Dr. Ahmad Zain An Najah, MA
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5) يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (6) فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8
“ Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?” pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.”
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا
“ Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat)”
( إذا ) di dalam al-Qur’an sering digunakan untuk hal-hal yang pasti terjadi, seperti dalam ayat ini. Jika bumi digoncangkan dengan goncangannya, artinya hal ini pasti terjadi di masa mendatang.
Adapun ( إن ( digunakan untuk hal-hal yang jarang terjadi. Dan ( لو ) digunakan untuk mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi.
( الأرض ) alif lam dalam Ardhi menunjukkan ke-umuman, yaitu mencakup semua bagian dari wilayah bumi ini, yaitu tidak ada satupun dari wilayah bumi ini, kecuali akan diguncangkan dengan hebatnya. Berbeda dengan gempa yang terjadi saat ini, hanya terjadi di sebagian kecil wilayah bumi. Walaupun demikian gempa-gempa yang terjadi sekarang ini merupakan tanda-tanda dekatnya gempa yang menyeluruh, yaitu hari kiamat.
وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا
“ Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandungnya)“
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa bumi akan mengeluarkan orang-orang yang mati dari kuburannya. Ini sesuai dengan firman Allah :
يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“ Pada hari itu manusia bangkit menuju Allah, Rabb semesta alam “ ( Qs al-Muthaffifin : 6 )
Jika kita mengikuti penafsiran ini, berarti goncangan bumi ini pada waktu ditiup terompet kedua, dimana manusia akan keluar dari kuburan mereka.
Kata “ الأثقال “ artinya beban-beban berat. Berarti mayit-mayit dalam perut bumi ini menjadi beban berat bagi bumi. Oleh karenanya, manusia dan jin disebut dengan “ الثقلين “ dua makhluq yang mempunyai berat. Sebagaimana firman Allah :
سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّّهَا الثَّقَلَانِ
“ Kami akan memberikan perhatian penuh kepada kalian, wahai manusia dan jin “ ( Qs ar-Rahman : 31 )
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“ Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). Qs.az-Zumar: 68 )
Sebagian ulama lain mengartikan bahwa bumi ini akan mengeluarkan apa saja yang ada di dalam perutnya seperti lahar, dan batu-batuan. Di dalam hadist disebutkan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقِيءُ الْأَرْضُ أَفْلَاذَ كَبِدِهَا أَمْثَالَ الْأُسْطُوَانِ مِنْ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فَيَجِيءُ الْقَاتِلُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قَتَلْتُ وَيَجِيءُ الْقَاطِعُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قَطَعْتُ رَحِمِي وَيَجِيءُ السَّارِقُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قُطِعَتْ يَدِي ثُمَّ يَدَعُونَهُ فَلَا يَأْخُذُونَ مِنْهُ شَيْئًا
“ Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kelak bumi akan mengeluarkan semua isi perutnya semisal tiang dari emas dan perak, lalu akan datang seorang pembunuh seraya berkata, ‘Karena benda inilah aku membunuh.’ Lalu datang pula orang yang memutuskan tali silaturrahmi seraya berkata, ‘Karena benda inilah aku memutuskan tali silaturrahmi.’ Lalu datang pula seorang pencuri seraya berkata, ‘Karena benda inilah tanganku dipotong.’ Kemudian mereka semua meninggalkannya begitu saja dan tidak mengambilnya sedikitpun.” ( HR Muslim )
وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا
“ Dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?”,
Kata “ al insan “ maksudnya manusia secara umum, baik orang mukmin maupun orang kafir akan bertanya-tanya tentang kejadian yang amat dahsyat ini. Manusia heran, kenapa bumi seperti ini, padahal dahulu tenang tidak terjadi apa-apa, tetapi kenapa sekarang tiba-tiba bergoncang dengan hebatnya ?
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
“ Pada hari itu bumi menyampaikan berita-beritanya.”
Apa gerangangan berita-berita bumi pada waktu itu ? Dalam hadist disebutkan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا ( قَالَ أَتَدْرُونَ مَا أَخْبَارُهَا قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّ أَخْبَارَهَا أَنْ تَشْهَدَ عَلَى كُلِّ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ بِمَا عَمِلَ عَلَى ظَهْرِهَا أَنْ تَقُولَ عَمِلَ كَذَا وَكَذَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَهَذِهِ أَخْبَارُهَا
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Salam membaca: “Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (Al-Zalzalah: 4), beliau bertanya: “Tahukah kalian apa berita-beritanya?” mereka menjawab: Allah dan rasulNya lebih tahu. Beliau bersabda: “Berita-beritanya adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh hamba lelaki atau perempuan di atas bumi berkata: Ia melakukan ini dan ini, pada hari ini dan ini.” beliau bersabda: “Itulah berita-beritanya.” ( HR Tirmidzi )
بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا
“ Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.”
Menurut Ibnu Abbas dan Imam Bukhari bahwa ( auha laha ) dan ( auha ilaha ) makna sama, tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah Allah memberikan ijin, yaitu bahwa Allah telah memberikan ijin kepada bumi untuk mengeluarkan seluruh isinya. Ada sebagian ulama lain, seperti Mujahid, mengartikan wahyu di sini adalah perintah, yaitu Allah memerintahkannya untuk bergoncang.
