Larangan Berbuat Syirik

Allah SWT berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar." (An-Nisaa': 48). "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang lain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (An-Nisaa': 116).

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Jannah, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." ( Al-Maa-idah: 72).

“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka (adalah) ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (Al-Hajj: 31).

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu: 'Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi'." (Az-Zumar: 65).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), "Jauhilah tujuh perkara muubiqaat (yang mendatangkan kebinasaan)!" Para Sahabat bertanya, "Apakah ketujuh perkara itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. menjawab, "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan syari’at, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari medan pertempuran, melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminin yang terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu menahu dengannya."

Diriwayatkan dari Abu Bakrah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Maukah kalian Aku beri tahu tentang dosa-dosa yang paling besar?” “Tentu saja wahai Rasulullah!” jawab mereka. Rasul berkata, "Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua (saat itu beliau duduk bersandar lalu beliau duduk tegak seraya berkata), dan ingatlah, yang ketiga adalah perkataan dusta!" Beliau terus mengulanginya hingga kami berharap mudah-mudahan beliau segera diam.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas'ud r.a., ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw., ‘Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?’ Beliau menjawab, ‘Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dilah yang menciptakanmu!’ ‘Kemudian apa lagi?’ tanyaku lagi. Beliau menjawab, ‘Engkau membunuh anakmu sendiri karena takut ia makan bersamamu.’ ‘Kemudian apa lagi?’ tanyaku lagi. Beliau menjawab, 'Engkau berzina dengan istri tetanggamu'.” Lalu, turunlah ayat berikut ini sebagai pembenaran atas sabda Rasulullah saw. tadi, “Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina.” (Al-Furqaan: 68).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, 'Barang siapa bertemu Allah dalam keadaan tidak tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, menunaikan zakat harta atas kerelaan dirinya dan mengharap pahala, patuh dan taat, maka ia berhak memperoleh Jannah atau berhak masuk Jannah. Ada lima perkara yang tidak ada kaffarahnya: Syirik kepada Allah, membunuh jiwa tanpa haq, menjarah harta orang mukmin, lari dari medan peperangan, sumpah dusta untuk merampas harta tanpa haq'."

Diriwayatkan dari Abud Darda’ r.a., ia berkata, “Kekasihku Rasulullah saw. telah berpesan kepadaku, 'Janganlah engkau menyekutukan Allah meskipun (karena itu) engkau harus dicacah atau dibakar. Janganlah meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja, barang siapa meninggalkan dengan sengaja, maka ia telah terlepas dari perlindungan Allah dan janganlah meminum khamr, karena khamr adalah biang segala kejahatan'.”

Selain hadits-hadits tersebut di atas, masih ada hadits-hadits lainnya dalam bab ini, di antaranya hadits ‘Abdullah bin ‘Umar, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Anas bin Malik, dan para sahabat lainnya.

Dari beberapa hujah yang telah dipaparkan tersebut di atas, ada beberapa kandungan yang dapat disimpulkan sebagai berikut.

  1. Barang siapa mati dalam keadaan kafir, musyrik atau murtad, maka seluruh amal-amal ibadahnya tidak sah, seperti shadaqah, silaturrahim, memelihara hak tetangga, dan amal shaleh lainnya. Salah satu syarat mendekatkan diri kepada Allah adalah mengetahui kepada siapa ia mempersembahkan amal ibadahnya itu. Orang kafir jelas tidak memenuhi syarat ini, dengan demikian amalnya terhapus.

    Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 217).

    “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.” (At-Taubah: 17).

    “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-A’raaf: 147).

    “Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (Al-Maa-idah: 5).

    “Sesungguhnya orang-orang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah kemudian mereka mati dalam keadaan kafir, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun kepada mereka.” (Muhammad: 34).

    “Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’aam: 88). Ayat-ayat yang semakna dengan ini sangat banyak.

    Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), ”Pada saat Allah mengumpulkan seluruh manusia dari generasi pertama sampai terakhir di hari yang tidak ada keraguan lagi padanya (yakni hari Kiamat), berserulah seorang penyeru: ‘Barang siapa mengangkat makhluk sebagai sekutu bagi Allah dalam amalnya, maka hendaklah ia meminta pahala dari sekutunya itu! Sebab Allah Dzat yang paling tidak butuh sekutu-sekutu’.”

