Lima Negara Rancang Transisi Kekuasaan Suriah

Islamabad (SI ONLINE) – Seusai Konferensi Tingkat Tinggi D-8 di Islamabad, Lima negara berpenduduk mayoritas Muslim, yaitu Indonesia, Iran, Mesir, Turki dan Pakistan berhasil merancang suatu transisi kekuasaan bagi Suriah. Para pemimpin negara yang hadir dalam pertemuan khusus itu adalah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden Pakistan Asif Ali Zardari, dan Wakil Presiden Mesir Mahmud Mekki. Presiden Mesir Mohammad Moursi batal hadir karena tengah mengawasi gencatan senjata Palestina.

Kesepakatan tercapai pada Kamis (22/11) yang pada intinya mencakup tiga hal, yaitu pertama, kekerasan dan pertumpahan darah di Suriah harus segera dihentikan. Indonesia siap mengirimkan pasukan penjaga perdamaian setelah terjadi gencatan senjata. Kedua, perlu mengirimkan bantuan kemanusaian dan Indonesia siap menggalang kerjasama tersebut. Ketiga, harus ada transisi kekuasaan, transisi politik menuju terbentuknya pemerintahan yang baru.

Transisi kekuasan ini getol diusulkan oleh Presiden SBY : “Perlunya pemerintahan transisi di Suriah untuk terciptanya perdamaian dan berhentinya pertumpahan darah. Kalau dibiarkan konflik ini berkepanjangan, antara pemerintahan Presiden Bashir al Assad dan pihak oposisi, maka eksistensi Suriah akan terancam. Kami tidak ingin itu terjadi. Kami sepakat untuk melakukan terobosan ini bukan untuk mengambil alih upaya yang sedang dilakukan pihak lain. Ini adalah niat baik untuk mencari solusi,” ujar SBY seperti dikutip situs Berita Satu.

Sementara, Presiden Suriah, Bashar Al Assad, mengatakan masa depannya hanya dapat ditentukan melalui kotak suara, dan menyebut negaranya bisa menghadapi perang yang berkepanjangan. Bashar mengatakan hal itu pada wawancara dengan televisi Rusia, Russia Today .

“Ini bukan tentang apa yang kita dengar. Ini adalah tentang apa yang dapat kita lakukan dengan kotak suara. Dan kotak suara akan menentukan apakah presiden harus bertahan atau pergi, sangat sederhana,” kata al Assad, dalam bahasa Inggris.

Dalam wawancara televisi Rusia di Damaskus itu, Bashar juga membantah Suriah dalam kondisi perang saudara, namun mengatakan bahwa konflik yang terjadi dengan para pemberontak bisa menjadi perang berkepanjangan, jika mereka terus menerima dukungan dari luar negeri.