Dari Abu Umamah al-Bahili r.a, ia berkata -setelah melihat alat-alat pertanian-, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah alat-alat ini (yakni alat pertanian) masuk ke dalam rumah satu kaum melainkan Allah akan memasukkan kehinaan ke dalamnya,” (HR Bukhari [2321]).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian mengambil dhai’ah sehingga kalian mencintai dunia,” (Shahih, HR at-Tirmidzi [2328], ath-Thayalisi [379], Ahmad [I/426 dan 443], al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [4035], al-Humaidi [144], al-Khathib al-Baghdadi [I/18], Ibnu Hibban [710], al-Hakim [IV/322], Abu Ya’la [5200]).
Kandungan Bab:
- Hadits ini bukanlah celaan terhadap usaha pertanian. Namun, celaan dalam hadits ini ditunjukkan kepada orang-orang yang disibukkan dengan pertanian dan perkebunan sehingga melalaikan kewajiban seperti jihad atau yang lainnya. Oleh sebab itu, Imam al-Bukhari menulis judul bab bagi hadits ini, “Bab: Peringatan Terhadap Akibat Buruk Terlalu Menyibukkan Diri dengan Alat-alat Kebun dan Pertanian atau Melampaui Batas yang Dianjurkan.”
Guru kami, yakni Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (I/42), “Sebagaimana dimaklumi, sikap melewati batas dalam mengejar usaha akan melalaikan pelakunya dari kewajibannya. Dan akan menyeretnya kepada cinta dunia, condong kepada dunia dan berpaling dari jihad seperti yang kita saksikan dari kebanyakan orang-orang kaya. Hal ini di kuatkan lagi oleh sabda Nabi saw, “Jika kalian berdagang dengan sistem ‘inah dan kalian telah disibukkan dengan mengikuti ekor sapi (membajak sawah) serta ridha dengan bercocok tanam, maka Allah timpakan kehinaan atas kalian dan tidak akan mencabut kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian.”
Kemudian beliau mengatakan (I/44), “Coba perhatikan, hadits ini menjelaskan apa yang masih disebutkan secara global dalam hadits Abu Umamah di atas. Disebutkan bahwa jatuhnya kehinaan bukan hanya karena bertani dan bersawah, namun karena terlalu condong kepadanya dan menyibukkan diri dengannya sehingga melalaikannya dari jihad fi sabilillah. Itulah yang dimaksud oleh hadits di atas. Adapun pertanian yang tidak disertai dengan perkara-perkara tersebut, maka itulah yang dimaksud dalam hadits-hadits yang berisi anjuran untuk bertani. Maka tidak ada pertentangan ataupun masalah.”
- Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari (V/5), “Zhahirnya, perkataan Abu Umamah ditujukan kepada orang-orang yang melakukannya langsung. Adapun orang-orang memiliki para pekerja yang bekerja untuknya lalu memasukkan alat-alat tersebut untuk menjaga mereka, maka bukan itu yang dimaksud dalam hadits. Dan mungkin juga dibawakan menurut kandungan umum hadits tersebut. Karena kehinaan meliputi setiap orang yang melibatkan dirinya pada perkara yang menyebabkan ia jatuh dalam tuntutan orang lain. Apalagi bila pihak yang menuntut itu adalah pengusaha.”
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/319-320.