  2. Orang-orang yang berbuat baik tetapi mati dalam keadaan kufur, Allah membalas perbuatan baik mereka itu hanya di dunia. Allah sempurnakan balasan amal kebaikannya itu tetapi hanya di dunia.

    Allah SWT berfirman, “Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Huud: 15-16).

    Diriwayatkan dari Anas r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak akan menzhalimi kebaikan yang telah dilakukan oleh seorang mukmin. Allah akan membalasnya (dalam riwayat lain disebutkan, Allah akan mengganjarnya) berupa rizki di dunia, lalu membalasnya kelak di akhirat. Adapun orang kafir, diberi rizki atas kebaikan yang mereka lakukan di dunia, hingga di akhirat nanti ia tidak memiliki satu pun kebaikan untuk diberikan balasan."

  3. Apabila orang kafir masuk Islam dan mati dalam keadaan beriman, maka Allah SWT akan menghapus kesalahannya dan menuliskan baginya pahala atas kebaikan yang dilakukannya pada masa jahiliah (masa kekafirannya). Hal ini berdasarkan nash-nash yang sangat jelas dari Rasulullah saw.

    Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Apabila seorang hamba masuk Islam dan baik keislamannya, maka Allah akan menuliskan baginya pahala atas tiap-tiap kebaikan yang dahulu ia kerjakan dan dihapus setiap kesalahan yang pernah ia lakukan dahulu. Kemudian, setelah perhitungan itu setiap kebaikan dibalas sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Adapun keburukan dibalas dengan keburukan yang setimpal, kecuali bila Allah mengampuninya."

    Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam r.a., ia pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan amal-amal yang pernah kulakukan pada masa jahiliah, seperti shadaqah, pembebasan budak, dan menyambung silaturrahim, apakah ada pahalanya?” Rasulullah saw. menjawab, “Engkau memperoleh pahala atas kebaikan yang pernah engkau lakukan dahulu sebelum masuk Islam.”

    Diriwayatkan dari ‘Aisyat r.a., ia berkata: “Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’an dahulu di masa jahiliah suka menyambung tali silaturrahim dan memberi makan fakir miskin, apakah hal itu bermanfaat baginya?” Rasul menjawab, “Tidak, karena ia sama sekali tidak pernah mengatakan: ‘Ya Rabbi, ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan’!” ‘Abdullah bin Jud’an ialah seorang yang suka memberi makan, sampai-sampai untuk menjamu tamu, ia membuat mangkuk besar yang bisa dipanjat dengan memakai tangga. Meski sedemikian baiknya dia kepada orang lain, Allah tidak membalas perbuatan baiknya di akhirat karena hingga meninggal dunia masih dalam kekafirannya.

    Dengan demikian, tidaklah benar apa yang dikatakan sebagian kaum muslimin sebagai berikut, “Orang Nasrani dan Yahudi lebih baik daripada mereka! Maksudnya adalah lebih baik dari orang-orang bersalah dari kalaangan kaum muslimin!” Demikian juga, tidaklah benar perkataan, “Demi Allah, tidak akan masuk neraka orang yang telah menemukan penisilin, menemukan telepon, … dan lain-lain…! Cukuplah bagi para penemu itu (terhindar dari neraka) dengan khidmat yang agung, yang telah mereka persembahkan untuk umat manusia, sehingga diringankan bagi mereka panasnya api neraka!” Mereka mengatakan demikian hanya berdasarkan persangkaan belaka, tanpa hujjah yang dibenarkan.

    Harus diingat bahwa Allah SWT telah berfirman, “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85).

    Sekali lagi bahwa orang-orang yang mati dalam keadaan masih kafir itu mendapatkan balasan dari hasil perbuatan baiknya hanya ketika masih hidup di dunia. Allah SWT berfirman, "Dan (ingatlah), hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): 'Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan adzab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik'." (Al-Ahqaaf: 20).

Sumber: Diringkas dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 17-27

Oleh: Abu Annisa

Baca Juga