Hidayatullah.com–Rakyat Norwegia tidak akan melupakan tragedi berdarah pada 22 Juli 2012. Saat itu ekstrimis sayap kanan Anders Behring Breivik memasang bom dekat gedung pemerintahan di Oslo. Ledakan itu menewaskan delapan orang. Kemudian Breivik melakukan perjalanan ke Pulau Utoeya, tempat dimana sayap muda Partai Buruh menggelar perkemahan musim panas.
Di sana, Breivik menembaki peserta, menewaskan 69 orang. Sebagian besar remaja dan yang termuda baru saja merayakan ulang tahun ke-14.
Untuk memperingatai setahun pembantaian itu, sejumlah acara digelar di sekitar Oslo, terutama di lokasi dua serang tersebut. Pembantaian ini adalah kejadian terburuk yang dialami negara di Skandinavia itu, selepas Perang Dunia Kedua.
Doa bersama juga diselenggarakan di bagian paling selatan negara itu, di Svalbard, sekitar 1.100 kilometer dari Kutub Utara.
Perdana Menteri Jens Stoltenberg yang merespon sesaat setelah kejadian itu berlangsung, bersumpah untuk menjadikan Norwegia menjadi negara yang lebih demokratis, terbuka dan manusiawi namun tidak naif.
Pemimpin Partai Buruh meletakkan karangan bunga di tempat kejadian pada pukul 9.30 pagi waktu setempat, sebelum menghadiri misa yang juga diikuti Raja dan Ratu di katederal.
Selama beberapa pekan terakhir lokasi kejadian dibanjiri karangan bunga, yang ditinggalkan oleh mereka yang berduka.
Pada pukul 2.10 siang, perdana menteri berpidato di depan sayap muda Partai Buruh, kemudian bertemu dengan keluarga korban.
Kemudian meletakkan karangan bunga kedua di Pulau Utoeya, pada pukul 6.45, waktu dimana Breivik berhasil ditangkap, setelah selama lebih satu jam menembaki peserta perkemahan.
Saeperti dilansir AFP, Stoltenberg menghadiri konser yang diselenggarakan untuk memperingati korban di balai kota Oslo. Konser menghadirkan musisi Norwegia, dimulai pada pukul 8 malam.
Hingga kini, Breivik mengaku tidak bersalah atas tindakannya membunuh 77 warga serta melukai 242 lainnya. Breivik justeru merasa menjadi pahlawan dengan menyelamatkan Eropa dari ancaman gelombang imigran, yang akan melakukan invasi terhadap negeri yang mereka klaim sebagai negeri Kristen itu. Tindakan Breivik membantai para pemuda, termasuk korban sebagian besar Muslim, karena dianggap menjadi ancaman.*