Ada istilah yang cukup terkenal dalam dunia komunikasi: “Siapa yang menguasai informasi, dialah yang menguasai dunia.” Ungkapan ini dapat dibenarkan, karena secara objektif bidang apa pun di dunia ini hampir tidak ada yang mampu melepaskan dirinya dari informasi. Jika itu diterapkan dalam diskurus Islam, sebenarnya Islam itu adalah informasi. Wahyu adalah informasi, yaitu informasi tentang Allah, alam, manusia, dunia, akhirat, dan seterusnya.
Al-Qur’an juga mengandung banyak informasi. Ada informasi tentang mikrokosmos; ada pula informasi tentang dunia makrokosmos. Di dalamnya juga terkandung informasi sains, sejarah, kedokteran, hukum, ekonomi, politik, dan sebagainya. Salah satu cara untuk memperoleh informasi adalah dengan komunikasi. Tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa Al-Qur’an sebenarnya sudah empat belas abad silam berbicara tentang informasi dan komunikasi sekaligus. Mari kita simak kandungan dan pemahaman ayat berikut.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka cek dan riceklah berita itu, agar kamu tidak menimpakan suatu malapetaka kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, sehingga kamu menyesal atas perbuatan itu.” (Al-Hujuraat: 6).
Pada ayat di atas, Allah memperingatkan kaum beriman agar bersikap waspada dan kritis pada dua unsur: (1) berita, dan (2) sumber berita. Jika direnungkan, ayat di atas akan sangat berarti dalam menjaga ketenteraman dan ketahanan secara individual maupun nasional. Sebab jika diamati, memang kedua unsur inilah yang banyak berperan dalam menimbulkan gejolak atau ekses yang kurang baik dalam kehidupan. Banyak orang terjerumus ke dalam “kesesatan” karena tidak kritis dalam menerima informasi, atau menelan “bulat-bulat” apa yang diterimanya dari suatu sumber. Apalagi, bila kita perhatian, yang memegang “kantong-kantong” informasi di dunia ini adalah tangan-tangan non-Islam. Mereka tidak sekadar orang fasik, seperti yang disebutkan Al-Qur’an, bahkan orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Jadi, dari unsur ini (baca: sumber) saja menuntut kita harus ekstra ketat dalam menerima informasi.
Ketika umat Islam–yang menjadi konsumen terbesar informasi–tidak bersikap waspada dan kritis, maka apa yang dikhawatirkan oleh ayat tersebut sudah tentu dengan mudah menjadi kenyataan. Akibat yang dikhawatirkan itu adalah ikut sertanya dalam menyesatkan orang lain. Dalam dunia kontemporer, kondisi yang perlu diwaspadai itu ialah turut sertanya dalam membentuk opini publik yang tidak benar.
Memang yang diminta dari kita bukanlah menutup diri sama sekali (eksklusif) dari berbagai sumber informasi, karena sikap ini kurang menguntungkan dalam persaingan hidup, khususnya pada era globalisasi ini. Bahkan, suatu hal yang sulit sekarang ini adalah menghindar dari arus informasi. Akan tetapi, yang sangat dituntut ialah meningkatkan daya filter, kewaspadaan, dan kemampuan membedakan antara informasi yang layak diterima dengan informasi yang harus ditolak, karena tidak relevan dan tidak objektif dalam penyajian dan analisanya.
Orang yang “kebal” terhadap arus akan cenderung lebih aman dari berbagai ancaman, kendatipun ia hidup di tengah arus informasi yang serba membingungkan. Di sinilah, barangkali, rahasia pemilihan kata “tabayyun” yang digunakan Al-Qur’an, bukan “radd” yang berarti menolak mentah-mentah, sebab informasi yang dibawa oleh suatu sumber, walaupun orientasinya tidak jelas, tidak seluruhnya merugikan dan bersifat negatif. Tabayyun lebih mengarahkan pada sikap kritis dengan melakukan check and recheck. Artinya, menumbuhkan potensi untuk dapat memilah-milah informasi.
Secara validitas, informasi dapat dibagi tiga.
- Inormasi yang layak diterima, karena berbicara mengenai masalah yang bebas nilai (value free), seperti sains, penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi, dan lain-lain.
- Ada informasi yang perlu diseleksi karena menyangkut masalah yang berkaitan dengan nilai, walaupun secara tidak langsung. Dalam aspek ini diperlukan ketajaman analisis dan kemampuan memilah informasi yang didapatkan, sebab kebiasaan pers Barat dan pers-pers Timur yang kebarat-baratan pandai mencari “benang merah” antara tindakan kekerasan (terorisme) di belahan bumi mana pun di dunia ini dengan unsur Islam atau Arab.
Di sini diperlukan kekritisan pembaca atau pemirsa. Informasi tentang suatu kejadian un sich–katakan saja umpamanya–serangan balasan yang dilakukan oleh pejuang HAMAS di Palestina terhadap pasukan Israel dalam rangka mempertahankan diri–adalah dibenarkan. Akan tetapi, biasanya pers Barat selalu menuduh bahwa kelompok HAMAS itu teroris, sementara Israel itu bangsa yang perlu dilingungi. Padahal, kenyataan yang terjadi itu sebaliknya, Zionis Israel adalah bangsa penjajah, sementara HAMAS adalah kelompok perlawanan yang berusaha mempertahankan dan memperjuangkan haknya, yang selama ini dirampas oleh Israel.
