Surah al-Hujuraat

Al Quran26

Ayat 1, yaitu firman Allah ta’ala,

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (al-Hujuraat: 1)

Sebab Turunnya Ayat

Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abi Malakah bahwa Abdullah ibnuz-Zubair mengatakan kepadanya, “Suatu ketika sekelompok orang dari Bani Tamim datang mengahdap Rasulullah. Abu Bakar lalu berkata, ‘Jadikanlah al-Qa’qa’ bin Ma’bad sebagai pimpinannya.’ Akan tetapi, Umar berkata, ‘Tidak, tetapi yang lebih tepat (dijadikan pemimpinnya) adalah al-Aqra bin Habis.’ Mendengar ucapan itu, Abu Bakar berkata, ‘Engkau sebenarnya hanya ingin berbeda pendapat dengan saya.” Akan tetapi, Umar menjawab, ‘Saya tidak bermaksud menentang pendapat engkau.’ Keduanya lantas terlibat perdebatan hingga intonasi suara mereka meninggi. Berkenaan dengan kejadian itu, turunlah ayat ini sampai ayat 5, ‘Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka….'” (490)

Ibnul Mundzir meriwayatkan dari al-Hasan, “Pada hari raya Kurban, di antara para sahabat ada yang menyembelih kurbannya sebelum Rasulullah. Rasulullah lantas menyuruh mereka untuk mengulangi kurbannya kembali. Setelah itu, turunlah ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…'”

Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dalam kitab al-Adhaahi riwayat yang senada, namun dengan lafazh, “Ada seorang laki-laki yang menyembelih kurbannya sebelum shalat (Idul Adha). Sebagai responnya, turunlah ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…'”

Imam ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab al-Ausath dari Aisyah yang berkata, “Ada beberapa orang yang memajukan datangnya bulan baru sehingga mereka berpuasa sebelum Nabi saw.. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…'”

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, “Disampaikan kepada kami bahwa beberapa orang sahabat pernah berkata, ‘Jika saja Allah menurunkan hal ini dan itu.’ Allah lantas menurunkan ayat, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,…'”

Ayat 2, yaitu firman Allah ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari.” (al-Hujuraat: 2)

Sebab Turunnya Ayat

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah yang berkata, “Di antara sahabat ada yang mengeraskan suara dalam berbicara (dengan Rasulullah). Allah lalu menurunkan ayat ini.”

Ayat 3, yaitu firman Allah ta’ala,

“Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (al-Hujuraat: 3)

Sebab Turunnya Ayat

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Muhammad bin Tsabit bin Qais bin Syamas yang berkata, “Tatkala turun ayat 2, ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi…,’ Tsabit bin Qais terlihat duduk di tengah jalan sambil menangis. Tidak lama berselang, Ashim bin Uday bin Ajlan lewat di hadapannya. Ashim lalu bertanya, “Kenapa engkau menangis?’ Tsabit menjawab, ‘Karena ayat ini. Saya sangat takut jika ayat ini turun berkenaan dengan saya karena saya adalah seorang yang bersuara keras dalam berbicara.’ Ashim lantas melaporkan hal itu kepada Rasulullah.

Beliau kemudian memanggil Tsabit dan berkata, ‘Sukakah engkau hidup dalam kemuliaan dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?’ Tsabit segera menjawab, “Ya, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dan Rasul-Nya ini. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara Rasulullah.’ Allah lalu menurunkan ayat 3, ‘Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah,…'”

Ayat 4, yaitu firman Allah ta’ala,

“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.” (al-Hujuraat: 4)

Sebab Turunnnya Ayat

Imam ath-Thabrani dan Abu Ya’la dengan sanad yang berkualitas hasan meriwayatkan dari Zaid bin Arqam yang berkata, “Beberapa orang Badui datang ke dekat kamar Rasulullah dan mulai memangil-manggil, ‘Wahai Muhammad! Wahai Muhammad!’ Allah lantas menurunkan ayat ini.

Abdurrazzaq meriwayatkan dari Muammar dari Qatadah bahwa seorang laki-laki mendatangi rumah Nabi saw. dan berkata dengan suara keras, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan mulia, sebaliknya mencela saya adalah suatu keburukan.” Rasulullah lantas keluar menemuinya seraya berkata, “Celaka engkau, hal sperti itu hanya untuk Allah swt..” Selanjunya, turunlah ayat ini.

Hadits di atas berstatus mursal. (491) Akan tetapi, ia didukung dengan beberapa riwayat lain yang marfu’, (492) antara lain sebagai berikut.

