb yang haq dan tidak diragukan lagi. Demikian juga yang dikatakan Qatadah.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, mengenai firman Allah Ta’ala, Î فَـلاَ تَجْـعَلُوا لِلَّهِ أَنـدَادًا Ï “Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah,” ia mengatakan al-Andaad berarti syirik yang lebih samar dari pada semut melata di atas batu hitam pada kegelapan malam. Yang termasuk menjadikan andaad bagi Allah adalah ucapan, “Demi Allah dan demi hidupmu serta demi hidupku, hai fulan.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Harits al-Asy’ari, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَمَرَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ يَعْمَلَ بِهِنَّ وَأَنْ يَأْمُرَ بَنِى إِسْرَائِيْلَ أَنْ يَعْمَلُوْا بِهِنَّ ,وَأَنَّهُ كَادَ أَنْ يُبْطِئَ بِهَا، فَقَالَ لَهُ عِيْسَى عَلَيْهِ السَلاَمُ: إِنَّكَ قَدْ أُمِرْتَ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ تَعْمَلَ بِهِنَّ وَتَأْمُرَ بَنِى إِسْرَئِيْلَ أَنْ يَعْمَلُوْا بِهِنَّ، فَإِمَّا أَنْ تُبَلِّغَهُنَّ وَإِمَّا أُبَلِّغَهُنَّ؟ فَقَالَ: يَا أَخِي إِنِّى أَخْشَى إِنْ سَبَقْتَنِى أَنْ أُعَذَّبَ أَوْ يُخْسَفَ بِى، قَالَ: فَجَمَعَ يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بَنِى إِسْرَئِيْلَ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ حَتَّى امْتَلَأَ الْمَسْجِدُ، فَقَعَدَ عَلَى الشَّرَفِ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللهَ أَمَرَنِى بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ أَنْ أَعْمَلَ بِهِنَّ وَآمُرَكُمْ أَنْ تَعْمَلُوْا بِهِنَّ، أَوَّلَهُنَّ أَنْ تَعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا، فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ اِشْتَرَى عَبْدًا مِنْ خَالِصِ مَالِهِ بِوَرِقٍ أَوْ ذَهَبٍ، فَجَعَلَ يَعْمَلُ وَيُؤَدِّي غَلَّتَهُ إِلَى غَيْرِ سَيِّدِهِ، فَأَيُّكُمْ يَسُرُّهُ أَنْ يَكُوْنَ عَبْدَهُ كَذَلِكَ؟ وَإِنَّ اللهَ خَلَقَكُمْ وَرَزَقَكُمْ فَاعْبُدُوْهُ وَلاَ تُشْرِكُوْابِهِ شَيْئًا، وَأَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ فَإِنَّ اللهَ يَنْصَبُ وَجْهَهُ لِوَجْـهِ عَبْدِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ فَإِذَا صَلَّيْتُمْ فَلاَ تَلْتَفِتُوْا، وَأَمَرَكُمْ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ مَعَهُ صَرَّةٌ مِنْ مِسْكٍ فِي عِصَابَـةٍ كُلُّهُمْ يَجِدُ رِيْحَ الْمِسْكِ، وَإِنَّ خَلُوْفَ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ، وَأَمَرَكُمْ بِالصَّدَقَةِ فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَسَرَهُ الْعَدُوُّ، فَشَدٌّوا يَدَيْـهِ إِلَى عُنُقِهِ، وَقَدَّمُوْهُ لِيَضْرِبُوا عُنُقَهُ، وَقَالَ لَهُمْ: هَلْ لَكُمْ أَنْ أَفْتَدِيَ نَفْسِي مِنْكُمْ؟ فَجَعَلَ يَفْتَدِي نَفْسَهُ مِنْهُمْ بِالْقَلِيْـلِ وَالْكَثِيْرِ حَتَّى فَكَّ نَفْسَهُ، وَأَمَرَكُمْ بِذِكْرِ اللهِ كَثِيْرًا، وَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ طَلَبَهُ الْعَدُوُّ سِرَاعًا فِـي أَثَرِهِ فَأَتَى حِصْنًا حَصِيْنًا فَتَحَصَّنَ فِيْـهِ، وَإِنَّ الْعَبْدَ أَحْصَنُ مَا يَكُوْنَ مِنَ الشَّيْطَانِ إِذَا كَانَ فِـي ذِكْرِ اللهِ.
