Allah berfirman, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka; kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada mereka dari bekas sujud. Demikian sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah ia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar, (Al-Fath: 29).
Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah mencaci sahabatku, sekiranya kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak akan menyamai infak satu mudd (setara dua genggam laki-laki) dari mereka maupuan setengahnya!” (HR Bukhari [3674] dan Muslim [2541]).
Dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mencaci sahabatku maka atasnya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia,” (Hasan, lihat Shahih al Jam’i ash-Shaghir [6285]).
Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Allah melaknat siapa saja yagn mencaci sahabatku,” ((Hasan, lihat Shahih al Jam’i ash-Shaghir [5111]).
Kandungan Bab:
- Haram hukum mencaci sahabat-sahabat Rasulullah saw. dan melecehkan mereka karena mereka adalah sebaik-baik manusi setelah Rasulullah saw. Allah SWT telah memuji mereka dalam Kitab-Nya demikian juga Rasul-Nya dalam hadits-hadits beliau.
- Barangsiapa melecehkan salah seorang sahabat Nabi maka dia adalah seorang zindiq.
Dari Ahmad bin Muhammad bin Sulaiman at-Tustari, ia berkata, “Aku mendengar Abu Zur’ah mengatakan, ‘Jika engkau melihat seseorang melecehkan salah seorang sahabat Nabi, maka ketahuilah bahwa dia itu zindiq. Karena kita tahu bahwa Rasulullah saw. itu haq, al-Qur’an itu haq dan sesungguhnya yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah kepada kita adalah para sahabat Rasulullah. Sesungguhnya mereka ingin meburuk-burukkan para saksi kita untuk menolak al-Qur’an dan as-Sunnah, padahal merekalah yang pantas disebut buruk karena mereka adalah zindiq’,” (Shahih, HR al-Khatib dalam al-Kifayah, hal. 48).
- Dalam pandangan kaum Syi’ah, seluruh sahabat adalah murtad kecuali tiga atau tujuh orang. Buku-buku pengangan kaum syi’ah seperti al-Kaafi, al-Bihaar, al-Ikhtishaash, dan Rijal al-Kisysyi penuh dengan cacian, makian, laknat dan pengkafiran terhadap para sahabat, mereka hanya mengecualikan tiga orang saja, yaitu al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzarr al-Ghifari dan Salman al-Farisi.
Al-Kulaini meriwayatkan dalam kitab al-Kaafi dari Hamran bin A’yana, ia berkata, “Aku bertanya kepada Abu Ja’far, ‘Aku menjad penebus untuk dirimu, betapa sedikit jumlah kita, sekiranya kita berkumpul untuk memakan seekor kambing niscaya kita tidak akan sanggup menghabiskannya.’ Abu Ja’far menimpali, ‘Maukah kamu aku beritahu tentang perkara yang lebih mengherankan dari itu? Sesungguhnya kaum muhajirin dan Anshar telah keluar murtad dari Islam semuanya kecuali tiga orang -ia mengisyaratkannya dengan jari tangannya-‘.”
Penyebutan nama ketiga sahabat itu dicantumkan dalam beberapa riwayat dari kaum syi’ah. Dari Abu Ja’far bahwasanya para sahabat sepeninggal Rasulullah saw. banyak yang murtad kecuali tiga orang. Aku bertanya, “Siapakah tiga orang itu?” ia menjawab, “Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi rahmatullah ‘alaihim wa barakatuhu. Kemudian tidak lama lagi orang-orang pasti mengetahuinya.” (lihat Syarh al-Kaafi [XII/321-322]).
Dari al-Fudhail bin Yasar dari Abu Ja’far, ia berkata, “Sesungguhnya setelah Rasulullah saw. wafat para sahabat kembali menjadi ahli jahiliyyah kecuali empat orang, yaitu Ali, al-Miqdad, Salman dan Abu Dzar.”
Aku bertanya, “Bagaimana dengan Ammar bin Yasir?” Ia menjawab, “Jika yang engkau maksud adala orang-orang yang tidak tercemari dengan kejahiliyahan maka mereka adalah tiga orang itu,” (lihat al-Burhan [1/319]).
Mereka yang dikenal jumlahnya empat orang, kalau ditotal yang selamat dari kemurtadan -dalam buku-buku syi’ah- jumlahnya hanya tujuh orang. Dalam kitab Rijalul Kisysyi diriwayatkan dari Abu Ja’far bahwa ia berkata, “Para sahabat seluruhnya murtad kecuali tiga orang, yakni Salman, Abu Dzar dan al-Miqdad.” Aku bertanya, “Bagaimana dengan Ammar bin Yasir? Ia menjawab, “Ammar telah melakukan satu penentangan kemudian ia kembali.” Abu Ja’far melanjutkan perkataannya, “Jika yang engkau maksud adalah orang-orang yang tidak diragukan lagi dan tidak tercemar dengan sesuatu pun maka ia adalah Miqdad. Adapun Salman, merasuk ke dalam hatinya sesuatu keraguan bahwa amirul mukminin (yakni Ali) disokong oleh Asma’ Allah yang Mahaagung, sekiranya ia mengucapkannya niscaya bumi akan menenggelamkan mereka, seperti ini, “Ia memperagakannya dengan mengalungkan bajunya ke leher dan memukul lehernya dengang tangan dan pisau lalu dibiarkan tergantung seperti serigala. Lalu amirul mukminin berpapasan dengannya dan berkata, ‘Wahai Abu Abdillah, ini adalah balasannya, berbai’atlah!’ maka Salman pun berbai’at. Adapun Abu Dzar, amirul mukminin memerintahkannya supaya diam. Namun dia adalah orang yang tidak takut celaan orang dalam membela agama Allah, ia pun tidak mau mengikuti perintah beliau dan berbicara. Lalu Utsman mencekal dan membuangnya, kemudian orang-orang bertaubah setelah itu, orang pertama yang bertaubat adalah Abu Sasan al-Anshari, Abu Amrah dan Syatirah. Totoal jumlahnya adalh tujuh orang tidak ada yang mengetahi hak amirul mukminin kecuali tujuh orang tadi,” (lihat Lihat Rijalul Kisysyi [11-12]).