Nah, bila pembaca atau pemirsa kurang arif betul dengan trik-trik jurnalistik Yahudi dan kurang selektif, akan dengan mudah terpengaruh dan akhirnya terjebak dalam pembentukan opini publik yang tidak benar, bahkan menyesatkan. Inilah yang diperingatkan Al-Qur’an tadi.
- Ada jenis informasi yang langsung berkaitan denan nilai. Dalam masalah ini kehati-hatian harus dilipatgandakan, dan yang paling aman adalah menolak informasi yang berasal dari sumber yang tidak bertanggung jawab.
Ketika media massa Barat berbicara tentang sejumlah konsep ajaran Islam, seperti hijab, kedudukan wanita, emansipasi, penerapan syariat Islam, jihad, toleransi beragama, kebebasan berpikir, dan yang sejenisnya, maka berbagai kerancuan akan segera muncul. Mungkin dalam bentuk pemutarbalikkan fakta, menutup-nutupi kebenaran, “perkosaan” terhadap teks, memberikan interpretasi semaunya, memahami teks agama secara keliru, dan sebagainya. Di sini barangkali perlu diperhatikan ayat-ayat berikut.
“Dan tidaklah senang kepadamu orang-orang Yahudi dan Nasrani, hingga kamu mengikuti agama mereka ….” (Al-Baqarah: 120).
“Pasti akan kamu jumpai orang-orang yang paling keras permusuhannya kepada orang-orang beriman adalah Yahudi dan orang-orang musyrik ….” (Al-Maaidah: 82).
“…. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu, hingga mereka sanggup memurtadkan kamu dari agamamu, jika mereka sanggup ….” (Al-Baqarah: 217).
Oleh karena itu, dianjurkan bagi setiap muslim yang belum kuat imannya untuk tidak mengonsumsi berita atau analisis yang menjurus ke arah itu.
Trik-Trik Pers Barat
Contoh pemutarbalikkan fakta yang cukup terang ialah seperti telah disebutkan di atas, yaitu tentang Palestina. Media Barat benar-benar tidak seimbang (memihak) dalam menyajikan berita–apalagi analisis–tentang perjuangan bangsa Palestina. Bangsa Palestina yang memperjuangkan hak-haknya yang legal dan sangat asasi dari rampasan bangsa Israel digambarkan oleh pers Barat sebagai “pemberontak”. Perjuangan HAMAS yang didukung oleh mayoritas rakyat Palestina dianggap sebagai tindakan “terorisme”.
Sementara, pemerintah Israel yang sesungguhnya perampok digambarkan sebagai pemerintah yang legal dan benar. Kejahatan tentara-tentara Israel yang “menyembelih” rakyat Palestina hampir setiap hari tidak disebut sebagai tindakan terorisme. Serangan-serangan militer Israel ke Lebanon Selatan yang setiap hari memakan korban–tewas dan luka-luka–tidak dianggap sebagai tindakan terorisme.
Menutup-nutupi kejahatan sebagai trik biasa dilakukan pers Barat bila berkaitan dengan kepentingan bangsa Yahudi. Sebagai contoh adalah kasus pembantaian terhadap kaum muslimin Bosnia pada tahun 1991. Enam bulan lamanya pers Barat “bungkam”, tidak memberitakan sedikit pun sejak awal terjadinya malapetaka kaum muslimin di Bosnia. Hingga dunia Islam mulai “ribut”, barulah pers Barat memuat berita-berita Bosnia. Pertanyaannya, apakah peristiwa Bosnia tidak mereka ketahui sejak awal atau sekitar enam bulan sebelumnya? Suatu hal yang tidak masuk akal, melihat kecanggihan sarana informasi pada zaman modern ini.
Salah satu trik jurnalistik Barat adalah membesar-besarkan orang-orang yang “berani” mengkritik Islam, apalagi bila pengkritik itu dari kaum muslim sendiri. Pers Barat menyanjung habis-habisan Salman Rushdi dan menggambarkannya seolah-olah sebagai “pahlawan” karena berani mengkritik Islam, melecehkan ayat-ayat Allah, dan menghina Nabi saw. dalam bukunya, The Satanic Verses. Foto Salman dimuat di hampir setiap media massa dan diagung-agungkan sebagai orang ilmiah karena berani mendobrak kemapanan dan mampu berpikir bebas. Tak tanggung-tanggung, Presiden Bill Clinton mengundang Salman ke Gedung Putih dan disambut secara meriah.