“Sesungguhnya Allah U telah memerintahkan Yahya bin Zakaria u dengan lima perkara, yang ia harus mengamalkan kelima perkara tersebut, dan me-merintahkan Bani Israil agar mereka mengamalkan kelimanya, namun (Yahya bin Zakaria) hampir saja lamban melaksanakannya. Maka Isa u berkata kepadanya: ‘Sesungguhnya engkau telah diperintahkan dengan lima perkara agar engkau mengamalkannya dan memerintahkan Bani Israil mengamalkan-nya, apakah engkau sendiri menyampaikannya atau aku yang menyampai-kannya?” Kemudian Yahya berkata: ‘Hai saudaraku, sesungguhnya aku takut jika engkau mendahuluiku, aku akan diadzab atau aku ditenggelamkan ke dalam bumi’. Setelah itu Yahya bin Zakaria mengumpulkan Bani Israil di Baitul Maqdis sehingga mereka memenuhi masjid, lalu ia duduk di tempat yang tinggi, kemudian memuji dan mengagungkan Allah, dan selanjutnya ia berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku lima perkara, yang aku harus mengamalkannya dan aku perintahkan kalian untuk meng-amalkannya; pertama, hendaklah kalian beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, karena sesungguhnya perumpama-an hal itu sama seperti seseorang yang membeli seorang budak dari hartanya yang murni dengan uang perak atau emas. Kemudian orang itu menjadikan budak itu bekerja namun budak itu menyerahkan penghasilannya kepada orang yang bukan tuannya. Siapakah di antara kalian yang menginginkan budaknya berbuat demikian? Dan sesungguhnya Allah telah menciptakan kalian dan memberi rizki kepada kalian. Karenanya, beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah juga memerintahkan agar kalian mengerjakan shalat, karena sesungguhya Allah mengarahkan wajah-Nya ke wajah hamba-Nya selama ia tidak berpaling. Sebab itu, jika kalian mengerjakan shalat, janganlah memalingkan wajah. Dia juga memerintahkan kalian untuk berpuasa, sesungguhnya perumpamaan hal itu sama seperti seseorang yang bersamanya tempat minyak kesturi berada di tengah-tengah kelompok orang yang semuanya mencium aroma kesturi. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dari pada bau minyak kesturi. Allah juga memerintahkan kalian untuk bersedekah, sesung-guhnya perumpamaan hal itu seperti seseorang yang ditawan oleh musuh, lalu mereka mengikat kedua tangannya pada lehernya, untuk selanjutnya dibawa ke depan guna dipenggal kepalanya. Kemudian orang itu berkata kepada mereka, ‘Apakah kalian mengizinkan aku menebus diriku ini dari kalian.’ Maka orang itu pun menebus dirinya dengan segala harta miliknya, sehingga ia berhasil membebaskan dirinya. Allah juga memerintahkan kalian untuk memperbanyak dzikir kepada Allah, karena perumpamaan hal itu seperti seseorang yang dikejar oleh musuh dengan melacak jejak kakinya, lalu ia mendatangi sebuah benteng yang terjaga ketat, kemudian ia berlindung di dalamnya. Dan sesungguhnya seorang hamba itu lebih terlindungi dari syaitan jika ia senantiasa berdzikir kepada Allah.”
