Larangan Jual Beli Muzabanah dan Muhaqalah

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, bahwasanya Rasulullah saw. melarang jual beli muzabanah. Muzabanah adalah menjual kurma basah dengan kurma kering dalam bentuk takaran atau menjual kismis dengan anggur dalam bentuk takaran.

Masih dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, bahwa Rasulullah saw. melarang jual beli muzabanah. Ia berkata, “Muzabanah adalah menjual buah-buahan dengan takaran tertentu lalu berkata, ‘Jika bertambah (takarannya), maka itu untukku (dikembalikan) dan jika berkurang maka atas tanggunganku (ditambah)’.” (HR Bukhari [2172] dan Muslim [1543]).

Masih dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, bahwasanya Rasulullah saw. melarang muzabanah, yaitu seseorang menjual buah-buahan hasil kebunnya. Apabila kurma segar ditakar dengan kurma, anggur ditakar dengan kismis, bahan mentah ditakar dengan makanan. Rasulullah saw. melarang bentuk-bentuk jual beli seperti itu,” (HR Bukhari [2205] dan Muslim [2542]).

Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a, bahwasanya Rasulullah saw. melarang diri praktek muzabanah dan muhaqalah. Muzaabanah yakni membeli buah dengan kurma yang masih di atas pohon, (HR Bukhari [2186]).

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang jual beli muhaqalah dan muzabanah,” (HR Bukhari [2178]).

Dari Zaid Abu ‘Ayyasy bahwa ia bertanya kepada Sa’id bin Abi Waqqash r.a. tentang gandum berwarna putih dan lembut ditakar dengan sult. Sa’ad bertanya kepadanya, “Manakah yang lebih baik?” Ia menjawab, “Baidha’.”

Sa’ah melarangnya dan berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. ditanya tentang menakar kurma kering dengan ruthab (kurma segar), Rasulullah saw. bertanya, “Apakah ruthab berkurang apabila mengering?” mereka berkata, “Ya!” Maka Rasulullah saw. melarangnya,” (Shahih, HR Abu Dawud [3359], at-Tirmidzi [1225], an-Nasa’i [VII/269], Ibnu Majah [2264), Ahmad [I/175], Malik [II/624], ‘Abdurrazzaq [14185 dan 14186] al-Hakim [II/38-39], al-Baihaqi [V/294], al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [2068], Ibnu Hibban [4997]).

Dari Basyir bin Yasar Maula Bani haritsah bahwa Rafi’ bin Khadij dan Sahal bin Abi Hatsmah menceritakan kepadanya bahwasanya Rasulullah saw melarang muzabanah, yaitu menakar buah kurma segar dengan kurma kering. Kecuali ‘araya, karena Rasulullah saw membolehkannya, (HR Bukhari [2191] dan Muslim [1540]).

Dari Jabir bin ‘Abdillah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang praktek muhaqalah, muzabanah dan mukhabarah. Beliau juga melarang menjual buah sebelum terlihat baiknya dan tidak boleh dijual melainkan dengan uang dinar dan dirham, kecuali ‘araya,” (HR Muslim [1536]).

Atha’ berkata, “Jabir menjelaskan kepada kami, Adapun mukhabarah adalah tanah kosong yang diserahkan kepada orang lain untuk mengelola dan memodalinya kemudian ia mengambil sebahagian dari hasilnya. Jabir menjelaskan bahwa muzabanah adalah menakar ruthab (kurma basah) dengan kurma kering. Muhaqalah berlaku pada tanam-tanaman, menakar tanaman yang masih berdiri dengan biji-bijian.”

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya muzabanah, yaitu menakar ruthab dengan kurma kering atau anggur dengan kismis. Muhaqalah adalah menakar tanaaman yang masih tegak dengan biji-bijian. Muzabanah berlaku pada kurma sedangkan muhaqalah berlaku pada tanaman sawah. Al-Baghawi berkata (VIII/82), “Inilah yang berlaku di kalangan mayoritas ahli ilmu bahwa praktek muzabanah dan muhaqalah adalah bathil.” 
  2. Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VIII/79), “Sabda Nabi, ‘Apakah ruthab akan berkurang bila mengering?’ Pertanyaan ini bermakna penegasan untuk menjelaskan kepada mereka ‘illat hukumnya. Pertanyaan tersebut bukan semata-mata untuk bertanya karena berkurangnya kurma basah apabila mengering merupakan sesuatu yang sudah dimaklumi oleh siapa saja yang berakal.

    Hadits ini merupakan dasar larangan menakar bahan-bahan makanan yang sejenis, salah satu masih dan yang lain sudah kering. Misalnya menakar ruthab (kurma basah) dengan kurma kering atau menakar anggur dengan kismis atau menakar daging basah dengan dendeng (daging kering). Ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu.” 

  3. Dikecualikan dari praktek muzabanah ini adalah praktek ‘araya. Dalam sebuah riwayat yang shahih dari sejumlah Sahabat ra disebutkan bahwa Rasulullah saw membolehkan praktek ‘araya. Gambaran ‘araya adalah sebagai berikut: Pemilik kurma memberikan buah kurma segar kepada orang-orang yang tidak memiliki pohon kurma. Sebagaimana halnya pemilik kambing atau unta memberikan daging segar kemudian ia merasa terganggu. Lalu syari’at membolehkan membelinya (menakarnya) dengan kurma kering.

    Akan tetapi praktek ‘araya tidak boleh lebih dari lima wasaq berdasarkan hadits Abu Hurairah ra, “Bahwasanya Rasulullah saw membolehkan praktek ‘araya di bawah lima wasaq atau (pas) lima wasaq,” (HR Bukhari [2190] dan Muslim [1541]).

    Catatan: Satu wasaq sama dengan enam puluh sha’.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/258-261