Dominasi Zionisme Yahudi dalan dunia media massa begitu hebat kita rasakan, khususnya pers. Seolah-olah kehidupan kita sekarang bagai dikepung oleh kekuatan Zionis internasional. Kita mengetahui sesuatu itu “salah”, tetapi kita kesulitan mendapatkan sarana untuk menyalurkan pendapat agar suara kita didengar atau dibaca oleh orang banyak, sebab mereka telah menguasai link media massa yang utama, yaitu mencakup:
- kantor berita (news agency),
- surat kabar (press)–jaringan televisi dan radio,
- industri sinema–program televisi dan sinetron, serta
- industri percetakan–penerbitan (publishing), dan penyaluran (distribution).
Bagaimana Yahudi Berhasil Menguasai Media Massa?
Dahulu Yahudi pernah menjadi bahan pelecehn orang, termasuk di Eropa dan Amerika. Dalam karya-karya sastranya, pujangga dan penyair-penyair besar sering merangsang kebencian orang pada insan Yahudi. Tak kurang Shakespeare, penyair terkenal Inggris, mengikuti tren ini. Dalam salah satu novelnya yang berjudul “Pedagang Senjata”, Shakespeare menampilkan Sheluck, sang pedagang, sebagai sosok Yahudi yang bersifat kerdil, licik, kotor, dan pendengki. Begitulah kesan orang Barat dahulu terhadap orang Yahudi.
Akan tetapi, belakangan ini, kesan itu secara drastis berubah seratus delapan puluh derajat. Yahudi berhasil mem-brain washing ‘mencuci otak’ opini publik dunia, khususnya Amerika dan Eropa, dan mengubah kesan dunia dari sosok manusia yang bengis, keji, menakutkan, kikir, bejat, haus darah, pengkhianat, pengecut, egois, dan sebagainya menjadi sosok manusia yang pintar, cerdas, trampil, intelek, dan sebagainya.
William Ghai Kar dalam bukunya, Ahjar ‘ala Ruq’at asy-Syatrani (edisi bahasa Arab), menyebutkan bahwa seorang profesor pengajar ilmu teologi dan hukum internasional di Universitas Ingoldstadt, Jerman, bernama Adam Weishaupt, pemeluk Yahudi, pada tahun 1776 mendirikan sebuah organisasi rahaia Yahudi dengan nama “Perkumpulan Orang-Orang Nuraniy”. Nama ini berasal dari simbol-simbol Freemasonry yang anggotanya terdiri atas dua ribu orang Yahudi. Adam meletakkan anggaran dasarnya untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu menguasai dunia. Dalam pasal empat dari anggaran dasar itu disebutkan, “Bagi anggota Nuraniy harus berusaha untuk mendominasi pers berita seluruh saluran media massa dan menguasai berita.”
Pada tahun 1869, Rashoron, seorang rabi Yahudi, berpidato di Praha, menggambarkan perhatian Yahudi yang cukup besar terhadap media massa. Katanya, “Jika emas merupakan kekuatan kita yang pertama, maka pers harus merupakan kekuatan kita yang kedua.” (Fou’ad ibn Sayyid Abdur Rahman ar-Rifa’i, An-Nufuz al-Yahudy fi al-Ajhizat al-I’lamiyah wa al-Mu’assasat as-Dawliyyah [Mesir: Dar al-Yaqin al-Manshurah, 1992], hlm. 2).
Tahun 1897 telah diselenggarakan “Kongres Zionisme Internasional I” yang diprakarsai oleh Theodore Hertzl di kota Paal, Swiss. Pertemuan itu telah melahirkan “Protocole of Zion”. Dalam protokol nomor 12 disebutkan sebagai berikut.
- Semua saluran media massa yang merupakan sarana untuk menuangkan pemikiran manusia harus sepenuhnya berada di tangan kita.
- Seluruh jenis dpenerbitan atau percetakan harus dalam penguasaan kita.
- Sastra dan pers merupakan dua kekuatan informasi utama dan harus kita kuasai.
- Musuh-musuh kita tidak boleh memiliki sarana pers untuk menuangkan pemikiran mereka, dan kalaupun ada haruslah dipersempit dan ditekan dengan segala cara agar tidak mempu menyerang kita.
- Tidak sepotong berita pun boleh sampai ke masyarakat sebelum melalui kita, dan jika kita berhasil menguasai kantor-kantor berita, tidak ada berita yang kita siarkan selain yang kita kehendaki saja.
- Pers berkala harus kita kuasai agar dengan mudah kita menggerakkannya sesuai dengan kepentingan kita.
Sebenarnya jauh sebelum Kongres Zionisme 1897 itu, pers Barat sudah dikuasai oleh Yahudi. Itu dapat dibaca dari surat kabar Inggris The Graphic No. 22, Juli 1879, yang menulis, “Pers benua Eropa berada di bawah cengkeraman Yahudi.” Hanya saja, waktu itu dominasi itu kurang efektif untuk dapat mengubah sosok insan Yahudi. Bahkan, kendatipun mereka bekerja keras untuk mengubah asumsi bangsa-bangsa Eropa dan Amerika tentang Yahudi, namun belum berhasil hingga dekade keempat dari abad ke-20 ini.