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ
“ Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.”
Kata ( أَشْتَاتًا ) artinya : berkelompok-kelompok, atau bermacam-macam. Pada hari itu ada waktu itu manusia keluar dari kuburannya berpencar-pencar dan bermacam-macam, mereka masing-masing menuju kepada syurga atau neraka tergantung kepada amalan mereka masing-masing. Manusia pada waktu itu ada wajahnya putih berseri-seri, dan ada pula yang hitam, sebagaimana firman Allah :
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
“ Pada hari itu ada wajah yang putih berseri dan ada yang hitam muram “ ( Qs Ali Imran : 106 )
Kata “ لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ” yaitu agar mereka melihat buku catatan mereka. Sebagian ulama mengatakan maksudnya agar mereka melihat balasan amalan mereka, bagi yang beramal baik, maka dia akan melihat syurga dan memasukinya, sebaliknya yang amalannya jelek dia akan masuk neraka.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْخَيْلُ لِثَلَاثَةٍ لِرَجُلٍ أَجْرٌ وَلِرَجُلٍ سِتْرٌ وَعَلَى رَجُلٍ وِزْرٌ فَأَمَّا الَّذِي لَهُ أَجْرٌ فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأَطَالَ لَهَا فِي مَرْجٍ أَوْ رَوْضَةٍ وَمَا أَصَابَتْ فِي طِيَلِهَا مِنْ الْمَرْجِ أَوْ الرَّوْضَةِ كَانَتْ لَهُ حَسَنَاتٍ وَلَوْ أَنَّهَا قَطَعَتْ طِيَلَهَا فَاسْتَنَّتْ شَرَفًا أَوْ شَرَفَيْنِ كَانَتْ أَرْوَاثُهَا حَسَنَاتٍ لَهُ وَلَوْ أَنَّهَا مَرَّتْ بِنَهَرٍ فَشَرِبَتْ وَلَمْ يُرِدْ أَنْ يَسْقِيَهَا كَانَ ذَلِكَ لَهُ حَسَنَاتٍ وَرَجُلٌ رَبَطَهَا تَغَنِّيًا وَسِتْرًا وَتَعَفُّفًا وَلَمْ يَنْسَ حَقَّ اللَّهِ فِي رِقَابِهَا وَظُهُورِهَا فَهِيَ لَهُ كَذَلِكَ سِتْرٌ وَرَجُلٌ رَبَطَهَا فَخْرًا وَرِيَاءً وَنِوَاءً لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَهِيَ وِزْرٌ وَسُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْحُمُرِ فَقَالَ مَا أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهَا إِلَّا هَذِهِ الْآيَةُ الْجَامِعَةُ الْفَاذَّةُ { فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ }
“ Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kuda itu untuk tiga orang. Untuk orang yang dengannya dia mendapatkan pahala, untuk orang yang dengannya dia akan terlindung, untuk orang yang dengannya dia akan mendapatkan dosa.
Adapun orang yang mendapatkan pahala dengan kudanya adalah orang yang menggunakan kudanya di jalan Allah, dia rawat dan pelihara kudanya di ladang hijau atau rerumputan, setiap kali tali ikatannya mengenai tanaman atau rerumputan itu maka terhitung baginya hasanah (kebaikan), dan seandainya talinya terputus lalu kuda itu lari menjauh hingga mendaki satu dua bukit maka bekas dan apa yang diinjaknya menjadi kebaikan baginya, dan seandainya kuda itu melewati sungai lalu minum dari air sungai tersebut sedang dia tidak berkehendak memberinya minum, maka baginya hasanah dan itulah pahala baginya.
Yang kedua, seorang yang menjadikan kudanya untuk mencari penghasilan, solusi kehidupan dan untuk menjaga kehormatan diri, namun dia tidak melupakan hak Allah pada kaki dan punggung kudanya, maka kuda itu menjadi pelindung baginya.
Dan yang ketiga, seorang yang menjadikan kudanya sebagai kebanggaan, pamer dan untuk permusuhan melawan Ummat Islam maka baginya mendatangkan dosa”.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang keledai maka beliau menjawab: “Tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaku tentang hal ini melainkan firman Allah yang mencakup manfaat yang besar”, yaitu QS. Al Zalzalah ayat 7 dan 8 (yang artinya): (“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji sawi sekalipun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar seberat biji sawi sekalipun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula “ ( HR Bukhari )
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
“ Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.”
Kata “ ذَرَّةٍ” artinya adalah debu yang terlihat berterbangan di celah cahaya matahari, atau debu yang menempel pada kuda atau kendaraan anda. Sebagian ulama menafsirkan Dzarrah di sini adalah semut yang paling kecil.
Banyak hadist-hadist yang menjelaskan bahwa kebaikan sekecil apapun hendaknya kita lakukan dan jangan kita remehkan. Karena sesuatu yang besar itu terkumpul dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Bukankah gunung yang besar dan menjulang tinggi tersusun dari batu-batu kecil yang begitu banyak ?