Hadits dari Barra dan lainnya yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, namun tanpa menyebutkan turunnya ayat.

Riwayat dari Ibnu Jarir dari al-Hasan.

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aqra’ bin Habis bahwa ia memanggil Nabi saw. dari balik dinding kamar, tetapi beliau tidak menyahut. Ia lantas berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya memuji saya adalah perbuatan mulia, sebaliknya mencela saya adalah keburukan.” Rasululah lantas menjawab, “Hal yang seperti itu hanya untuk Allah.” (493)

Ibnu Jarir dan lainnya juga meriwayatkan dari Aqra’ bahwa ia mendatangi Nabi saw. dan berkata, “Wahai Muhammad, keluarlah dan temui kami!” Sebagai responnya, turunlah ayat ini.

Ayat 6, yaitu firman Allah ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (al-Hujuraat: 6)

Sebab Turunnya Ayat

Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Harits bin Dhirar al-Khuza’i yang berkata, “Suatu ketika, saya mendatangi Rasulullah. Beliau lalu menyeru saya masuk Islam dan saya menyambutnya. Setelah itu, beliau menyeru saya untuk membayar zakat dan saya pun langsung menyetujuinya. Saya kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan saya kembali ke tengah-tengah kaum saya agar saya dapat menyeru mereka kepada Islam dan menunaikan zakat. Bagi mereka yang memenuhi seruan saya itu maka saya akan mengumpulkan zakat mereka. Setelah itu, hendaklah engkau mengutus seorang utusanmu ke Iban dan di sana saya akan menyerahkan zakat yang terkumpul tersebut.'”

Setelah Harits menghimpun zakat dari kaumnya, ia lalu berangkat ke Iban. Akan tetapi, sesampainya di sana ternyata ia tidak menemukan utusan Rasulullah. Harits lantas menyangka bahwa terlah terjadi susuatu yang membuat (Allah dan Rasulullah) marah kepadanya. Ia lalu mengumpulkan para pemuka kaumnya dan berkata, “Sesungguhnya Rasulullah sebelumnya telah menetapkan waktu di mana beliau akan mengirimkan utusan untuk menjemput zakat yang telah saya himpun ini . Rasulullah tidak mungkin ingkar janji. Utusan beliau tidak mungkin tidak datang kecuali disebabkan adanya sesuatu yang membuat beliau marah. Oleh sebab itu, mari kita menghadap kepada Rasulullah.”

Sementara itu, Rasulullah mengutus Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat dari kaum Harits. Namun, ketika baru berjalan beberapa lama, timbul perasaan takut dalam diri Walid, sehingga ia pun kembali pulang (ke Madinah). Sesampainya di hadapan Rasulullah itulah, ia lalu berkata, “Sesungguhnya Harits menolak untuk menyerahkan zakat yang dijanjjikannya, Bahkan ia juga bermaksud membunuh saya.”

Mendengar hal itu, Rasulullah segera mengirim utusan untuk menemui Harits. Ketika melihat utusan tersebut, Harits dan kaumnya dengan cepat menghampiri mereka seraya bertanya, “Ke mana kalian diutus?”

Utusan Rasulullah itu menjawab, “Kepadamu.”

Harits bertanya, “Kenapa?”

Mereka menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Walid bin Uqbah kepadamu. Akan tetapi, ia melaporkan bahwa engkau telah menolak menyerahkan zakat dan juga bermaksud membunuhnya.”

Dengan kaget, Harits menjawab, “Demi Allah yang mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran, saya sungguh tidak melihatnya dan ia tidak pernah mendatangi saya.”

Pada saat itu Harits menemu Rasulullah, beliau langsung berkata, “Apakah engkau menolak untuk menyerahkan zakatmu dan juga bermaksud membunuh utusan saya?”

Ia lalu menjawab, “Demi Zat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran, saya tidak pernah melakukannya.” Tidak lama berselang, turunlah ayat, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti,…” hingga ayat 8, “Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” Para perawi hadits ini adalah orang-orang terpercaya.

Imam ath-Thabrani juga meriwayatkan hal serupa dari Jabir bin Abdullah, Alqamah bin Najiyah, dan Ummu Salamah. Selain itu, Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari al-‘Ufi dari Ibnu Abbas.

Ayat 9, yaitu firman Allah ta’ala,

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Hujuraat: 9)

Sebab Turunnya Ayat

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa suatu ketika Rasulullah mengendariai keledainya menemui Abdullah bin Ubay. Abdullah bin Ubay lantas berkata, “Menjauhlah dari saya karena bau busuk keledaimu telah membuat saya tidak nyaman.”

