Surah at-Taubah 3

Al Quran26

Ayat 14, yaitu firman Allah ta’ala,

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (at-Taubah: 14)

Sebab Turunnya Ayat

Abusy Syaikh meriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Dituturkan kepada kami bahwa ayat ini turun tentang suku Khuzaa’ah ketika mereka membunuhi Bani Bakr di Mekah.”

Dia meriwayatkan dari Ikrimah bahwa ia berkata, “Ayat ini turun tentang suku Khuzaa’ah.”

Dan dia meriwayatkan dari as-Suddi bahwa ayat, “…serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” maksudnya adalah suku Khuzaa’ah, para sekutu Nabi saw.. Allah memuaskan hati mereka dengan pembalasan dendam terhadap Bani Bakr. (181)

Ayat 17-19, firman Allah ta’ala,

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim .” (at-Taubah: 17-19)

Sebab Turunnya Ayat

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Pada waktu tertawan Perang Badar, al-‘Abbas berkata, “Sekalipun kalian telah lebih dahulu masuk Islam, berhijrah, dan berjihad daripada kami, kami sejak dahulu mengurus Masjidil Haram, memberi minum orang yang berhaji, serta membebaskan orang yang tertawan.’ Maka Allah menurunkan ayat 19, ‘Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (182)

Muslim, Ibnu Hibban, dan Abu Dawud meriwayatkan dari an-Nu’maan bin Basyir, katanya, “Waktu itu aku sedang berada di dekat mimbar Rasulullah bersama dengan sejumlah sahabat beliau. Tiba-tiba seorang di antara mereka berkata, ‘Aku tidak peduli kalau setelah masuk Islam aku tidak beramal untuk Allah selain memberi minum orang yang menunaikan haji.’ Sementara seseorang yang lain berkata, ‘Bukan, tapi mengurus Masjidil Haram!’ Lalu yang ketiga berkata, ‘Bukan, tapi jihad di jalan Allah!’ Hari itu adalah hari Jum’at. Setelah aku shalat Jum’at, aku menghadap Rasulullah dan bertanya mengenai perbedaan pendapat mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.” hingga firman-Nya, ‘Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.'” (183)

Al-Faryabi meriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa Ali bin Abi Thalib datang ke Mekah, lalu ia berkata kepada al-‘Abbas, “Paman, mengapa engkau tidak berhijrah? Mengapa engkau tidak menyusul Rasulullah?” Sang paman menjawab, “Aku mengurus Masjidil Haram dan memegang kunci Ka’bah.” Maka Allah menurunkan ayat, “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam,…” Dia juga berkata kepada beberapa orang (yang ia sebutkan nama-nama mereka),” “Mengapa kalian tidak berhijrah? Mengapa kalian tidak menyusul Rasulullah?” Mereka menjawab, “Kami tinggal bersama-sama saudara-saudara dan kaum kerabat kami di tempat tinggal kami sendiri.” Maka Allah menurunkan ayat 24, “Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu,…'” seluruhnya.

Abdurrazaq meriwayatkan hal senada dari asy-Sya’bi. (184)

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi bahwa Thalhah bin Syaibah, al-‘Abbas, dan Ali bin Abi Thalib saling membanggakan diri. Kata Thalhah, “Aku pengurus Ka’bah. Aku yang memegang kucinya.” Sedangkan al-Abbas berkata, “Akulah orang yang memberi minum jamaah haji.” Sementara Ali berkata, “Aku sungguh telah shalat ke arah kiblat sebelum orang-orang lain, dan aku pun orang yang ikut berjihad.” Maka Allah pun menurunkan ayat, “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah?…” seluruhnya. (185)

180. Ibnu Katsir menulis (2/438), “Surah yang mulia ini termasuk yang terakhir turun kepada Rasulullah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari… bahwa al-Baraa’ berkata, ‘Ayat terakhir yang turun adalah “Yastaftuunaka…dst.”, sedang surah yang terakhir turun adalah surah Baraa’ah.’ Tidak dibaca basmalah di permulaannya karena para sahabat tidak menuliskan basmalah di awalnya dalam Mushaf al-Imam. Dalam hal ini mereka meniru Amirul Mukminin Utsman bin ‘Affan r.a., sebagaimana dinyatakan oleh at-Tirmidzi. Dalam riwayat ini disebutkan bahwa Utsman berkata, ‘Dan aku tidak menulis antara keduanya (antara surah al-Anfaal dan surah at-Taubah) baris bismillahirrohmanirrahim, dan aku menempatkannya di dalam tujuh surah panjang.”

Komentar saya: hadits Bukhari di atas tercantum dalam kitab shahih (6/8) dan hadits at-Tirmidzi terdapat dalam at-Tafsiir (3086), dan ia mengatakan, “Hadits shahih.” Al-Qurthubi menulis (4/2988), “Surah ini juga disebut al-Faadhihah, al-Buhuuts, dan al-Muba’tsarah. Disebut al-Faadhihah karena ia menyingkap keburukan kaum munafik. Dinamakan al-Buhuuts karena ia membahas rahasia-rahasia kaum munafik. Dan disebut al-Muba’tsarah karena al-Muba’tsarah artinya pembahasan.” Ia menulis pula, “Basmalah tidak dicantumkan karena –menurut kebiasaan bangsa Arab–kalau mereka terikat perjanjian dengan suatu kaum lain lalu mereka hendak membatalkannya, mereka menulis surat tanpa mencantumkan basmalah di dalamnya. Demikian pula halnya dengan surah Bara’ah, ia merupakan pernyataan pembatalan perjanjian antara Rasulullah dan kaum musyrikin.”

Ia mengatakan pula, “Bismillahirrahmaanirraahiim mencerminkan keamanan, sedangkan surah Bara’ah turun dengan pedang dan tidak terdapat keamanan di dalamnya.” (Demikianlah perkataan al-Qurthubi secara ringkas).

181. Disebutkan oleh Ibnu Katsir (2/449). Al-Qurthubi menulis (4/3013), “Mereka adalah kaum kafir Mekah yang melanggar perjanjian dan membantu Bani Bakr yang membantai suku Khuza’ah. Ada yang berpendapat bahwa mereka lebih dulu memerangi kalian dalam Perang Badar.”

182. Sanadnya munqathi’. Disebutkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (10/67).

183. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim (1879) dalam al-Imarah.

184. Disebutkan oleh al-Wahidi, hlm. 201 dari Ibnu Sirin dan Murrah al-Hamdani.

185. Disebutkan oleh al-Wahidi, hlm. 201, dan dia menambahkan dalam riwayat al-Hasan dan asy-Sya’bi. Ibnu Katsir telah menyebutkan semua riwayat ini. Dan ia menambahkan bahwa Ali, Abbas, dan Syaibah berbicara mengenai hal itu, lalu Abbas mengatakan, “Kupikir aku harus meninggalkan urusan pemberian minum jamaah haji!” Rasulullah bersabda, Tetaplah memberi minnum jamaah haji, sebab dengan perbuatan itu kalian mendapat pahala.” Lihat Ibnu Katsir (2/451) dan Ibnu Jarir (10/68).

Sumber: Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 275-278.