Larangan dalam Perkara Hutang

Dari ‘Aisyah r.a. isteri Nabi saw, bahwa Rasulullah saw. sering berdo’a dalam shalat, “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, aku juga berlindung kepada-Mu dari kejahatan Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan lilitan hutang.” Ada seorang yang bertanya kepada beliau, “Mengapa Anda sering kali berlindung kepada Allah dari lilitan hutang?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya apabila seseorang terlilit hutang, maka bila berbicara ia akan berdusta dan bila berjanji ia akan pungkiri,” (HR Bukhari [832] dan Muslim [589]).

Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah saw. berdiri di hadapan mereka dan berbicara, “Sesungguhnya jihad fi sabilillah dan iman kepada Allah adalah amal yang paling utama.” Bangkitlah seorang laki-laki dan berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu bila kau gugur fi sabilillah apakah dosa-dosaku akan terhapus?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur fi sabilillah sedang engkau sabar dan mengharap pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri.” Kemudian Rasulullah saw. berkata kepadanya, “Apa yang engkau katakan tadi?” Ia mengulanginya, “Bagaimana menurutmu bila aku gugur fi sabilillah apakah dosa-dosaku akan terhapus?” Rasulullah menjawab, “Ya, asalkan engkau gugur fi sabilillah sedang engkau sabar dan mengharap pahala, maju ke medan perang dan tidak melarikan diri kecuali hutang. Sesungguhnya begitulah Malaikat Jibril menyampaikannya kepadaku tadi,” (HR Muslim [1885]).

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bi al-‘Ash r.a, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang mati syahid diampuni segala dosanya kecuali hutang,” (HR Muslim [1886]).

Dari Muhammad bin ‘Abdullah bin Jahsy r.a, ia berkata, “Pada suatu hari kami duduk bersama Raasulullah saw. sedang menguburkan jenazah. Beliau menengadahkan kepala beliau ke langit kemudian menepukkan dahi beliau dengan telapak tangan sembari berkata, ‘Subhaanallah, betapa berat ancaman yang diturunkan.’ Kami diam saja namun sesungguhnya terkejut. Keesokan harinya aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, ancaman berat apakah yang turun?’ Beliau menjawab, ‘Demi Allah jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang laki-laki terbunuh fi sabilillah kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia punya hutang, maka ia tidak akan masuk Surga hingga terlunasi hutangnya’,” (Hasan, HR an-Nasa’i [VII/314-315], Ahmad [V/289-290], al-Hakim [II/25], al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [2145]).

Dari Samurah r.a, ia berkata, “Kami bersama Rasulullah saw. menguburkan jenazah, beliau bersabda, ‘Adakah seseorang dari Bani Fulan di sini?’ Beliau mengulanginya tiga kali. Lalu bangkitlah seorang laki-laki. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah yang menghalangimu untuk menjawab seruanku pada kali yang pertama dan kedua? Adapun aku tidak menyebutkan sesuatu kepadamu melainkan kebaikan. Sesungguhnya Fulan -seorang laki-laki dari kalangan mereka yang sudah mati- tertawan (tertahan) karena hutangnya’,” (Shahih, HR Abu Dawud [3341], an-Nasa’i [VII/315], al-Hakim [II/25-26], Ahmad [V/11, 13 dan 20) dan al-Baihaqi [VI/76]).

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jiwa seorang mukmin tertahan karena hutangnya hingga dilunasi,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [1078 dan 1079], Ibnu Majah [2413], Ahmad [II/440, 475 dan 508], ad-Darimi [II/262] dan al-Baghawi [2147]).

Dari Jabir bin ‘Abdillah r.a, ia berkata, “Seorang laki-laki mati dan kami pun memandikan jenazahnya, lalu kami mengafaninya dan memberi wangi-wangian. Kemudian kami letakkan untuk dishalatkan oleh Rasulullah saw. di tempat khusus jenazah Maqam Jibril. Kemudian adzan shalat pun berkumandang. Beliau pun datang bersama kami dengan melangkah pelan kemudian berkata, ‘Barangkali rekan kalian ini punya hutang?’ Mereka menjawab, ‘Ya, dua dinar!’ Maka Rasulullah pun mundur, beliau berkata, ‘Shalatkanlah rekan kalian ini.’ Lalu berkatalah salah seorang dari kami bernama Abu Qatadah, ‘Wahai Rasulullah hutangnya yang dua dinar itu atas tanggunganku!’

Maka Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Hutang itu menjadi tanggunganmu? Tertanggung dari hartamu? Dan si mayit terlepas daripadanya?’

Abu Qatadah menjawab, ‘Ya!’ Maka Rasulullah saw. pun menshalatinya dan setiapu kali Rasulullah bertemu dengan Abu Qatadah beliau selalu berkata, ‘Apakah hutang dua dinar itu telah engkau lunasi? Hingga pada akhirnya Abu Qatadah mengatakan, ‘Aku telah melunasinya wahai Rasulullah.’ Maka Rasulullah berkata, ‘Sekarang barulah segar kulitnya’!” (Shahih, HR Ahmad [III/330], al-Hakim [II/58] dan al-Baihaqi [VI/74-75]).

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra, bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian menakuti-nakuti diri kalian setelah mendapatkan keamanan!” Mereka bertanya, “Bagaimana itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Yaitu dengan hutang,” (Hasan, HR Ahmad [IV/146 dan 154], Abu Ya’la [1739], al-Hakim [II/26], al-Baihaqi [V/355], al-Bukhari dalam Tarikh al-Kabiir [III/2/430]).

Dari Tsuban Maula Rasulullah dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Apabila ruh berpisah dari jasad sedang ia terbebas dari tiga perkara niscaya masuk Syurga, yaitu dari kesombongan, ghulul dan hutang,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [1573], Ibnu Majah [2412], Ahmad [V/276, 281 dan 282] Al-Hakim [II/26], al-Baihaqi [V/355 dan IX/101-102]).

Kandungan Bab:

  1. Peringatan keras tentang perkara hutang. Hutang adalah kesusahan pada malam hari, kehinaan pada siang hari dan penghalang masuk surga. 
  2. Boleh melunasi hutang orang yang sudah mati oleh selain anak-anaknya. 
  3. Barangsiapa mati sebelum melunasi hutangnya bukan karena kelalaiannya, misalnya ia adalah orang yang kesulitan atau tiba-tiba ajalnya datang padahal dalam hatinya ia berniat melunasi hutangnya, namun ia belum sempat melunasinya, maka Allah akan menjamin pelunasannya. Dalilnya adalah dua hadits berikut ini:
    1. Hadits Abu Hurairah r.a. secara marfu’, “Barangsiapa meminjam harta orang lain dengan niat akan mengembalikannya, maka Allah akan menolongnya untuk mengembalikannya,” (HR Bukhari [2387]). 
    2. Hadits Maimunah ra secara marfu’, “Tiada seorang pun yang berhutang lalu Allah mengetahui bahwa ia berniat melunasinya melainkan Allah akan menolongnya untuk melunasinya di dunia,” (Shahih, HR an-Nasa’i [VII/315-316], Ibnu Majah [2408], Ahmad [VI/332], al-Hakim [II/23]). 
  4. Dengan demikian jelaslah bahwa peringatan keras tentang perkara hutang ini berlaku atas orang yang meminjam harta orang lain untuk melenyapkannya atau untuk memakannya dan tidak berniat mengembalikannya, wallaahu a’lam.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/335-339.

Baca Juga