Seorang laki-laki dari kalangan Anshar dengan cepat menjawab, “Demi Allah, sungguh bau keledai Rasulullah ini lebih wangi darimu.”

Mendengar ucapan laki-laki itu, seseorang yang berasal dari suku yang sama dengan Abdullah marah. Akibatnya, pertengkaran antara kedua kelompok tersebut tidak terhindari sehingga mereka saling pukul dengan menggunakan pelepah kurma, tangan, dan terompah. Tidak lama berselang, turunlah ayat ini. (494)

Sa’id bin Manshur dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Malik yang berkata, “Suatu hari, terjadi pertengkaran antara dua orang laki-laki muslim. Hal itu mengakibatkan kabilah yang satu ikut marah pada yang lain, demikian pula sebaliknya. Kedua kelompok itu pun lantas terlibat perkelahian massal dengan menggunakan tangan dan terompah. Allah lalu menurunkan ayat, ‘Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.'”

Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Ada seorang laki-laki Anshar bernama Imran. Ia memiliki seorang istri yang biasa dipanggil Ummu Zaid. Suatu hari, istrinya itu bermaksud mengunjungi salah seorang keluarganya, tetapi sang suami melarangnya dan mengurungnya di loteng rumah. Wanita itu lantas menginformasikan hal tersebut kepada kaumnya sehingga mereka langsung berdatangan untuk mengeluarkan dari tempat itu dan membawa pergi. Sang suami yang mengetahui hal itu lalu juga meminta bantuan kepada kaumnya. Keluarga dari pihak paman laki-laki itu pun lalu berdatangan dan mencoba untuk menghalangi wanita itu dari keluarganya. Akhirnya, kedua kelompok terlibat perkelahian dengan menggunakan pelepah kurma dan terompah. Berkenaan dengan mereka inilah turun ayat, ‘Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.” Rasulullah lantas mengirim utusan untuk mendamaikan kedua kelompok tersebut. Mereka akhirnya menyerahkan penyelesaiannya pada keputusan Allah.”

Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Hasan yang berkata, “Suatu ketika, terjadi pertikaian antara dua kelompok. Ketika mereka diseru kepada penyelesaian, mereka pun menolak. Sebagai responnya, turunlah ayat kesembilan ini.”

Dari Qatadah, diriwayatkan, “Diinformasikan kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang laki-laki Anshar yang di antara keduanya terjadi persengketaan dalam hak tertentu. Salah seorang dari mereka lalu berkata, ‘Sungguh saya akan merebutnya darimu, walaupun dengan kekerasan.’ Laki-laki yang kedua mencoba untuuk mengajaknya meminta keputusan kepada Rasulullah, tetapi ia menolaknya. Persengketaan itu terus berlangsung hingga akhirnya terjadi perkelahian di antara kedua pihak. Mereka pun saling memukul dengan tangan dan terompah. Untung saja perkelahian tersebut tidak berlanjut menggunakan pedang.”

Ayat 11, yaitu firman Allah ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (al-Hujuraat: 11)

Sebab Turunnya Ayat

Penulis kitab sunan yang empat meriwayatkan dari Abu Jabirah ibnudh-Dhahhak yang berkata, “Adakalanya seorang laki-laki memiliki dua atau tiga nama panggilan. Boleh jadi ia kemudian dipanggil dengan nama yang tidak disenanginya. Sebagai responsnya turunlah ayat, “…dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk…'” Imam at-Tirmidzi menyatakan bahwa riwayat ini berkualitas hasan. (495)

Imam al-Hakim dan lainnya juga meriwayatkan dari Abu Jabirah yang berkata, “Pada masa jahiliah dahulu, orang-orang biasa digelari dengan nama-nama tertentu. Suatu ketika, Rasulullah memanggil seorang laki-laki dengan gelarnya. Seseorang lalu berkata kepada beliau, “‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya gelar yang engkau sebut itu adalah yang tidak disenanginya.’ Allah lalu menurunkan ayat, ‘…dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk…'”

Dalam riwayat dari Imam Ahmad ang juga dari Abu Jabirah disebutkan, “Ayat ini turun berkenaan dengankami, Bani Salamah. Pada saat Nabi saw. sampai di Madinah, setiap laki-laki dari kami pasti memiliki dua atau tiga nama panggilan. Suatu ketika, Nabi saw. memanggil salah seorang dari mereka dengan nama tertentu. Orang-orang lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia marah dengan panggilan tersebut.’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.”

