Larangan Menyuruh Seseorang Beranjak dari Tempat Duduknya

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, ia berkata, “Nabi saw. pernah melarang seorang laki-laki menyuruh saudaranya bangkit dari tempat duduknya lalu iapun duduk disitu,” (HR Bukhari [911] dan Muslim [2177]).

Dalam riwayat lain tercantum, “Akan tetapi lapangkan dan perluaslah.”

Dalam riwayat lain, “Jika seseorang berdiri dari tempat duduknya dan mempersilahkan Ibnu Umar duduk, ia tidak akan duduk di tempat tersebut.”

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian menyuruh saudaranya bangkit dari tempatnya pada hari Jum’at lalu ia duduk di tempat tersebut. Akan tetapi hendaklah ia katakan berlapanglah,” (HR Muslim [2178]).

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya menyuruh seseorang untuk bangkit dari tempatnya lalu duduk di tempat tersebut.
  2. Ucapan yang sunnah dalam meminta agar majelis dilapangkan, tafassahu yafsahu lakum.
  3. Sebagian ulama berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar r.a, dikarenakan kewaraannya.

    Saya katakan, “Ia lakukan bukan karena itu, tetapi untuk menghindari larangan yang berhukum haram. Sebab walaupun ia tidak menyuruh orang tersebut berdiri, tatapi ia berdiri dengan kerealaannya, sesungguhnya duduk di tempat tersebut berarti membantu orang tersebut untuk berbuat dosa dan permusuhan. Jadi Ibnu Umar berusaha menutup pintu ini , karena apa saja yang menjurus kepada perbuatan haram maka hukumnya juga haram.”

    Di sisi lain, mungkin orang tersebut melakukannya karena perasaan malu bukan kerelaan dari dirinya. Dengan demikian duduk di tempat tersebut dapat merusak hati dan tidak duduk di tempat itu dalam menutup was-was syaitan dan perkara yang lain yang tidak diinginkan yang mungkin akan muncul dalam majelis. Jadi duduk di tempat orang yang bangkit dapat menyebabkan munculnya perkara ini.

    Dengan alasan ini, kita dapat ketahui bahwa Ibnu Umar r.a, melakukannya karena berpegang dan menjelaskan sunnah dan seseorang lebih berhak terhadap tempat duduknya daripada orang lain. Hal ini ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bangkit dari tempat duduknya kemudian kembali ke tempat tersebut maka ia lebih berhak terhadap tempat tersebut,” (HR Muslim [2179]).

    Apabila ia lebih berhak terhadap tempat tersebut setelah ia kembali, maka ia lebih berhak lagi sebelum ia bangkit.

  4. Larangan ini tidak dikhususkan hanya pada hari Jum’at saja sebagaimana zhahir hadits Jabir. Bahkan larangan ini mencakup semua majelis. Oleh karena itu Nafi’ berkata dalam Hadits Ibnu Umar r.a, ketika ditanya, “Apakah untuk hari Jum’at?” Ia menjawab, “Untuk hari Jum’at dan lainnya.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/330-331.

Baca Juga