Akan tetapi, kesan itu serta merta berubah total setelah terjadinya pembantaian atas orang-orang Yahudi oleh Hitler dengan gerakan Nazime-nya. Peristiwa ini benar-benar dimanfaatkan media massa Barat yang dikuasai kaum Zionis untuk menarik rasa simpati dan rasa kasihan orang-orang Eropa terhadap bangsa Yahudi. Zionis berhasil membesar-besarkan isu itu melalui pers, film, dan cerita-cerita novel tentang “cerita” pembantaian massal, pembakaran bangsa Yahudi di dalam oven gas oleh Nazi Hitler (holocaust). Ada foto menggambarkan satu orang Yahudi yang tanggannya sedang diborgol di dinding tembok dikerumuni oleh puluhan tentara yang akan menembakinya. Ada pula foto tentang puluhan Yahudi yang diawasi oleh seorang pasukan Nazi. Dari wajah mereka terlihat rasa sendu dan minta dikasihani. Kisah pembantaian itu sendiri masih diliputi berbagai tanda tanya, yang banyak meragukan kebenaran peristiwa itu. Dan kalaupun terjadi, jumlah dan suasananya jelas dibesar-besarkan oleh bangsa Yahudi untuk tujuan-tujuan politik mereka.
Kendatipun kasus holocaust di satu sisi membawa korban di pihak Yahudi, kalaupun itu benar, tetapi di sisi lain menguntungkan mereka. Hasil yang mereka petik di balik itu ialah berubahnya opini publik dunia dari sikap membenci menjadi kasihan dan menaruh simpati, bahkan sampai menerima konsep Yahudi untuk “kembali ke Palestina”.
Dalam waktu yang sama, propaganda Yahudi juga gencar terhadap bangsa Arab dengan dua arah: pertama, mengaburkan sejarah Arab-Islam dengan mengingatkan orang-orang Nasrani-Eropa dan Amerika akan ancaman Islam terhadap Kristen. Mereka memperingatkan akan kemenangan-kemenangan bangsa Arab-Islam di negeri Syam, Mesir, Afrika pada periode pertama. Begitu juga kemenangan Islam di Eropa dan Costantinopel pada abad pertengahan. Mereka juga menggencarkan propaganda kekalahan pasukan salib pada Perang Salib di Hittin, yang kemudian terusir dari pos mereka terakhir, yaitu Palestina.
Kedua, propaganda bangsa Yahudi terhadap bangsa Arab sebagai bangsa terbelakang yang dikendalikan oleh hawa nafsu sex yang menggebu-gebu, minuman alkohol, berjudi, primitif, kasar, dan bodoh. Sasaran Zionis di sini adalah meyakinkan kepada dunia–yang mayoritas Nasrani itu–bahwa bangsa Arab adalah musuh legendaris bagi peradaban Eropa-Kristen. Sehingga, mereka telah mudah menggiring opini publik dunia agar berada di barisan mereka dalam setiap pertarungan melawan bangsa Arab-Islam.
Dengan begitu, Yahudi sukses mencuci otak opini publik dunia. Itu semua karena keberhasilan Zionisme dalam menguasai saluran media massa dunia.
Kantor Berita (News Agency)
Salah satu cara Yahudi untuk menguasai dunia komunikasi adalah dengan mengepung sumber pertama keluarnya berita, yaitu kantor berita. Fungsi kantor berita bagi sebuah surat kabar ibarat peluru dengan sarangnya. Hal ini mengingatkan kita pada salah satu kandungan Protokol Zionisme nomor 12 yang menyebutkan, “Sepotong berita pun tidak boleh sampai ke masyarakat sebelum mendapat persetujuan dari kita. Karena itu, kantor-kantor berita yang merupakan sumber seluruh berita dari seluruh pelosok dunia harus kita kuasai. Pada saat itu barulah kita menjamin bahwa tidak ada berita yang tersebar kecuali yang kita pilih dan kita setujui.”
Jika kita perhatikan satu per satu posisi Yahudi pada news agency yang tersebar di dunia ini, dapat kita katakan bahwa apa yang dahulu mereka rencanakan sekarang telah menjadi kenyataan. Hampir seluruh “kantong-kantong” berita dunia berada dalam cengkeraman mereka. Di antara kantor-kantor berita terkemuka di dunia ini adalah sebagai berikut.
- Reuter, kantor berita terbesar. Pendirinya ialah Julius Paul Reuter, seorang Yahudi, lahir pada 12 Juli 1816 di kota Kasel, Jerman. Nama aslinya hingga tahun 1844 adalah Israel Beer Josaphat. Semula ia bekerja pada sebuah bank di kota Rotingen, Jerman. Kemudian, ia mendirikan sebuah kantor berita untuk mengumpulkan dan menyalurkan informasi perbankan dan efisiensi ekonomi secara ekspres dan teratur. Aktivitas kantor ini mencakup sejumlah besar kota-kota Jerman hingga Brussel. Kemudian, pusat kegiatannya berpintah ke Paris hingga tahun 1851. Lalu, terpaksa pindah ke London karena ketatnya peraturan di Prancis ketika itu.
