Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwasanya Nabi saw. bersabda, “Apabila telah masuk sepuluh hari Dzulhijjah sementara ada diantara kalian yang ingin berkurban maka janganlah ia memotong rambut dan permukaan kulitnya (bulu) sedikitpun,” (HR Muslim [1977]).
Kandungan Bab:
- Barangsiapa yang sudah berkewajiban berkurban dan telah melihat bulan Dzulhijjah, maka haramnya baginya menghilangkan rambutnya dengan mencukur, memotong, mencabut, membakar dan mencurkurnya dengan pisau silet dan lainnya. Dan diharamkan pula memotong kuku, mematahkan atau dengan cara lainnya.
Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authar (V/201), “Konteks hadits berpihak pada pendapat yang mengatakan haram.”
- Hukum tersebut mencakup semua rambut yang terdapat pada tubuh, bulu ketiak, kumis, bulu kemaluan dan rambut kepala.
- Sebagian ulama berkata, “Hikmah dibalik larangan tersebut agar seluruh anggota badan dapat dibebaskan dari api nerak.” Ada juga yang berpendapat, “Karena mirip seorang yang sedang melakukan ihram.” Pendapat pertama lebih kuat, wallahua’lam.
- Ibadah ini sudah sepantasnya untuk dihidupkan dan dilaksanakan kembali. Sebab ibadah ini termasuk salah satu sunnah yang sudah banyak ditinggalkan orang. Diantaranya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Amr bin Muslim bin Ammar al-Laitsi, ia berkata, “Kami berada di tempat pemandian sebelum Idul Adha. Pada saat itu orang-orang mencukur bulu kemaluannya. Beberapa orang yang ada di dalam pemandian tersebut berkata, ‘Sesungguhnya Sa’id Musayyib membenci dan melarang perbuatan ini.’ Kemudian aku bertemu dengan Sa’ad bin Musayyib dan aku ceritakan kepadanya tentang perkara itu, lalu ia berkata, ‘Wahai keponakanku hadits ini sudah banyak terlupakan dan ditinggalkan.’ Lalu ia menyebutkan hadits tersebut.”
- Sebagian ulama berhujjah dengan sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa yang mau menyembelih kurban.” Bahwa hukum menyembelih hewan kurban tidaklah wajib. Tentunya hal ini suatu kekeliruan yang tidak diragukan lagi.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/153-154.