Diantara hadist-hadits tersebut adalah sebagai berikut :
عَدِيَّ بْنَ حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
Dari ‘Adiy bin Hatim radhiyallahu ‘anhu berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jagalah kalian dari neraka sekalipun dengan (bershadaqah) belahan dari satu buah kurma”. ( HR Bukhari )
Hadist di atas menjelaskan bahwa belahan dari satu buah kurma bisa menyelamatkan seseorang dari api neraka. Apakah kita teringat dengan hadist yang menceritakan seorang pelacur yang diampuni Allah, karena memberikan minuman kepada seekor anjing, sebagaimana tersebut di dalam hadist Abu Hurairah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنْ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا
“ Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa di suatu hari yang sangat panas seorang wanita pelacur melihat seekor anjing, anjing tersebut mengelilingi sebuah sumur sambil menjulurkan lidahnya karena kehausan, maka kemudian wanita tersebut mencopot sepatunya dan memberi minum anjing tersebut. Allah pun kemudian mengampuni dosa-dosa pelacur itu.” ( HR Muslim )
Kalau Allah mengampuni seorang pelacur yang memberikan minum seekor anjing dari sebuah sumur, maka apakah Allah tidak mengampuni seseorang yang memberikan satu gelas minuman air putih kepada orang lain yang kehausan ? Kenapa kita tidak mengerjakan yang kelihatan kecil dan remeh ini, padahal pahalanya begitu besar di sisi Allah ? Dan bukankah ketika kita memberikan seorang pengemis yang sudah tua renta dengan beberapa uang receh, yang bagi kita mungkin tidaklah berharga, tetapi sangat berarti bagi pengemis tersebut, bukankah hal itu juga akan mendapatkan pahala di sisi Allah ?
Bahkan ketika kita tidak bisa memberikan bantuan materi kepada orang lain, tapi kita bersikap baik kepadanya dengan melemparkan senyuman dengan penuh rasa empati, itupun akan dihitung oleh Allah sebagai sedekah yang berpahala. Sebagaimana yang tersebut di dalam hadist Abu Dzar :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Dari Abu Dzar dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: “Janganlah kamu menganggap remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun kamu hanya bermanis muka kepada saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu “ ( HR Muslim )
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“ Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.”
Kejahatan walaupun itu sedikit, Allah juga akan membalasnya sesuai dengan kejahatannya. Oleh karenanya, kita tidak boleh meremehkannya, sebagaimana dalam hadist Abdullah bin Mas’ud :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ
وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَرَبَ لَهُنَّ مَثَلًا كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا أَرْضَ فَلَاةٍ فَحَضَرَ صَنِيعُ الْقَوْمِ فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَنْطَلِقُ فَيَجِيءُ بِالْعُودِ وَالرَّجُلُ يَجِيءُ بِالْعُودِ حَتَّى جَمَعُوا سَوَادًا فَأَجَّجُوا نَارًا وَأَنْضَجُوا مَا قَذَفُوا فِيهَا
Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian meremehkan dosa-dosa kecil karena hal itu dapat terkumpul pada diri seseorang hingga membinasakannya.”
Dan sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi perumpamaan hal itu seperti suatu kaum yang singgah di padang pasir yang luas, lalu para pekerja kaum datang, seorang laki-laki pergi dan kembali membawa kayu dan orang lainnya kembali pula membawa kayu hingga mereka dapat mengumpulkan setumpuk kayu, lalu mereka menyalakan api dan dapat mematangkan semua yang mereka lemparkan kedalamnya. “ ( HR Ahmad )
Kejahatan yang kelihatannya remeh di hadapan manusia, tetapi sangat besar di sisi Allah, bahkan bisa menyebabkan seseorang masuk ke dalam neraka. Ini sesuai dengan haidts Abdullah bin Umar :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
“ Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang wanita disiksa Allah pada hari kiamat lantaran dia mengurung seekor kucing sehingga kucing itu mati. Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala memasukkannya ke neraka. Kucing itu dikurungnya tanpa diberi makan dan minum dan tidak pula dilepaskannya supaya ia dapat menangkap serangga-serangga bumi.” ( HR Muslim )
Salah satu hadist yang menguatkan ayat di atas adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah :
عن أبي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَلَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَزْدَادَ خَيْرًا وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ
“ Dari Abu Hurairah berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada seorang pun yang masuk surga karena amalannya.” Para sahabat bertanya; “Begitu juga dengan engkau wahai Rasulullah?” beliau bersabda: “tidak juga dengan diriku, kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya padaku, oleh karena itu berlaku luruslah dan bertaqarublah dan janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian, jika dia orang baik semoga saja bisa menambah amal kebaikannya, dan jika dia orang yang buruk (akhlaknya) semoga bisa menjadikannya dia bertaubat. “ ( HR Bukhari )
Wallahu A’lam.
Cipayung, Jakarta Timur, 4 Jumadal Ula 1433/27 Maret 2012
*Penulis adalah Direktur Pesantren Tinggi Al-Islam, Pondok Gede, Bekasi. (ahmadzain.com)