Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Dihidangkan semangkok roti yang dimasak dengan dagig kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau mengambil lengan kambing yang paling beliau gemari. Beliau menggigit lengan kambing tersebut sambil mengatakan, ‘Aku adalah pemimpin manusia pada Hari Kiamat.’ Lalu beliau menggigit daging untuk kedua kalinya dan berkata, ‘Aku adalah pemimpin manusia pada Hari Kiamat.’ Beliau berkata, ‘Kenapa kalian tidak bertanya, ‘Bagaimana hal tersebut terjadi?’’ para sahabat berkata, ‘Bagaimana hal tersebut terjadi wahai Rasulullah?’ Di akhir hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Aku datang di bawah Arsy dan sujud kepada Tuhan-ku. Tuhan semesta alam menempatkanku di tempat yang belum pernah ditempati oleh siapa pun sebelumku dan tempat tersebut tidak ditempati siapa pun sesudahku. Aku berkata kepada Tuhan-ku, ‘Ya Rabb-ku, umatku dan umatku.’ Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, masukkan umatmu yang tidak dihisab lewat pintu sebelah kanan! Mereka bebas masuk pintu-pintu lainnya.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Demi Muhammad yang jiwanya ada di Tangan-Nya, jarak antara dua daun pintu adalah seperti Mekkah dan Hajar atau Hajar dan Mekkah.’” (Riwayat al-Bukhari, Ahmad, dan Abu Uwanah).
Dalam redaksi lain,
“Antara Mekkah dan Hajar, atau antara Mekkah dan Bushra.” (Riwayat ini disepakati keshahihannya oleh pakar hadits)
Dalam riwayat selain Shahih Bukhari dengan menggunakan redaksi bahasa,
“Sesungguhnya antara dua langan pintu surga adalah seperti jarak Mekkah dan Hajar.”
Khalid bin Umari al-Adwi berkata, “Utbah bin Ghazwan pernah berkhutbah di depan kami. Ia memuji Allah lalu berkata, ‘Setelah itu, sesungguhnya dunia tidak lama lagi menghembuskan nafas terakhirnya dan pergi. Tidak ada yang tersisa kecuali sisa air yang ada dalam bejana yang dituangkan ke dalam gelas oleh pemiliknya. Sesungguhnya kalian akan pindah daripadanya menuju tempat yang abadi, maka pindahlah dengan cara yang baik. Sungguh telah diberitahukan kepada kita bahwa jarak antara daun pintu surga satu dengan pintu lainnya adalah sejauh perjalanan empat puluh tahun dan pasti datang kepadanya suatu hari di mana ia dalam keadaan penuh sesak.’”
Hadits yang kedua adalah mauquf sedang yang pertama adalah marfu’. Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan jarak tersebut, maka itu bisa jadi pintu yang paling besar. Namun jika yang menyebutkannya bukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia tidak boleh dimenangkan dari hadits Abu Hurairah di atas.
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dalam Musnad-nya, dari Hamad bin Salamah yang berkata, saya pernah mendengar al-Jariri yang belajar hadits kepada Hakim bin Muawiyah dari ayahnya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Kalian adalah penyempurna tujuh puluh umat. Kalian adalah umat yang terbaik dan termulia di sisi Allah. Jarak di antara dua daun pintu surga adalah empat puluh tahun. Pada suatu hari, ia penuh sesak.”
Ibnu Abu Dawud meriwayatkan hadits tersebut yang berkata bahwa telah berkata kepada kami Ishaq bin Syahin yang berkata bahwa telah berkata kepada kami Khalid dari al-Jariri dari Hakin bin Muawiyah dari ayahnya dan memarfu’kan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jarak dua daun pintu surga di antara daun pintu surga adalah tujuh puluh tahun.”
Dalam Musnad Abd bin Hamid berkata bahwa telah berkata kepada kami Hasan bin Musa yang berkata bahwa telah berkata kepada kami Ibnu Luhia’ah yang berkata bahwa telah berkata kepada kami Diraj Abu Samah dari Abul Haitsam dari Abu Sa’id al-Khudri Radliyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallalalhu ‘alaihi wa sallam yang bersabda,
“Sesungguhnya jarak antara dua daun pintu surga adalah empat puluh tahun.”
Hadits Abu Hurairah lebih shahih dan hadits terakhir ini lemah. Wallahu a’lam.
Abu Syaikh meriwayatkan bahwa telah berkata kepada kami Ja’far bin Ahmad bin Faris yang berkata bahwa telah berkata kepada kami Ya’qub bin Hamid yang berkata telah berkata kepada kamu Mu’an yang berkata bahwa telah berkata kepada kami Khalid bin Abu Bakr dari Salim bin Abdullah dari ayahnya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pintu yang dimasuki oleh penghuni surga jaraknya adalah sejauh perjalanan pengembara dunia yang ahli tiga kali lipat. Kemudian penghuni surga memenuhinya hingga pundak mereka nyari retak.” (Riwayat Abu Nu’aim)
Hadits di atas selaras dengan hadits yang muttafaq ‘alaih,
“Sesungguhnya jarak antara dua pintu surga adalah seperti jarak antara Makkah dan Bushra.”
Pengembara dunia ahli adalah yang jalannya cepat, mengarungi perjalan siang dan malam tanpa kenal lelah. Ia menempuh perjalanan sejauh itu atau perjalanan yang lebih dekat.
Adapun hadits riwayat Hakim bin Muawiyah, maka perawinya dipermasalahkan. Hammad bin Salamah menyebutkan dari al-Jariri bahwa jarak antara dua daun pintu surga kira-kira perjalanan empat puluh tahun, sedang Khalid menyebutkan dari al-Jariri juga bahwa jarak antara dua daun pintu surga kurang lebih perjalanan tujuh puluh tahun. Hadits Abu Sa’id yang dimarfu’kan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dari jalur Diraj dari Abu Haitsam kira-kira sejauh perjalanan empat puluh tahun. Imam Ahmad berkata, “Seluruh hadits Diraj adalah hadits munkar.” Abu Hatim ar-Razi berkata, “Diraj adalah orang lemah.” Nasa’i berkata, “Ia tidak kuat.”
Keimpulannya bahwa hadits yang shahih, marfu’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sempurna bebas dari cacat adalah hadits riwayat Abu Hurairah yang keshahihannya disepakati pakar hadits. Hadits Hakim bin Muawiyah sama sekali tidak menunjukkan adanya marfu’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Besar kemungkinan hadits tersebut mauquf seperti hadits Utbah bin Ghazwan.
Sumber: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. “Hadil Arwaah ila Bilaadil Afraah” atau “Tamasya ke Surga“. Terj. Fadhil Bahri, Lc. Bekasi: Darul Falah. 2015.