Hidayatullah.com—Menteri Imigrasi dan Kependudukan Myanmar menyatakan dukungannya terhadap pembatasan jumlah anak bagi warga Muslim di negara mayoritas Budha itu, dengan alasan anak-anak Muslim akan mendapatkan gizi yang cukup.
“Ini akan menguntungkan para wanita Bengali,” kata
Menteri Imigrasi dan Kependudukan Khin Yi kepada Reuters (12/6/2013).
Khin Yi merupakan pejabat Myanmar paling senior yang menyatakan secara terbuka di depan publik tentang dukungannya terhadap kebijakan pembatasan dua anak saja bagi warga Muslim di negara bagian Arakan (Rakhine).
Arakan adalah wilayah Myanmar di mana mayoritas penduduknya adalah warga Muslim, yang biasa disebut Rohingya. Nama Arakan diganti dengan Rakhine, merujuk pada nama suku di Myanmar (Burma) yang merupakan pemeluk Budha. Orang-orang Rohingya disebut sebagai orang Bengali oleh pemerintah Myanmar.
“Wanita-wanita Bengali di negara bagian Rakhine memiliki banyak anak. Di sejumlah daerah satu keluarga memiliki 10 atau 12 anak,” kata Khin Yi. “Itu tidak baik untuk nutrisi anak. Sulit untuk sekolah, sulit untuk merawat anak-anak,” dalih Khin Yi.
Saat ditanya apakah dia mendukung kebijakan pembatasan jumlah anak untuk warga Muslim itu, Khin berkata, “Ya.”
Otoritas di negara bagian Arakan (Rakhine) beralasan, mereka perlu untuk mengontrol Rohingya guna mencegah terjadinya kerusuhan lebih lanjut.
Kebijakan pembatasan jumlah anak Muslim itu dikecam oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tindak pelanggaran hak asasi manusia.
Aung San Suu Kyi, wanita ikon demokrasi Myanmar –yang biasanya lembek ketika berhadapan dengan pemerintah terkait masalah Rohingya, ikut mengecamnya. [Baca berita sebelumnya: Suu Kyi kecam pembatasan anak untuk Muslim Rohingya]*