Selanjutnya al-Harits al-Asy’ari menuturkan, sedang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda:
( وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ، اللهُ أَمَرَنِى بِهِنَّ: الْجَمَاعَةُ وَالسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَالْهِجْرَةُ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ الْجَمَاعَةِ قِيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ اْلإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ إِلاَّ أَنْ يَرَجِعَ، وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى جَاهِلِيَّةٍ فَهُوْ مِنْ جِثِىِّ جَهَنَّمَ ) قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى: فَقَالَ ( وَإِنْ صَلَّى وَصَامَ وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ فَادْعُوْا الْمُسْلِمِيْنَ بِأَسْمَائِهِمْ عَلَى مَا سَمَّاهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الْمُسْلِمِيْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ )
“Aku memerintahkan kepada kalian lima perkara -sebagaimana Allah telah memerintahkan kepadaku-, yaitu: Jama’ah, patuh, tunduk, hijrah, dan jihad di jalan Allah. Karena sesungguhnya, orang yang keluar dari jama’ah sejengkal, berarti ia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya kecuali jika ia kembali. Dan barangsiapa menyeru dengan seruan jahiliyah, maka ia termasuk penghuni Jahanam.” Para sahabat bertanya, “Meskipun ia mengerjakan shalat dan ber-puasa?” Beliau menjawab, “Meskipun ia shalat dan berpuasa serta mengaku bahwa ia muslim. Karenanya, serulah orang-orang Islam dengan nama mereka masing-masing sebagaimana Allah U menyebut mereka orang-orang muslim yang mukmin sebagai hamba Allah.” (Hadits ini hasan)
Dan yang menjadi syahid mengenai ayat di atas adalah ucapan Yahya bin Zakaria, “Dan sesungguhnya Allah telah menciptakan kalian dan memberi rizki kepada kalian. Karenanya, beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.“
Ayat di atas menjadi dalil yang menegaskan perintah bertauhid dengan hanya beribadah kepada Allah Ta’ala saja tanpa menyekutukan-Nya. Dan banyak para mufassir, misalnya ar-Razi dan juga lainnya yang menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan adanya Sang Pencipta (Allah Ta’ala). Ayat tersebut tentu saja menunjukkan hakikat itu, karena barangsiapa memperhatikan semua ciptaan yang ada di alam ini baik yang berada di bawah (bumi) maupun yang di atas (langit), perbedaan bentuk, warna, karakter, dan manfaatnya serta menempatkan semuanya itu pada tempat yang mendatangkan manfaat dengan tepat, maka ia akan mengetahui kekuasaan penciptanya, hikmah, ilmu, ketelitian, dan keagungan kekuasaan-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang Arab badui, ketika ditanya: “Apakah dalil yang menunjukkan adanya Rabb?” Mereka menjawab: “Subhanallah, kotoran unta menunjukkan adanya unta, dan jejak kaki menunjukkan adanya orang yang pernah jalan. Bukankah langit mempunyai gugusan bintang, bumi mempunyai jalan-jalan yang luas, dan lautan mempunyai gelombang? Tidakkah yang demikian itu menunjukkan pada kalian akan adanya “اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ” (Allah yang Mahalembut lagi Mahamengetahui)?”
Ar-Razi menceritakan dari Imam Malik, bahwa (Harun) ar-Rasyid pernah bertanya kepadanya mengenai hal itu, maka ia pun memberikan bukti tentang hal itu, yaitu dengan adanya berbagai macam bahasa, suara dan nada suara.
Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa sebagian orang-orang Zindiq pernah bertanya kepadanya mengenai keberadaan Allah, maka ia pun mengata-kan kepada mereka, “Tinggalkan aku di sini, aku sedang memikirkan suatu hal yang telah diberitahukan kepadaku, mereka memberitahukan ada sebuah kapal di laut yang sarat dengan beraneka ragam barang dagangan, dan tidak ada seorang pun yang menjaga dan mengendalikannya. Namun demikian, kapal itu tetap berlayar tanpa nakhoda, terombang-ambing oleh derasnya ombak hingga akhir-nya berhasil melalui gelombang tersebut dan terus melaju tanpa nakhoda. Maka mereka pun berkata, “Ini merupakan suatu hal yang tidak mungkin dikatakan oleh orang yang berakal.”
Lalu Abu Hanifah berkata, “Aduhai kalian, jika demikian apakah alam jagat raya ini berserta isinya yang teratur disebut sebagai suatu yang tidak ada pembuatnya”. Maka orang-orang itu tercengang keheranan, hingga akhirnya mereka kembali kepada kebenaran dan masuk Islam di bawah bimbingannya.