Setelah ditemukan sistem telegraf yang maju, Reuter memperluas bidang jangkauannya hingga mencakup berita-berita politik dan sosial. Pers Inggris akhirnya bertumpu pada Reuter. Kantor ini mengukir rekor ketika ia berhasil menyiarkan teks pidato Napoleon ketika tahun 1858, satu jam sesudah acara itu. Ia juga berhasil mentransfer berita perang saudara di Amerika dalam waktu yang relatif cepat ketika itu. Tahun 1857 Reuter berhasil mendapatkan kewarganegaraan Inggris.
- Associated Press (AP) berdiri tahun 1848 sebagai hasil kerja sama dari lima perusahaan surat kabar Amerika. Jadi, waktunya relatif bersamaan dengan Reuter. Belakangan AP berubah menjadi perusahaan “koperasi” yang anggota-anggotanya mencakup sebagian besar perusahaan surat-surat kabar dan majalah Amerika yang terkenal di bawah dominasi Zionisme.
- United Press International (UPI). Pada tahun 1907 Edward Scribes dan R. Wilson Harvard mendirikan kantor berita “Scribes Harvard United Press”, sementara William Randolf Herst mendirikan kantor berita “International News Service” pada tahun 1909. Kedua perusahaan kantor berita ini bergabung pada tahun 1958 dengan nama UPI.
Perlu disebutkan di sini bahwa William Herst adalah suami dari Marion Davies, artis terkenal dan juga penari Yahudi Amerika ketika itu, dan dia didukung secara penuh dalam kampanye pemilu untuk merebut kursi sebagai “penguasa” New York.
- Di Prancis, Hashet, seorang Yahudi, mendirikan “Hashet New Agency” pada tahun 1851. Kantor ini selama menjelang Perang Dunia II dipegang oleh seorang Yahudi, Horas Winalli.
- Seorang Yahudi dari kelurga Havas telah mendirikan kantor berita “Havas” pada tahun 1835, yang belakangan menjadi kantor berita resmi negara Prancis. Sebelum PD II, direkturnya ialah seorang Yahudi bernama Charles Louis Havas.
Dominasi Zionis pada Pers Inggris
Inggris adalah negara yang dominan atau tampil di bagian terdepan dalam kekuatan pengaruh politik di kawasan Eropa. Atas pertimbangan itu, Yahudi memberikan perhatian serius bagi dunia pers Inggris dalam upaya menguasai atau paling tidak menyusup di “kantong-kantong” pers di negeri itu. Ini karena pers Inggris tergolong pers tertua di dunia, sebab surat kabar pertama Britania, London Gazette, terbit pada tahun 1665. Di antara koran-koran induk di Inggris adalah sebagai berikut.
- Surat kabar The Times. Surat kabar ini adalah nomor “wahid” dalam dunia pers Inggris yang belum ada tandingannya. Zionisme mempunyai cerita panjang dengan The Times sejak awal terbitnya tahun 1788 (sebagian riwayat menyebutkan tahun 1785). Ketika itu Routchild, konglomerat di Inggris, merangkul orang nomor satu di The Times dan menyuntik dana dalam jumlah cukup besar kepada John Woolter agar koran ini tetap di bawah dominasi Zionisme. Kendatipun upaya Routchild itu berhasil, namun kaum Yahudi masih belum merasa puas dengan duduknya orang-orang Yahudi di pimpinan-pimpinan redaksi, atau sebagian redaktur bagian politik dan keuangan. Mereka berusaha terus untuk memilikinya secara penuh. Impian ini berhasil ketika hak milik The Times berpindah kepada orang Yahudi: Alfecont Northclif, Sir John Allermann Warenholz, dan Sir Yumri Birton. Pada tahun 1916 sebagian besar saham The Times dibeli oleh keluarga Aster, sebuah keluarga Yahudi, dan dilimpahkan kepada orang tertua dalam keluarga Aster dengan gelar “Kont”. Sejak itu The Times Inggris praktis menjadi “corong” Zionis sebagai pembela ataupun penyerang. Kemudian, setelah surat kabar ini belakangan dibeli oleh Robert Murdoch, milioner Yahudi dari Australia, The Times benar-benar menjadi surat kabar Zionis, sejak dari “darah”, “tulang”, “daging”, hingga “lemak”nya. Murdoch membeli The Times ketika surat kabar ini dalam keadaan terjepit secara keuangan, sehingga menderita kerugian besar. Dalam dua bulan diperhitungkan rugi sembilan juta poundsterling. The Times juga pernah mogok selama satu tahun, dari 30 November 1978 hingga 13 November 1979. Bagi masyarakat Inggris, The Times merupakan peninggalan bersejarah. Sama halnya seperti jam “Big Ben” dan istana “Bickingham”. Rober Murdoch mendapat simpati dari masyarakat Inggris karena dianggap sebagai “penyelamat” surat kabar tua itu. Murdoch sanggup menanggung kerugian yang diprediksi sampai US$ 45 juta dalam setahun setelah terbit kembali. Di Inggris Robert Murdoch juga memiliki Sunday Times. Selain itu, dia juga pemilik majalah SUN, sebuah majalah porno yang beroplah lebih dari 3,7 juta eksemplar dalam sepekan, majalah News of the World, juga majalah seks dengan oplah 4 juta eksemplar sepekan, majalah City Magazine, surat kabar daerah Pirus. Di Amerika, Robert Murdoch juga memiliki koran New York Post, majalah Star, dan majalah The Newsweek. Dari sini terlihat betapa concern luar biasa dari para konglomerat Yahudi terhadap dunia pers dan berusaha memiliki suart-surat kabar terkemuka di setiap negara.
