Ayat 43, yaitu firman Allah ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci). sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (an-Nisaa’: 43)
Sebab Turunnya Ayat
Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Ali berkata, ‘”Pada suatu hari Abdurrahman bin Auf membuatkan makanan untuk kami. Lalu dia mengundang kami untuk makan dan menyediakan khamar sebagai minumannya. Lalu saya meminum khamar itu. Kemudian tiba waktu shalat dan orang-orang menyuruhku untuk menjadi imam. Lalu saya membaca ayat, (al-Kaafiruun: 1-2), dan kami menyembah apa yang kalian sembah.’
Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,…’ (77)
Al-Faryabi, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnul Mundzir meriwayatkan bahwa Ali berkata, “Firman Alalh, ‘…(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja,…” (an-Nisaa’: 43), turun pada seseorang yang melakukan perjalanan kemudian dia junub lalu tayammum dan shalat setelahnya.”
Ibnu Mardawaih meriwayatkan bahwa al-Asla’ bin Syuraik berkata, “Saya dulu sering mempersiapkan unta Nabi saw. sebelum beliau bepergian dengannya. Lalu pada malam hari yang dingin saya junub. Saya pun tidak berani mandi karena takut mati kedinginan atau sakit. Maka saya pun menannyakan hal itu kepada Nabi saw.. Lalu turunlah firman Allah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,...(sampai akhir ayat).”
Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Asla’ berkata, “Dulu saya membantu Nabi saw. dan menemani beliau jika melakukan perjalanan. Pada suatu hari beliau berkata kepada saya, ‘Wahai Asla’, siapkanlah untaku.‘ Lalu saya berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, saya junub. ‘ Beliau pun terdiam. Kemudian beliau didatangi Jibril dengan ayat tentang tayamum. Lalu Rasulullah saw. bersabda, ‘Wahai Asla’ bertayamumlah.‘ Lalu beliau memperlihatkan cara bertayamum, yaitu dengan satu sentuhan di tanah untuk mengusap wajah dan satu sentuhan lagi untuk mengusap kedua tangan hingga kedua siku. Lalu saya bertayamum. Setelah itu saya pergi menemani beliau.” (78)
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib bahwa dulu jalan ke pintu rumah beberapa orang Anshar berada langsung di dalam masjid. Dan terkadang mereka junub ketika mereka tidak mempunyai air di rumah. Ketika mereka ingin mengambil air, tidak ada jalan kecuali melalui masjid. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
‘…(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja,...” (an-Nisaa’: 43)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Mujahid berkata, “Firman Allah ini turun pada seorang lelaki dari Anshar yang sedang sakit dan tidak mampu berdiri untuk berwudhu. Sedangkan dia juga tidak mempunyai pembantu yang mengambilkan air untuknya. Lalu hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw.. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
“…“Adapun jika kamu sakit...” (an-Nisaa’: 43)
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibrahim an-Nakha’i berkata, “Para sahabat Nabi saw. terluka kemudian mereka junub. Lalu mereka mengadukan hal itu kepada Nabi saw.. Maka turunlah firman Allah ta’ala, ” ‘…(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja,…” (an-Nisaa’: 43) hingga akhir ayat.
Ayat 44, yaitu firman Allah ta’ala,
“Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al Kitab (Taurat) ? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengan petunjuk) dan mereka bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar).” (an-Nisaa’: 44)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Ishaq meriwaytkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Dulu Rifa’ah bin Zaid ibnut Tabut adalah salah seorang pembesar di kalangan orang-orang Yahudi. Setiap kali Rasulullah saw. menyampaikan sabdanya, dia selalu berkata, ‘Ar’ina pendengaranmu wahai Rasulullah hingga kami dapat memahamkan kamu.’ Kemudian dia menjelek-jelekkan Islam dengan pengakuan palsunya. Maka Allah menurunkan firman-Nya padanya,
“Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al Kitab (Taurat) ? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengan petunjuk)...””
Ayat 47, yaitu firman Allah ta’ala,
“Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami mengubah muka (mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat ma’siat) pada hari Sabtu . Dan ketetapan Allah pasti berlaku.” (an-Nisaa’: 47)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw. berbicara kepada para pendeta Yahudi. Di antara mereka terdapat Abdullah bin Shuriya dan Ka’b bin Usaid. Beliau bersabda,
‘Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah dan masuk Islamlah. Demi Allah, kalian benar-benar tahu bahwa apa yang saya sampaikan adalah benar.’
Mereka berkata, “‘Tidak, kami tidak tahu akan hal itu wahai Muhammad.’ Turunlah firman Allah pada mereka,
“Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al Qur’an)...’
