Diriwayatkan dari Fathimah binti Qais r.a, bahwa Abu Ammr bin Hafs mentalaknya dengan talak tiga, sementara Abu Amr sedang tidak ada di rumah. Abu Amr mengirim utusannya kepada Fathimah dengan membawa gandum. Namun Fathimah marah kepadanya. Abu Amr berkata, “Demi Allah engkau tidak punya hak sedikit pun atas kami.”
Maka Fathimah pun datang menemuui Rasulullah saw. dan menyampaikan perkataan Abu Amr tadi. Rasulullah saw. berkata, “Engkau tidak punyak hak nafkah yang wajib dipenuhinya.”
Lalu Rasulullah saw. memerintahkannya supaya menjalani masa iddah di rumah Ummu Syarik, kemudian Rasulullah saw. berkata, “Akan tetapi wanita itu sering dikunjungi oleh sahabat-sahabatku. Beriddahlah di rumah Ibnu Ummi Maktum. Ia adalah seorang yang buta dan engkau dapat melepaskan pakaianmu. Dan kabarilah aku jika masa iddahmu sudah selesai.”
Kandungan Bab:
- Isteri yang telah ditalak tiga tidak halal bagi suaminya yang telah mentalaknya sehingga ia menikah dengan laki-laki lain. Dan tidak ada hak nafkah dan tempat tinggal untuknya (yakni untuk si isteri).
- Dikecualikan isteri yang sedang hamil, ia berhak menerima nafkah berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Tidak ada nafkah bagimu kecuali engkau dalam keadaan hamil,” (Shahih, HR Abu Dawud [2290]).
- Hadits Fathimah binti Qais ini digugat oleh sebagian orang dengan alasan bertentangan dengan zhahir al-Qur’an. Akan tetapi Ibnul-Qayyim al-Jauziyah telah membantah alasan tersebut dalam sebuah pembahasan yang sangat apik dalam kitabnya Zaadul Ma’aad (V/522-542). Andaikata tidak terlalu panjang pasti aku nukil disini. Akan tetapi silahkan merujuk ke buku aslinya karena pembahasan tersebut sangat bagus.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/95-96.