- The Daily Teleghraph didirikan oleh dua Yahudi: Moris Levis dan Levis Loussin, pada tahun 1855. Kemudian berpindah pemiliknya kepada seorang Yahudi, Berry Troushin.
- The Economist. Kuku Yahudi telah masuk ke majalah ini sejak dini. Isaac Deutscher, seorang Yahudi keturunan Polandia, adalah komentator bidang militer di majalah ini dan pernah menjadi penanggung jawab korespondennya untuk seluruh Eropa. Isaac memanfaatkan majalah ini sebagai “corong” Zionis untuk membela kepentingan Yahudi serta menarik hati Eropa agar bersimpati kepada Yahudi dan persoalan mereka.
- The Daily Express didirikan oleh Lord Pifferbrook, seorang Yahudi di Inggris.
- News Cronical.
- Daily Mail. Dalam surat kabar ini, Andro Alexander, seorang wartawan yang sangat berpengaruh, pernah menulis pada bulan April 1983, “Sesungguhnya Arab Palestina adalah bangsa yang paling hina di dunia seluruhnya.”
- Daily Herald dimiliki oleh Julius Silter, seorang Yahudi.
- Manchaster Guardian. Demikian juga dengan surat-surat kabar lainnya, seperti Yorkshire Post, Evening Standard, Evening News, The Observer, Sunday Refree, Sunday Express, Sunday Cronical, The Sunday Bible, John Pall, Sunday Dispatch, The Scatch, The Sphere, The Graphic adalah koran-koran yang berada di bawah cengkeraman Zionis Yahudi.
Dalam statistik tahun 1981 disebutkan bahwa oplah dari 15 surat kabar dan majalah Inggris yang berada di bawah cengkeraman Zionis setiap hari mencapai 32.867.000 eksemplar. Artinya, lebih dari separuh penduduk Inggris.
Adapun surat kabar dan majalah yang dikuasai Yahudi secara total dan oplahnya adalah sebagai berikut.
- Sunday Times 1.373.000 lembar
- The Times 306.000 lembar
- News of the World dengan oplah 4.934.000 eks.
- Majalah SUN dengan oplah 3.722.000 eks.
- Daily Telegraph dengan oplah 1.310.000 eks.
- Daily Express dengan oplah 2.432.000 eks.
Adapun surat kabar dan majalah lain yang didominasi Yahudi, tetapi tidak dimiliki secara total adalah sebagai berikut.
- Daily Mail dengan oplah 1829.000 eks.
- Daily Mirror dengan oplah 4 juta eks.
Suara-suara di Inggris yang menentang atas dominasi Zionisme pada pers Inggris terlihat dalam buku yang ditulis oleh Cristopher Mihiu, seorang anggota parlemen Inggris, bekerja sama dengan seorang wartawan Inggris, Michel Adams, dan dilarang terbit. Michel Adams adalah mantan koresponden surat kabar Guardian di Timur Tengah dan belakangan menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah Middle East International. Buku tersebut menyebutkan beberapa fakta yang menguatkan adanya tekanan Zionisme Yahudi di bidang media massa dan politik terhadap pers Inggris. Tujuan lobi Yahudi itu ialah menghapuskan fakta dan kebenaran yang berkaitan dengan masalah Palestina agar opini publik Inggris tetap bergantung pada visi Zionis tentang masalah Palestina.
Surat kabar yang terang-terangan membawa nama Yahudi di Inggris ialah Jewish World. Dalam terbitannya pada 14 Desember 1924, Gerald Summann, seorang kolumnisnya, menulis, “Kita tidak akan mungkin menjadi orang Inggris, karena ras kita berbeda dan pola pikir kita juga berbeda dengan pola Inggris. Kita hanya menipu, dan kita harus berterus terang bahwa kita adalah Yahudi.” Juga ada surat kabar Jewish Courrier.
Dari berbagai paparan ini, barangkali kita dapat menangkap bahwa “kesuksesan” Zionisme Yahudi bukan terletak pada kekuatan mereka, tetapi lebih pada kelemahan bangsa-bangsa Eropa yang begitu gampang ditundukkan oleh bangsa Yahudi.
Dominasi Zionisme pada Pers Amerika
Amerika adalah salah satu pusat informasi di dunia. Tidak heran kalau setiap hari dijumpai surat kabar tiga kali terbit: pagi, siang, dan sore. Setiap pagi terbit 339 surat kabar, harian siang 17 surat kabar, dan harian sore sampai 1403 surat kabar. Jadi, seluruhnya berjumlah 1759 surat kabar setiap hari, terbit untuk 61.711.966 pembaca Amerika.
