Melihat Allah, Bag. 5 (Pendapat Generasi Tabi’in)

Adapun generasi tabi’in, tokoh islam dan orang-orang beriman dari kalangan pakar hadits dan fiqh, tafsir, dan tasawuf, maka pendapat mereka sangat banyak dan hanya Allah ‘Azza wa Jalla yang mengetahuinya. Di antaranya;

Sa’id bin Musayyib

Beliau berkata, “Ziyadah (tambahan) adalah melihat Wajah Allah.” (Riwayat Malik dari Yahya, dari Sa’id bin Musayyib)

Hasan al-Bashri

Beliau berkata, “Tambahan (ziyadah) adalah melihat wajah Allah.” (Riwayat Ibnu Abu Hatim dari Hasan al-Bashri sendiri).

Hasan al-Bashri juga berkata, “Jika seandainya orang-orang yang ahli ibadah di dunia tahu bahwa mereka tidak dapat melihat Tuhan mereka di akhirat kelak, maka jiwa mereka meleleh di dunia.”

Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz pernah berkirim surat kepada salah seorang gubernurnya, “Amma ba’du. Sesungguhnya aku wasiatkan kepadamu agar engkau bertakwa kepada Allah, senantiasa taat kepada-Nya, berpegang teguh kepada perintah-Nya, mengikat janji terhadap agama-Nya, yang dibebankan kepada Anda dan terhadap kitab-Nya yang anda diperintahkan untuk menjaganya. Dengan takwa kepada Allah, para wali-wali Allah selamat dari murka-Nya. Dengannya pula mereka bisa menemani para nabi-nabi-Nya. Dengannya, wajah mereka berseri-seri dan bisa melihat Penciptanya. Takwa kepada Allah adalah pelindung dari fitnah di dunia dan dari malapetaka pada Hari Kiamat kelak.

Al-A’masy dan Sa’id bin Jubair

Al-A’masy dan Sa’id bin Jubair berkata, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling mulia, pastilah orang yang bisa melihat Allah setiap pagi dan petang.”

Ka’ab

Beliau berkata, “Setiap kali Allah melihat surga, ia berfirman, ‘Berbuat baiklah engkau kepada penghunimu!’ Maka surga melipatgandakan kebaikannya daripada sebelumnya hingga penguninya datang kepadanya. Setiap hari raya mereka di dunia telah tiba, maka mereka keluar pada hari tersebut ke taman-taman surga kemudian Tuhan menampakkan Diri kepada mereka lalu mereka melihat kepada-Nya dan angin miski berhembus kepada mereka. Mereka tidak meminta sesuatu pun kepada Allah melainkan Allah mengabulkan permintaannya hingga mereka pulang kembali kepada istri-istrinya dan istri-istrinya juga seperti itu.”

Thawus

Thawus berkata, “Orang-orang yang suka berdebat selalu berdebat hingga mereka menghindari rukyah (melihat) Allah dan mereka berseberangan dengan Ahlus-Sunnah.”

Abdullah bin Mubarak

Ali bin al-Madini berkata, “Saya pernah bertanya kepada Abdullah bin Mubarak tentang firman Allah ta’alaa,

Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa.’ Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhan-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.” (Al-Kahfi: 110)

Abdullah menjawab, “Maksudnya bahwa, barangsiapa ingin melihat Wajah Allah yang menciptakannya, maka hendaklah mengerjakan amal shalih dan jangan memberitahukannya kepada siapa pun.”

Na’im bin Hammad berkata, “Saya pernah mendengar Abdullah bin Mubarak berkata, ‘Allah ‘Azza wa Jalla tidak menampakkan Diri kepada seseorang melainkan untuk menyiksanya.’ Kemudian ia membaca ayat,
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka). ‘Inilah adzab yang dahulu selalu kalian dustakan.’” (Al-Muthaffiffin: 15-17)

Maksudnya bahwa, mereka mendustakan melihat Allah.” Hal ini dikatakan Ibnu Abu Dunya dari Ya’qub dari Ishaq dari Abu Nu’aim.

