AMMAN (Arrahmah.com) – Ribuan pengungsi Suriah di Yordania sedang berjuang menghadapi cuaca dingin yang ekstrem, hujan lebat dan suhu yang anjlok membuat mereka menggigil kedinginan.
Badai musim dingin Timur Tengah semakin membuat sulit para pengungsi Suriah yang hidup dengan keadaan serba terbatas dan kekurangan. Mereka harus menghadapi banjir, hujan salju hanya dengan berlindungkan tenda yang mudah roboh. Demikian pula dengan para pengungsi Suriah di Libanon, tak lepas dari badai musim dingin.
“Saya takut salah satu putera saya akan meninggal akibat cuaca dingin ini,” kata Abdul Majid Muhammad (35) kepada Agence France-Presse (AFP).
Ayah dari empat anak itu sedang berjuang untuk menjaga kondisi anak-anaknya setelah tiga hari badai musim dingin melanda kamp pengungsian mereka di Yordania.
“Saya merasa menyesal setiap saat karena meninggalkan Suriah dan datang ke sini, di mana kami menghadapi kehinaan 24 jam sehari,” ujar Muhammad.
“Setidaknya di Suriah kami mati di rumah dan dengan cepat. Di sini, kami mati sangat lambat. Lihatlah di sekitar kalian… seolah-olah tenda mengambang di laut,” tambahnya.
Muhammad adalah salah satu di antara ribuan pengungsi Suriah yang tengah menghadapi situasi buruk di kamp Zaatari di dekat perbatasan Suriah-Yordania.
“Situasi ini telah menjadi benar-benar buruk setelah tiga hari hujan lebat,” kata Yusef Hariri (38) kepada AFP.
Tenda tempat Hariri bersama keluarganya berlindung telah terkoyak akibat terpaan badai.
“Tenda adik perempuan saya juga rusak. Dia dan kelima anaknya telah bergabung dengan kami dalam mencari tenda baru,” katanya.
Muhammad Hamid (30), juga tengah bersedih karena tendanya rusak. “Tenda saya telah hancur,” ungkapnya.
“Saya berusaha untuk memperbaikinya tetapi tidak berhasil. Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan,” kata pengungsi yang baru datang ke Yordania yang sebulan lalu.
“Kami butuh bantuan. Bantuan darurat. Jika situasi ini terus berlanjut, anak-anak kami akan mati.”
Mereka membutuhkan kebutuhan-kebutuhan pokok terutama kebutuhan saat musim dingin, seperti selimut tebal, pakaian musim dingin, dan sebagainya.
Sebagian mereka menyesal telah meninggalkan Suriah, karena di sini mereka merasa kesulitan dan diabaikan.
“Kami seharusnya tetap tinggal di Suriah,” kata Hariri.