Selain harian, ada jurnal mingguan yang jumlahnya 668 surat kabar dengan oplah 52 juta eksemplar. Penyalurannya dipegang oleh 1700 perusahaan, yang separuhnya dipegang oleh Yahudi secara murni dan separuh lagi dalam dominasi Yahudi. Adapun majalah mingguan di negeri Paman Sam itu mencapai 8.000 majalah.
Dari sekian koran Amerika, yang terkenal ialah sebagai berikut.
- Wall Street Journal dengan oplah 1.950.000 eksemplar pada tahun 1981.
- Daily News dengan oplah sebesar 1.600.000 eksemplar.
Yahudi Amerika berusaha keras menguasai dua koran terbesar ini dengan cara membelinya. Waktu itu, Daili News berada dalam kondisi keuangan yang terjepit, dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh keluarga Yahudi, Warner Brothers, untuk membelinya. Keluarga konglomerat Yahudi ini juga memiliki perusahaan perfileman dan klub sepak bola, Cosmos New York.
- New York Times adalah salah satu koran terkenal di Amerika. Dominasi Yahudi di koran ini sejak tahun 1896, ketika Adolf Hanry Ranmond. Hingga sekarang dominasi itu terus berlanjut melalui pemilik dan pemimpin redaksinya, Arthur Osh Sulsburger, seorang Milioner Yahudi, beserta Yahudi lain, Julius Adler. Oplah koran ini mencapai 930.000 eksemplar pada tahun 1981. Dari sejak awal persengketaan Arab-Israel, New York Times telah menjadi “mimbar” Zionisme dalam masalah Palestina. Dalam salah satu artikelnya di surat kabar ini, Hayem Weismann, presiden pertama Israel, menulis bahwa persengketaan Arab-Israel yang diberitakan sebenarnya berlebihan dari kenyataan yang ada, yang hanya sebatas perselisihan kecil. Dia mengesankan bahwa mayoritas bangsa Arab-Israel tidak menentang hijrahnya bangsa Yahudi ke Palestina dan pendudukan mereka.
- The Washington Post menempati urutan berikutnya setelah New York Time dalam cengkeraman Yahudi Zionis. Perlu diketahui, koran ini adalah koran yang paling besar penyebarannya di instansi-instansi pemerintah AS dan pejabat yang banyak merumuskan politik Amerika. Tahun 1981 oplahnya sekitar 620.000 eksemplar. Pada mulanya surat kabar kepunyaan John Maclin ini pernah mengalami kerugian, lalu dibeli oleh seorang Yahudi, Yogin Mier, dengan harga yang murah sekali. Yogin juga membeli surat kabar The Times Herald yang terbit di Washington setelah koran ini berada dalam keadaan keuangan yang menjepit. Pemimpin perusahaannya ialah seorang Yahudi bernama Larry Israel, sementara pemimpin umumnya ialah Catherin Graham, seorang jurnalis wanita Yahudi. Dalam salah satu nomornya, koran ini menurunkan tulisan kolumnis Amerika yang anti-Islam, Joseph Crapht, yang mengatakan, “Ialam adalah agama terbelakang dan jumud. Ajarannya membuat masyarakat Islam tidak mampu mengimbangi kemajuan masyarakat Barat modrn.”
Yahudi juga menguasai koran-koran besar lainnya, seperti The New York Post milik Robert Murdoch, dengan oplah 740.000 eksemplar, dan majalah rumah tangga Good House Keeping milik William Herst yang beristrikan Marion Davis, wanita Yahudi itu.
- Mingguan Dominasi Zionis tidak hanya pada surat kabar harian, tetapi juga pada majalah mingguan, khususnya mingguan yang telah tersebar di berbagai pelosok dunia. Di antara majalah terbesar itu adalah sebagai berikut.
- Majalah TIME. Menurut catatan statistik tahun 1981, majalah ini terbit dengan oplah 4,5 juta eksemplar. Pengaruh Zionisme di sini dapat dilihat dari pemiliknya, John Mier, seorang Yahudi, beserta puluhan orang Yahudi yang tersebar di berbagai divisi di dalamnya. Pada 16 April 1979 TIME menurunkan tema sentral yang tertulis di kulit mukanya, “Islam The Militant Revival”, yang isinya membangkitkan semangat anti-Islam dan gerakan Islam.
- Majalah Newsweek pada tahun 1981 terbit dengan oplah 3 juta eksemplar. Mingguan ini berdiri pada tahun 1933, tetapi dominasi Yahudi baru terlihat pada tahun 1937 ketika pemiliknya, Thomas Martin, mengalami kerugian, lalu dibeli oleh Malcolm Mier, konglomerat Yahudi. Setelah itu kepemilikannya beralih kepada Yogin Mierr. Pemimpin perusahaannya adalah Catherine Graham, pemimpin redaksinya adalah Lister Bernashtein, dan redaktur pelaksananya ialah Mark Mier. Semua tokoh-tokoh ini adalah orang-orang Yahudi-Amerika.