Sedangkan Imam Syafi’i pernah ditanya mengenai adanya Allah, Rabb pencipta. Maka ia pun menjawab, “Ini adalah daun murbai yang memiliki satu rasa. Jika dimakan oleh ulat sutera, maka akan keluar menjadi serat sutera. Dan jika dimakan oleh lebah, akan menjadi madu. Jika dimakan oleh kambing, sapi dan bintang sejenisnya, akan keluar menjadi kotoran. Dan jika dimakan kijang akan menjadi wewangian, padahal itu berasal dari satu materi.
Mengenai hal tersebut, Imam Ahmad bin Hanbal juga pernah ditanya. Maka ia menjawab, di sini terdapat benteng yang sangat kokoh dan halus yang tidak berpintu dan tidak ada jalan masuk (telur). Bagian luarnya tampak seperti perak dan bagian dalamnya tampak seperti emas murni. Dan ketika sedang da-lam keadaan seperti itu, tiba-tiba dinding benteng pecah, dari dalamnya keluar binatang yang dapat mendengar dan melihat serta memiliki bentuk yang sangat elok dan suara yang sangat indah, yaitu telur dikala keluar dari dalamnya seekor anak ayam. Abu Nawas pernah ditanya mengenai hal itu, maka ia pun langsung melantunkan sya’ir:
تَأَمَّلْ فِي نَبَاتِ اْلأَرْضِ وَانظُـرْ * إِلَـى آثَارِ مَا صَنَعَ الْمَلِيْـكُ
عُيُـوْنٌ مِـنْ لُجَيْنٍ شَاخِصَاتٌ * بِأَحْدَاقٍ هِـيَ الذَّهَبَ السَّبِيْكُ
عَلَى قَضُبِ الزَّبَرْجَدِ شَاهَدَاتٌ * بِأَنَّ اللهَ لَيْسَ لَـهُ شَـرِيْـكُ
Perhatikanlah tumbuh-tumbuhan di bumi, lihatlah apa yang telah di-perbuat oleh al-Malik (Allah).
Air jernih bagaikan perak memenuhi parit-parit, bagaikan emas cetakan mengairi lahan-lahan yang indah, bagaikan batu permata zabarjad.
Semuanya merupakan saksi yang membuktikan, bahwa tiada sekutu bagi-Nya.
Sedangkan ulama lainnya mengatakan, orang yang memperhatikan ketinggian dan keluasan langit serta berbagai bintang, komet, dan planet. Juga merenungkan bagaimana semuanya itu berputar difalak yang luar biasa besarnya pada setiap siang dan malam hari. Yang pada saat yang sama, masing-masing berputar sendiri menurut porosnya. Kemudian juga memperhatikan lautan yang mengelilingi bumi dari segala sisi, serta gunung-gunung yang diletakkan di bumi agar bumi seimbang/stabil, dan penduduknya dapat meng-huninya walaupun dengan bentuk permukaan bumi yang bermacam-macam bentuknya dan berwarna-warni buminya. Sebagaimana firman-Nya:
Ïوَمِنَ الْجِـبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَآبِّ وَاْلأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُا Î
“Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang ber-macam-macam warnanya (dan jenisnya).Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (QS. Al-Fathir: 27-28)
Demikian pula sungai-sungai itu yang mengalir dari satu negeri ke negeri yang lain untuk memberikan berbagai manfaat. Juga diciptakannya berbagai macam binatang, tumbuh-tumbuhan yang mempunyai rasa, bau, bentuk dan warna yang bermacam-macam, -padahal- dalam satu tanah dan air yang sama alamnya. Maka semuanya itu menunjukkan adanya Rabb sang Pencipta, kekuasaan-Nya yang agung, hikmah, rahmat, kelembutan,dan kebaikan-Nya kepada semua makhluk ciptaan-Nya, tiada Ilah yang hak selain Dia, ke-padanya kami bertawakal dan kembali.
Ayat-ayat al-Qur’an yang membahas mengenai masalah ini cukup banyak.
Sumber: Diadaptasi dari Tafsir Ibnu Katsir, penyusun Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ishak Ali As-Syeikh, penterjemah Ust. Farid Ahmad Okbah, MA, dkk. (Pustaka Imam As-Syafi’i)