Tertib Ayat
Penempatan secara tertib urutan ayat-ayat Al-Qur’an ini adalah bersifat tauqifi, berdasarkan ketentuan dari Rasulullah saw. Menurut sebagian ulama, pendapat ini merupakan ijma’.
Terdapat sejumlah hadits yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surat-surat tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat bersifat tauqifi. Sebab jika susunannya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu tidak akan didukung oleh hadits-hadits tersebut.
Tertib Surat
Para ulama berbeda pendapat tentang tertib surat dalam Al Qur’an:
Pendapat pertama mengatakan bahwa tertib surat itu tauqifi dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan Malaikat Jibril kepadanya atas perintah Allah. Susunan Al-Qur’an pada masa Nabi tertib ayat-ayatnya seperti yang ada di tangan kita sekarang ini, yaitu tertib mushaf Utsman yang tak ada seorang sahabat pun menentangnya. Ini menunjukkan telah terjadi ijma’ atas susunan surat yang ada, tanpa ada suatu perselisihan apa pun.
Pendapat kedua mengatakan bahwa tertib surat itu berdasarkan ijtihad para sahabat, sebab ternyata ada perbedaan tertib di dalam mushaf-mushaf mereka.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa sebagian surat itu tertibnya bersifat tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat. Hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan tertib sebagian surat pada masa Nabi.
Akan tetapi yang benar adalah pendapat pertama. Adapun pendapat kedua yang menyatakan tertib surat itu berdasarkan ijtihad para sahabat, tidak bersandar pada suatu dalil. Sebab, ijtihad sebagian sahabat mengenai tertib mushaf mereka yang khusus, merupakan ikhtiar mereka sebelum Al-Qur’an dikumpulkan secara tertib.
Sementara itu pendapat ketiga, yang menyatakan sebagian surat itu tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya bersifat ijtihadi; dalil-dalilnya hanya berpusat pada nash-nash yang menunjukkan tertib tauqifi. Adapun bagian yang ijtihadi tidak bersandar pada dalil yang menunjukkan tertib ijtihadi.
Surat-surat dan Ayat-ayat Al-Qur’an
Surat-surat Al-Qur’an itu ada empat bagian: 1) Ath-Thiwal, 2) Al-Mi’in, 3) Al-Matsani, dan 4) Al-Mufashshal.
1) At Tiwal, ada tujuh yaitu : AL Baqarah, Ali Imran , Al maidah , al an’am , Al A’raf dan Al Anfal.
2) Al Miun. Yaitu surah-surah yang ayatnya lebih dari seratus atau sekitar itu, seperti Al Kahfi, dan Al Isra’
3) Al Matsani, yaitu surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah Al Miun, karena surah ini diulang-ulang bacaannya lebih banyak dari At Tiwal dan Al Miun.
4) Al Mufashal, terbagi menjadi tiga yaitu: tiwal, aushat dan Qishar.
Rasm Utsmani
Para ulama berbeda pendapat tentang setatus hukumnya, apakah dia tauqifi atau bukan. Berikut perinciannya:
1) Merupakan tauqifi, dan wajib untuk jadi pegangan.
2) Ada yang berpendapat Rasmu Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik. Sehingga menjadi suatu yang wajib untuk dijadikan pegangan dan tidak boleh dilanggar. Ini merupakan pendapat yang paling rajih.
3) Ada yang berpendapat rasm usmani hanyalah sebuah istilah, tatacara dan tidak ada salahnya menyalahi bila orang telah menggunakan satu rasm tertentu untuk itu dan rasm itu tersirat luas dikalangan mereka.
Proses Perbaikan Rasm Utsmani
Mushaf Utsmani tidak memakai tanda baca titik dan harakat, karena semata-mata didasarkan atas karakter pembacaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik. Ketika bahasa Arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non-Arab), maka para penguasa menganggap pentingnya ada formasi penulisan mushaf dengan harakat, titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang benar.
Perbaikan rasm Mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada mulanya syakal berupa titik, fathah berupa satu titik di atas awal huruf, dhammah berupa satu titik di atas akhir huruf dan kasrah berupa satu titik di bawah awal huruf.
Kemudian pada abad ketiga Hijriyah terjadi perbaikan dan penyempurnaan rasm mushaf.
Kemudian secara bertahap pula orang-orang mulai meletakkan nama-nama surat dan bilangan ayat, simbol-simbol yang menunjukkan kepala ayat dan tanda-tanda waqaf.
Pemisah dan Ujung Ayat
Ra’sul ayat adalah akhir ayat yang padanya diletakan tanda fashl (pemisah) antara satu ayat dengan ayat lain.
Fashilah adalah kalam (pembicaraan ) yang terputus dengan kalam sesudahnya, jadi setiap ra’sul ayat adalah fashilah, tetapi tidak setiap fashilah itu ra’sul ayat.
Pembagian fashilah di dalam Al Qur’an :
1) Fashilah Muthamatsilah Qs : Ath Thur :1-3
2) Fasilah Mutaqaribah. Qs : Al Fathihah: 1-4
3) Fasilah Muthawaziyah. Al Ghasiyah : 13-14
4) Fasilah Mutawazin. Al Ghasiyah : 15-16
Sumber: Diringkas oleh tim redaksi alislamu.com dari Manna’ Al-Qaththan, Mabaahits fie ‘Uluumil Qur’aan, atau Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA (Pustaka Al-Kautsar), hlm. 177 – 193.