Syi’ah memfokuskan serangan mereka kepada Abu Bakar dan Umar r.a. Dalam Raudhatul Kaafi disebutkan, “Kedua Syaikh ini (yakni Abu Bakar dan Umar) mati dalam keadaan belum bertaubat. Mereka berdua tidak ingat apa yang telah mereka lakukan terhadap amirul mukminin. Semoga laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia atas mereka berdua.”
Syaikh mereka, yakni Nikmatullah al-Jazairi berkata, “Telah dinukil riwayat-riwayat khusus bahwa syaitan akan dibelunggu dengan tujuh puluh belenggu dari besi jahannam. Lalu digiring ke padang mahsyar lalu terlihat seorang laki-laki di depannya digiring oleh malaikat adzab. Lehernya dibelenggu dengan seratus dua puluh belenggu dari belenggu jahannam. Syaitan mendekatinya dan berkata, “Apakah yang telah dilakukan oleh orang celaka ini sehingga adzabnya dilebihkan atas diriku? Adapun aku telah menyesatkan manusia dan menggiring mereka kepada kebinasaan?’ Maka Umar berkata kepada syaitan, ‘Aku tidak melakukan kesalahan apa-apa hanya saja aku telah merampas khilafah Ali bin Abi Thalib r.a.” (Lihat al-Anwar an-Nu’maniyah [I/81-82])
Setelah memwakan riwayat itu ia mengomentarinya, “Zhahirnya, ia menganggap sedikit penyebab celaka dirinya dan tambahan adzab baginya, ia tidak sadar bahwa kekufuran, kemunafikan, kejahatan orang-orang aniaya dan kezhaliman yang terjadi di dunia sampai hari kiamat adalah disebabkan perbuatannya.” (Lihat al-Anwar an-Nu’maniyah [I/82])
Ia berkomentar tentang Abu Bakar r.a, “Telah dinukil dalam khabar-khabar bahwa khalifah pertama (yakni Abu Bakar) dahulu bersama Nabi saw. dengan membawa berhala yang dahulu disembahnya pada zaman Jahiliyyah digantungkannya dengan benang di lehernya dan ditutupi dengan kainnya. Ketika ia sujud, maka tujuan sujudnya adalah kepada berhalanya. Demikianlah ia lakukan hingga Rasulullah saw. wafat. Lalu mereka menampakkan apa yang dahulu mereka sembunyikan dalam hati,” (Lihat al-Anwar an-Nu’maniyah [I/111]).
Barangsiapa menuduh para sahabat telah murtad maka tidak diragukan lagi ia adalah kafir dan zindiq. Seperti yang telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab ash-Sharimul Maslul, hal. 586-587, “Barangsiapa menuduh para sahabat telah murtad sepeninggal Rasulullah saw. kecuali segelintir sahabat saja yang jumlahnya tidak lebih dari belasan orang atau menuduh mereka semua telah fasiq, maka tidak diragukan lagi kekafirannya. Karena ia telah mendustakan nash al-Qur’an dalam banyak ayat bahwa Allah telah meridhai dan memuji mereka. Bahkan orang yang ragu atas kekufuran orang semacam ini maka ia pun jelas kekafirannya. Karena tuduhan itu hakekatnya menuduh penukil-penukil al-Qur’an dan as-Sunnah adalah orang-orang fasiq dan bahwasanya ayat ini, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,” (Ali Imran: 110) dan umat yang terbaik adalah generasi awal, mereka seluruhnya adalah orang-orang kafir dan fasiq. Intinya, ummat ini adalah umat yang paling buruk dan yang terburuk adalah generasi terdahulu umat ini. Kekafiran orang yang beranggapan seperti ini sudah sangat dimaklumi dalam Islam. Oleh sebab itu, kalian bisa lihat kebanyakan orang-orang yang melontarkan perkataan-perkataan seperti itu kedapatan bahwa ia adalah seorang zindiq.”
Al-Hafid ibnu Katsir menjelaskan dalam Tafsir al-Qur’an al-Adzhim (IV/219) berkaitan dengan firman Allah, “Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)…(Al-Fath: 29).
Beliau berkata, “Ayat ini lah yang diangkat oleh Imam Malik dalam sebuah riwayat bleiau untuk mengkafirkan kaum syi’ah rafidhah yang membenci para sahabat. Imam Malik berkata, ‘Karena para sahabat membuat jengkel hati orang-orang syi’ah. Barangsiapa yang jengkel terhadap para sahabat, maka ia kafir berdasarkan ayat ini. Sebagian ulama menyepakati hal ini.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/579-584.