Abu Nu’aim

Uqbah bin Qabishah berkata, bahwa pada suatu hari kita pernah mendatangi Abu Nu’aim lalu ia turun dari tingkat rumahnya menuju ke tempat kami dan duduk di tengah-tengahnya sepertinya ia marah. Ia berkata, “Telah berkata kepada kami Sufyan bin Sa’id, Mundzir ats-Tsauri dan Zuhair bin Muawiyah yang berkata, bahwa telah berkata kepada kami Syuraik bin Abdullah Nakh’i. Mereka adalah anak-anak kaum Muhajirin yang mendapatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Allah bisa dilihat di akhirat hingga kemudian datanglah Ibnu Yahudi Shabbagh yang mengklaim bahwa Allah tidak bisa dilihat.” Ibnu Yahudi Shabbagh tersebut tidak lain adalah Bisyr al-Marisi.

Ancaman Bagi Pihak yang Mengingkari Rukyah (Melihat Allah)

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya hadits Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu yang berkata, bahwa “Para sahabat bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, apakah kami bisa melihat Tuhan kami pada Hari Kiamat nanti?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

Apakah kalian mengalami kesulitan melihat matahari di siang hari yang tidak ada mendung sama sekali?” Para sahabat menjawab, “Tidak.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah kalian mengalami kesulitan melihat bulan pada saat purnama dan langit tidak mendung?” Para sahabat menjawab, “Tidak.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang Muhammad berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya kalian tidak mengalami kesulitan untuk melihat Tuhan kalian sebagaimana kalian tidak mengalami kesulitan untuk melihat salah satu di antara matahari dan bulan. Allah bertemu dengan seorang hamba lalu berkata, ‘Wahai hamba-Ku, bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikanmu sebagai pemimpin, menikahkanmu, menundukkan untukmu kuda dan unta dan membiarkannya tinggi?’ Hamba tersebut menjawab, ‘Ya, benar Tuhan-ku!’ Allah berkata, ‘Apa engkau pernah mengira bahwa engkau akan bertemu dengan-Ku?’ Hamba itu menjawab, ‘Tidak pernah.’ Allah berkata, ‘Sesungguhnya Aku lupa kepadamu sebagaimana engkau lupa kepada-Ku.’ Lalu Allah bertemu dengan hamba tersebut untuk kedua kalinya dan berkata, ‘Wahai hamba-Ku, bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikanmu sebagai pemimpin, menikahkanmu, menundukkan untukmu kuda dan unta dan membiarkannya tinggi?’ Hamba itu menjawab, ‘Ya, benar, Tuhan-ku.’ Allah berkata lagi, ‘Apakah engkau pernah mengira bahwa engkau akan bertemu dengan-Ku?’ Hamba tersebut berkata, ‘Tidak pernah.’ Allah berkata, ‘Sesungguhnya Aku lupa kepadamu sebagaimana engkau lupa kepada-Ku.’ Lalu Allah bertemu dengan hamba tersebut untuk ketiga kalinya dan berkata seperti pada pertemuan pertama dan kedua lalu hamba tersebut berkata, ‘Tuhan-ku, aku beriman kepada-Mu, kitab-kitab-Mu, dan para Rasul-Mu. Aku Shalat, puasa, bershadaqah.’ Dan ia mengungkapkan kebaikan-kebaikannya yang mampu ia sebut. Allah berkata, ‘Nah di sinilah!’ Lalu dikatakan kepada orang tersebut, ‘Sekarang, aku kirim saksi atas kamu.’ Orang tersebut berfikir, ‘Siapakah yang akan menjadi saksi atas diriku?’ Lalu mulut orang tersebut terkunci dan dikatakan kepada pahanya, ‘Bicaralah!’ Lantas pahanya, dagingnya dan tulang-tulangnya membeberkan amal perbuatannya. Hal itu agar orang tersebut tidak bisa membela dirinya dan dialah orang munafik dan dialah orang yang dimurkai Allah.’”

Kesimpulannya bahwa orang yang mengingkari ruqyah Allah layak mendapat ancaman tersebut. Dan di antara para pakar Sunnah yang menjadikan hadits tersebut sebagai hujjah adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan yang lainnya. Wallahu a’lam.

Sumber: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. “Hadil Arwaah ila Bilaadil Afraah” atau “Tamasya ke Surga“. Terj. Fadhil Bahri, Lc. Bekasi: Darul Falah. 2015