- Surat Kabar Daerah Dominasi Zionisme menyebar hingga ke surat-surat kabar wilayah di Amerika. Di Chichago Chicago Sun Times adalah surat kabar terbesar yang terbit dengan oplah 670.000 per hari pada tahun 1981. Dalam editorialnya tanggal 22 Februari 1979, sebuah tulisan dengan judul “Tidak Ada Kompromi dengan Islam kecuali dengan Bahasa Peluru dan Api” tertulis, “Komunisme lebih baik dari Islam, karena paham ini pada dasarnya adalah paham Barat yang dapat berkompromi dan saling mengerti, tetapi dengan Islam tidak mungkin bertemu dan sepaham, kecuali dengan bahasa peluru dan api.”
Di wilayah Arizona, koran Arizona News juga tunduk pada kepentingan Zionisme. Pada bulan April 1982, surat kabar ini mengadakan wawancara dengan seorang kolumnis Yahudi, Leon Yuris. Dia berkata, “Sesungguhnya Islam adalah agama bejat. Umat Islam sleamanya dalam keadaan perang melawan dunia seluruhnya, karena mereka berusaha menundukkan dan menjajahnya.”
- Majalah Profesional Kuku-kuku Yahudi senantiasa mengintai channal media massa dalam rangka mengendalikan opini publik. Majalah profesional yang mengkhususkan diri untuk bidang-bidang tertentu, seperti finansial dan bisnis, tidak luput dari incaran Zionis internasional, umpamanya Business Week. Majalah yang tersebar luas di kalangan konglomerat, businessman, dan ekonom di seluruh dunia ini benar-benar dalam kendali Zionis Yahudi. Serangannya begitu tajam terhadap institusi keuangan Arab sambil memperingatkan negara-negara Barat dan Amerika akan bahaya “finansial” bangsa Arab.
Dominasi Zionis ini juga terlihat pada majalah ilmiah National Geographic. Pada tahun 1915 majalah ini menerbitkan peta dunia disertai keterangan. Di sebelah kata “Palestina” dalam peta ini dicantumkan dua kata “Bumi Israel”. Padahal, peta itu terbit jauh sebelum negara Israel berdiri. Sejak terbitnya tahun 1888, majalah ini secara gencar memakai simbol-simbol Zionisme pada setiap tema yang berkaitan dengan Palestina, seperti “Bumi Palestina”, “Bumi Perjanjian Lama”, “Bumi Tempat Kembali”.
Majalah ini juga membuka pintu seluas-luasnya bagi penulis-penulis Yahudi. Di antara mereka ialah Jenderal Yadine yang pernah menjabat posisi penting pada badan militer Israel tahun lima puluhan. Yadine ditampilkan sebagai “pakar sejarah”.
Dominasi Yahudi juga sampai ke “lembaran” majalah Readers Digest yang terbit sejak tahun 1920 yang lalu. Majalah ini terbit dengan enam belas bahasa dunia dengan oplah 100 juta eksemplar dari total terbitannya. Di Amerika saja oplahnya 18 juta pada tahun 1981. Majalah Readers Digest Bibel pernah menerbitkan kitab Taurat sejak tahun 1975 agar dibaca bangsa Amerika.
Jika data-data di atas hanya berbicara tentang kondisi pers di Amerika dan negara-negara Barat lainnya, bukan berarti dominasi Zionis hanya terbatas di negara-negara itu saja. Akan tetapi, pengaruh mereka tidak dapat dianggap enteng dalam memberi warna bagi pers di dunia ketiga, sebab yang terakhir ini mengacu kepada pers Barat dan bergantung pada kantor-kantor berita dunia yang dikuasai oleh Yahudi. Juga tidak mustahil, konglomerat mereka turut bersaham dalam pemilikan koran dan majalah terkenal di negara-negara muslim, melalui “calo-calo” mereka yang tersebar di seluruh dunia.
Akan tetapi, walaupun demikian sarana dan kesiapan Yahudi untuk memudarkan sinar Islam ini, tetapi kita ketahui bahwa yang memiliki agama ini adalah Allah SWT, dan Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an tentang makar-makar mereka dan akhir perjuangan itu, seperti berikut.
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan (hembusan) mulut mereka, padahal Allahlah yang menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyenanginya.” (Ash-Shaff: 8).
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, agar Dia menangkan dari seluruh agama lainnya, walaupun orang-orang musyrik tidak menyenanginya.” (At-Taubah: 33).
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami pulalah yang memeliharannya.” (Al-Hijr: 9).
Maka, upaya mereka akan berakhir dengan kegagalan. “Sesungguhnya orang-orang kafir menghabiskan uangnya untuk menghambat orang dari jalan Allah, dan mereka akan terus membiayainya, kemudian kerugian akan menimpa mereka, dan mereka kalah ….” (Al-Anfaal: 36).
Sumber: Islam dalam Berbagai Dimensi, Dr. Daud Rasyid, M.A. (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm. 215-237.
Oleh: Abu Annisa