Belajar Dari ‘Asyura

Puasa Aysura

Bulan Muharram merupakan salah satu dari bulan-bulan dalam kalender Islam yang sangat dimuliakan Allah Ta’ala. Di dalamnya terdapat sunnah yang pahalanya begitu besar, yaitu puasa hari ke 9 dan/atau 10 di bulan ini, yang kita kenal dengan puasa ‘Asyura. Segala sesuatu yang disyari’atkan oleh Allah sudah pasti memiliki banyak hikmah dan kebaikan. Begitu juga dengan puasa ‘Asyura. Di antara hikmah/pelajaran yang dapat kita petik dari puasa ‘Asyura yaitu:

1. Puasa ‘Asyura merupakan salah satu bentuk perhatian kita terhadap kisah-kisah para nabi terdahulu. Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثاً يُفْتَرَى وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

2. Pentingnya mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quraan untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al-Qomar: 17)

Bahkan Allah Ta’ala mencela orang-orang yang tidak mau mentadabburinya.

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quraan ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad: 24)

3. Nabi Musa ‘alaihissalam berpuasa sebagai bentuk syukur beliau kepada Allah Ta’ala karena telah menyelamatkan beliau dari rezim Fir’aun dan atas tenggelamnya Fir’aun beserta bala tentaranya. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun juga meneladani beliau sebagaimana disebutkan dalam riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, bahwasanya ketika Rasulullah datang ke kota Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi pada saat itu sedang melaksanakan puasa ‘Asyura. Kemudian Rasulullah bersabda, “Hari apa yang kalian berpuasa pada saat ini?” Mereka menjawab, “Hari ini adalah hari yang agung di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya serta menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya, sehingga Nabi Musa berpuasa sebagai bentuk syukur kepada Allah, maka begitu juga kami berpuasa saat ini.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Kami (orang Islam) lebih berhak terhadap Musa dari pada kalian.” Maka, Rasulullah berpuasa saat itu dan memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Muslim No. 2714)

4. Puasa ‘Asyura menegaskan akan pentingnya mentauhidkan Allah, karena Tauhid merupakan prinsip dakwah seluruh nabi yang diutus. Karena tahuidnya pula lah Nabi Musa dan kaumnya yang beriman diselamatkan oleh Allah. Allah berfirman, “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):

“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya . Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (an-Nahl: 36)

5. Bahaya laten syirik kepada Allah, karena dengan sebab syirik ini pula Allah menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya. Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (az-Zumar: 65)

6. Janji Allah berupa kemuliaan bagi orang-orang yang bertaqwa serta ahli tauhid meskipun hidup mereka hanya sebentar. Sebaliknya balasan kehinaan bagi orang-orang kafir meskipun hidup mereka panjang.

7. Hakikat mengikuti para nabi yang sebenarnya adalah dengan senantiasa berada pada jalan dan petunjuk mereka, bukan dengan mengaku-ngaku atau menisbatkan diri kepada para nabi. Oleh karenanya Rasulullah saw ketika itu berkata kepada orang-orang Yahudi, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.”

8. Realisasi dari rasa syukur kita kepada Allah yaitu dengan ketaatan, bukan malah melakukan maksiat seperti yang dilakukan kebanyakan orang saat ini.

9. Setiap perayaan yang berhubungan dengan masalah agama harus sesuai dengan dalil-dalil syar’i, bukannya malah membuat perayaan-perayaan baru tentang agama yang tidak ada contohnya dari Rasulullah saw.

10. Puasa sunnah merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Di antara puasa sunnah tersebut adalah puasa ‘Asyura pada bulan Muharram, sebagaimana dalam hadits Rasulullah bersabda, ‘Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baik sholat setelah shalat wajib adalah shalat malam (tahajjud). (HR. Muslim)

11. Allah menjanjikan pahala yang sangat besar, keluasan rahmat dan maghfiroh-Nya bagi siap yang berpuasa pada hari ‘Asyura ini. Rasulullah bersabda, “… dan puasa ‘Asyura aku mengharap pada Allah agar diampuni dosa-dosa selama satu tahun yang lalu.” (HR. Muslim)

12. Menyelisihi/membedakan diri dari Yahudi dan Nasrani merupakan sesuatu yang urgen dalam akidah Islam, sehingga kita tidak boleh mengikuti agama dan adat kebiasaan mereka. Rasulullah bersabda, “…Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari mereka.” (HR. Ahmad, Abd bin Humaid dan Abu Dawud)

13. Perhatian para salaf terhadap pendidikan anak-anak mereka terutama dalam masalah ketaatan beribadah seperti puasa. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz; dia berkata, “Rasulullah mengutus untuk mengumumkan pada pagi hari asyura’ di wilayah kaum Anshar yang berada di sekitar kota Madinah.

من كان أصبح صائما فليتمّ صومه ومن كان أصبح مفطرا فليتمّ بقية يومه

‘Barang siapa yang pagi hari ini berpuasa, hendaklah menyelesaikannya. Barang siapa yang tidak berpuasa, hendaknya menahan (makan dan minum) sampai malam.’

Setelah adanya pengumuman itu, kami berpuasa dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan puasa. Kami juga mengajak mereka ke masjid dan memberikan mereka mainan dari kulit (wol). Jika mereka menangis karena lapar, kami menyodorkan mainan sampai waktu berbuka puasa tiba.” (HR Bukhari dan Muslim)

Nabi Ibrahim juga sangat perhatian terhadap anak keturunannya sebagaimana dalam firman Allah,

“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah berhala-berhala.” (Ibrohim: 35).

Begitu pula dengan doa hamba-hamba Allah dalam firman-Nya,

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqon: 74)

14. Dalam hadits Rubayyi’ di atas terdapat syari’at untuk melatih anak-anak berpuasa. Karena yang disebutkan dalam hadits bahwa anak-anak diperintahkan untuk berpuasa maksudnya bukan sebagai bentuk kewajiban atau pembebanan, tetapi sebagai bentuk pelatihan. Sebagaimana Ibnu Hajar dan Imam An-Nawawi bahwa dalam hadits tersebut ada pendidikan bertahap untuk membiasakan anak melakukan hal-hal sunnah sampai waktunya mereka dibebani kewajiban-kewajiban.

15. Pentingnya memberikan permainan kepada anak dengan sesuatu yang mempunyai manfaat bagi dunia dan agama, serta mendidik dan membiasakan mereka dengan ketaatan-ketaatan.

Diterjemahkan dengan sedikit editing oleh tim redaksi alislamu.com dari tulisan Prof. Dr. Asim bin Abdullah Qaryouti