Jawaban:
Hadits-hadits Al-Mahdi dibagi menjadi empat bagian:
Pertama, hadits-hadits dusta.
Kedua, hadits-hadits lemah.
Ketiga, hadits-hadits hasan tetapi akhirnya sampai pada derajat shahih yaitu keshahihan yang dicapai kerena adanya hadits-hadits lain yang senada dengannya.
Keempat, sebagain ulama ada yang mengatakan bahwa ada hadits yang shahih pada dzatnya sendiri.
Tetapi Al-Mahdi di sini bukan Al-Mahdi yang ada di Sardab Irak, seperti menurut anggapan orang-orang tertentu, karena anggapan itu tidak ada dasarnya, khurafat dan tidak hakikatnya. Tetapi Al-Mahdi yang dijelaskan dalam hadits-hadits shahih itu adalah manusia dari kalangan anak Adam dan lain-lain, yang diciptakan dan dilahirkan pada waktunya, yang keluar kepada manusia pada waktunya. Itulah yang dimaksud dengan Al-Mahdi; mengingkarinya secara mutlak adalah salah dan menetapkannya secara mutlak juga salah. Dengan demikian, menetapkan seseorang menjadi Al-Mahdi yang ditunggu-tunggu, yang dikatakan berada di Sardab, Irak adalah salah, karena meyakini Al-Mahdi yang tersembunyi itu dengan menunjuk orang tertentu adalah tidak masuk akal, sesat dalam syari'at dan tidak ada dasarnya. Tetapi meyakini Al-Mahdi yang diberitakan Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam yang banyak diriwayatkan dalam hadits-hadits dan yang akan dilahirkan pada waktunya dan keluar pada waktunya adalah benar.
Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm 103 – 104.