Larangan Melakukan Perdamaian Berisi Kezhaliman

Dari ‘Aisyah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengada-ada dalam agama kami yang bukan termasuk darinya, maka ia tertolak.”

Dari Zaid bin Khalid al-Juhani dan Abu Hurairah r.a, mereka berdua berkata, Seorang Arab Badui datang dan berkata, “Wahai Rasulullah, putuskanlah perkara kami menurut Kitabullah!” Lawannya mengatakan, “Benar, putuskanlah perkara kami menurut Kitabullah!” Arab Badui itu berkata, “Sesungguhnya anakku bekerja sebagai pegawai upahan orang ini, lalu ia berzina dengan isterinya. Mereka berkata kepadaku, ‘Anakmu itu harus dirajam.’ Lalu aku tebus anakku itu dengan seratus ekor kambing dan seorang budak wanita. Kemudian aku bertanya kepada ahli ilmu, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya anakmu itu harus dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu setahun’.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Aku akan putuskan perkara kalian menurut Kitabullah. Adapun budak wanita dan kambing dikembalikan kepadamu. Sedang anakmu harus dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. Adapun engkau wahai Unais -yaitu nama seorang laki-laki- datangilah istri orang ini dan rajamlah dia.”

Lalu Unais pergi mendatanginya lalu merajamnya. (HR Bukhari [2695] dan [2696]).

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Perdamaian itu sah dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal,” (Hasan, HR Abu Dawud [3594], Ahmad [II/366], ad-Daraquthni [III/27], al-Hakim [IV/49], al-Baihaqi [VI/64], Ibnu Hibban [9091]).

Kandungan Bab:

  1. Perdamaian yang berisi kerusakan secara otomatis batal, apa yang telah diambil berdasarkan perdamaian itu harus dikembalikan lagi. 
  2. Larangan mengadakan perdamaian berisi kezhaliman, dalilnya adalah sabda Nabi, “Adapun budak wanita dan kambing dikembalikan kepadamu.”

    Sabda Nabi ini berkaitan tentang hukuman yang dikenakan terhadap seorang pegawai dalam proses perdamaian. Perdamaian ini merubah hukum Allah dan yang demikian itu tidak dibolehkan dalam syariat karena termasuk kezhaliman.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/437-438.

Baca Juga