Ayat 48, yaitu firman Allah ta’ala,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (an-Nisaa’: 48)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim dan ath-Thabrani meriwayatkan dari Abu Ayub al-Anshari bahwa pada suatu hari seseorang mengadu kepada Nabi saw., “Wahai Rasulullah, seorang keponakan lelaki saya tinggal bersama saya. Dia selalu melakukan hal-hal yang diharamkan dan tidak mau meninggalkannya.”
Rasulullah saw. kemudian bertanya, “Apa agamanya?” Dia menjawab, “Dia melakukan shalat dan mengesakan Allah.”
Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Mintalah agamanya darinya. Jika dia enggan melakukannya, belilah agamanya.”
Lalu lelaki itu melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw.. Namun keponakannya enggan melakukannya. Kemudian lelaki itu mendatangi Rasulullah saw. kembali dan memberitahukan tentang hal itu, “Wahai Rasulullah, saya mendapatinya sangat sayang terhadap agamanya.”
Maka turunlah firman Allah,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (an-Nisaa’: 48)
Ayat 49, yaitu firman Allah ta’ala,
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih ? . Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.” (an-Nisaa’: 49)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Dulu orang-orang Yahudi menyuruh maju anak-anak mereka untuk memimpin sembahyang mereka dan mempersembahkan kurban-kurban mereka. Mereka mengira bahwa dengan itu mereka tidak mempunyai kesalahan dan dosa. Maka Allah menurunkan firman-Nya,
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih ?...”
Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits serupa dari Ikrimah, Mujahid, Abu Malik, dan yang lain.
Ayat 51-54, yaitu firman Allah ta’ala,
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab ? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut , dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan (kekuasaan) ? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikitpun (kebajikan) kepada manusia .ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya ? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (an-Nisaa’: 51-54)
Sebab Turunnya Ayat
Ahmad dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ketika Ka’b ibnul Asyraf datang ke Mekah, orang-orang Quraiys berkata, ‘Tidakkah kalian melihat orang yang bertahan terpisah dari kaumnya itu. Dia kira dia lebih baik dari kita, padahal kita adalah orang-orang yang selalu menunaikan haji, para pengabdi dan pemberi minum orang-orang yang melaksanakan haji.’ Ka’b ibnul Asyraf menjawab, ”Ya, kalian lebih baik darinya.’
Lalu turunlah firman Allah pada mereka,
‘Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (al-Kautsar: 3)
Dan turun firman Allah, ‘”Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab?” hingga firman-Nya,
‘…niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.“‘ (an-Nisaa’: 51-52)
Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Orang-orang yang menggalang Bani Quraisy, Ghathfan, dan Bani Quraizhah untuk memerangi Nabi saw. pada Perang Ahzab adalah Huyai bn Akhtab, Salam bin Abil Huqaiq, Abu Rafi’, ar-Rabi’ bin Abil Huqaiq, Abu Amir, dan Haudzah bin Qais. Mereka semua adalah dari Bani Nadhir. Ketika mereka mendatangi orang-orang Quraiys, orang-orang Quraisy berkata, ‘Para pendeta Yahudi itu adalah orang-orang yang tahu tentang kitab-kitab yang lebih dulu diturunkan. Tanyalah mereka apakah agama kalian lebih baik ataukah agama Muhammad.’ Ketika ditanya tentang hal itu, para pendeta Yahudi tersebut menjawab, ‘Agama kalian lebih baik daripada agama Muhammad. Dan kalian lebih mendapatkan petunjuk daripada dia dan para pengikutnya.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, ””Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab?” hingga firman-Nya, “…dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (an-Nisaa’: 51-54)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur al-Aufi, dia berkata, “Orang-orang Ahli Kitab berkata, ‘Muhammad mengatakan bahwa dia diberi apa yang dia dapatkan adalah karena ketawadhu’an, sedangkan dia mempunyai sembilan istri. Dan keinginannya hanyalah menikah saja. Maka raja mana yang lebih utama dari dia?’ Maka Allah menurunkan firman-Nya,
“….ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad)...” (an-Nisaa’: 54)
Ibnu Sa’ad juga meriwayatkan hadits yang serupa dengan di atas dari Umar, maula Afrah, tapi isinya lebih ringkas.
77. HR. Abu Dawud dalam Kitabul Asyribah, No. 3026, Tirmidzi dalam Kitabut Tafsir, No. 2952 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, No. 7330.
78. HR. Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir, No. 872.
79. HR. Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir, No. 3956.
Sumber: Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 164-171.