Ayat 12, yaitu firman Allah ta’ala,

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujuraat: 12)

Sebab Turunnya Ayat

Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Orang banyak menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salman al-Farisi. Suatu ketika, Salman memakan sesuatu kemudian tidur lalu mengorok. Seseorang yang mengetahui hal tersebut lantas menyebarkan perihal makan dan tidurnya Salman tadi kepada orang banyak. Akibatnya, turunlah ayat ini.”

Ayat 13, yaitu firman Allah ta’ala,

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (al-Hujuraat: 13)

Sebab Turunnya Ayat

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abi Malakah yang berkata, “Setelah pembebasan kota Mekah, Bilal naik ke atas Ka’bah lalu mengumandangkan azan. Melihat hal itu, sebagian orang lalu berkata, “Bagaimana mungkin budak hitam ini yang justru mengumandangkan azan di atas Ka’bah!’ Sebagian yang lain berkata (dengan nada mengejek), ‘Apakah Allah akan murka kalau bukan di ayang mengumandangkan azan?’ Allah lalu menurunkan ayat ini.”

Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dalam kitab al-Mubhamaat, “Saya menemukan tulisan tangan dari Ibnu Basykual yang menyebutkan bahwa Abu Bakar bin Abi Dawud meriwayatkan dalam kitab tafisrnya, ‘Ayat ini turun berkenaan dengan Abi Hindun. Suatu ketika, Rasulullah menyuruh Bani Bayadhah untuk menikahkan Abu Hindun ini dengan wanita dari suku mereka. Akan tetapi, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami akan menikahkan anak wanita kami dengan seorang budak.’ Sebagai responnya, turunlah ayat ini.'”

Ayat 17, yaitu firman Allah ta’ala,

“Mereka merasa telah memberi ni’mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi ni’mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan ni’mat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.”‘ (al-Hujuraat: 17)

Sebab Turunnya Ayat

Imam ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang baik dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa suatu ketika sekelompok Arab Badui datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami telah masuk Islam dan tidak memerangi engkau, sementara Bani Fulan tetap memerangi engkau.” Allah lalu menurunkan ayat ini.

Al-Bazzar meriwayatkan riwayat yang mirip dengan itu dari Said bin Jabir dari Ibnu Abbas. Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan hal yang sama dari al-Hasan, tetapi dengan tambahan keterangan bahwa hal itu terjadi pada saat berlangsungnya Fathu Makkah.

Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazi yang berkata, “Pada tahun kesembilan, sepuluh orang dari Bani Asad mendatangi Nabi saw. dan di antara mereka terdapat Thalhah bin Khuwailid. Sementara itu, Rasulullah tengah duduk di masjid bersama para sahabat. Setelah memberi salam kepada Rasulullah, juru bicara mereka lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah hamba dan utusan-Nya. Sekarang kami datang kepada engaku wahai Rasulullah padahal engkau tidak mengirim seorang pun untuk memanggil kami. Selain itu, kami juga menebarkan rasa aman pada orang-orang di sekitar kami.’ Allah lantas menurunkan ayat, ‘Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislamam mereka…'”

Said bin Manshur meriwayatkan dalam kitabnya dari Said bin Jabir yang berkata, “Beberapa orang laki-laki dari Bani Asad datang kepada Rasulullah. Mereka lalu berkata ‘Kami datang kepada engkau dengan tidak memerangi engkau.’ Sebagai responsnya, Allah menurunkan ayat, ‘Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka….'”

490. Shahih Bukhari, kitab al-Maghaaziy, hadits nomor 4367; Sunan at-Tirmidzi, kitab at-Tafsiir, hadits nomor 3266.

491. Hadits yang tidak menyebutkan rawi di tingkat sahabat, tetapi dari tabi’in langsung kepada Nabi saw..

492. Hadits yang sanadnya bersambung hingga ke Nabi saw. tanpa ada yang terputus rawinya.

493. Musnad Ahmad, jilid. 3, hlm. 488.

494. Shahih Bukhari, kitab as-Shulh, hadits nomor 2691, Shahih Muslim, kitab al-Jihad wa as-Siyar, hadits nomor 1799.

495. Sunan at-Tirmidzi, kitab at-Tafsiir, hadits nomor 3268 dan Sunan Abi Dawud, kitab al-Adaab, hadits nomor 4962.

Sumber: Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 520 – 531.