83. Al-Haq (Yang Maha Benar)
Allah adalah Yang Maha Benar pada Dzat dan sifat-Nya. Dia yang wajib (harus) ada, sempurna segala sifat, sementara keberadaan-Nya adalah keharusan bagi Dzat-Nya.
Tiada sesuatu pun di dunia ini kecuali karena keberadaan-Nya. Dia Yang senantaisa disifati dengan kebesaran dan kesempurnaan. Dia senantiasa dikenal dengan kebaikan-Nya.
Maka perkataan-Nya, perbuatan-Nya, bertemu dengan-Nya adalah kebenaran. Rasul-Rasul-Nya adalah haq, semua Kitab-Nya dan agama-Nya adalah yang haq; penyembahan kepada-Nya Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya adalah haq dan segala sesuatu yang dinisbatkan kepada-Nya, maka hanya Dia-lah Yang haq.
“(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (Rabb) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Al-Hajj: 62)
“Dan katakanlah, ‘Kebenaran itu datannya dari Rabb-mu, maka barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir…’” (Al-Kahfi: 29)
“Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah Rabb-mu yang sebenarnya, maka tidak ada sebuah kebenaran itu, melainkan kesesatan…” (Yunus: 32)
“Dan katakanlah, ‘Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap.’ Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap…” (Al-Israa’: 81)
“Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah lah Yang benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).” (An-Nuur: 25)
Sifat-sifat-Nya Yang Agung dan perbuatan-Nya adalah haq, ibadah kepada-Nya dan janji-Nya adalah haq, ancaman dan hisab-Nya (perhitungan amal) adalah merupakan keadilan yang tiada kezhaliman padanya.
84. Al-Jamiil (Yang Maha Indah)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesunggunya Allah Maha Indah, menyukai segala keindahan.”
Dia Yang Maha Indah baik Dzat, asma’, sifat, maupun segala perbuatan-Nya. Tidak ada seorang pun di antara makhluk yang bisa mengungkapkan walau sebagian dari keindahan Dzat-Nya. Sampai-sampai penduduk surga dan segala kenikmatan yang selalu tetap, kelezatan, kebahagiaan, dan kesenangan yang tidak bisa dibayangkan, apabila mereka telah melihat Rabb mereka dan menikmati keindahan-Nya, mereka lupa dengan segala kenikmatan yang mereka rasakan saat itu dan mereka ingin agar keadaan seperti itu terus berlangsung dan keindahan nur-Nya akan menambah keindahan mereka. Hati mereka terus menerus berada dalam kerinduan untuk melihat Rabb mereka. Mereka bergembira dengan hari mazid (tambahan) dengan suatu kegembiraan yang menjadikan mereka berbunga-bunga.
Demikian itulah, Dia Yang Maha Indah pada asma’-Nya karena semua nama-Nya adalah Indah, bahkan merupakan nama yang terbaik dan terindah secara mutlak.
Allah ta’alaa berfirman,
“Hanya milik Allah Asmaa’ul Husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa’ul Husna itu…” (Al-A’raaf: 180)
“…Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam: 65)
“… Sesungguhnya Rabb-ku di atas jalan yang lurus.” (Huud: 56)
Maka kesempurnaan-Nya tidak ada seorang pun yang mampu menghitungnya, yang merupakan kesempurnaan perbuatan-Nya. Hukum-Nya adalah yang terbaik, ciptaan-Nya juga adalah yang terbaik, dan betapa kokohnya hasil ciptaan-Nya.
“… (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu.” (An-Naml: 88)
Alangkah indahnya hasil ciptaan Allah,
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya…” (As-Sajdah: 7)
“… Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (Al-Maaidah: 50)
Seluruh alam meliputi berbagai macam keindahan, dan keindahannya berasal dari Allah. Dialah yang memberi pakaian keindahan kepadanya dan memberikannya kecantikan. Allah lebih utama daripadanya (alam dan seisinya). Sebab, yang memberikan keindahan lebih berhak terhadap keindahan tersebut. Semua keindahan yang ada di dunia maupun di akhirat yang tampak maupun yang tersembunyi, terlebih lagi keindahan yang tiada tara yang diberikan Allah kepada para penghuni surga, baik laki-laki maupun perempuan, jikalau nampak di dunia satu telapak tangan dari bidadari, niscaya reduplah cahaya matahari sebagaimana matahari meredupkan cahaya bintang. Bukankah yang menghiasi mereka dengan keindahan tersebut dan memberikan nikmat keindahan dan kesempurnaan lebih berhak daripada mereka? Ini merupakan dalil akal yang nyata, logika yang diterima atas masalah yang besar ini. Allah ta’alaa berfirman,
“… Dan Allah mempunyai sifat Yang Maha Tinggi.” (An-Nahl: 60)
Segala kesempurnaan yang terdapat pada sekalian makhluk pasti ada kekurangannya. Sesungguhnya yang memberikannya, yaitu Allah, lebih pantas daripada yang diberi. Tidak bisa dibandingkan antara Dia dan mereka, sebagaimana tidak bisa dibandingkan bagi dzat mereka kepada Dzat-Nya dan sifat mereka kepada sifat-Nya. Yang memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, kehidupan, ilmu, kemampuan, dan keindahan lebih pantas mendapatkan semua itu daripada mereka. Bagaimana seseorang mampu mengungkapkan keindahan-Nya, padahal orang yang paling mengetahui tentang Dzat-Nya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Saya tidak bisa memperkirakan pujian kepada-Mu. Engkau sebagaimana Engkau memuji diri-Mu.”
Dalam hadits lain beliau juga bersabda,
“Hijab-ya adalah cahaya. Jika Dia membukanya, niscaya cahaya dan kebesaran0Nya akan membakar seluruh makhluk yang terjangkau oleh pandangan-Nya.”
Maha Suci Allah dari apa yang dikatakan orang-orang zhalim yang menolak kesempurnaan-Nya. Cukuplah kerugian dan kemurkaan yang mereka dapatkan bahwasanya tidak mungkin mereka mendapatkan ma’rifat kepada Allah dan berbahagian dengan mencintai-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada seorang pun yang lebih sabar terhadap gangguan yang didengarnya daripada Allah. Mereka (orang-orang kafir) menjadikan bagi-Nya anak, padahal Dia memberikan kepada mereka kesehatan dan rizki.”
Beliau bersabda pula dalam hadits yang shahih bahwasanya Allah berfirman, “Manusia mendustakan Aku dan tidak benar yang demikian itu. Manusia mencela Aku dan tidak benar yang demikian itu. Mereka mendustakan-Ku dengan mengatakan, ‘Dia (Allah) tidak akan mengembalikan saya sebagaimana Dia sebelumnya menciptakan saya.’ Padahal, menciptakan makhluk pertama kali tidak lebih mudah bagi-Ku daripada mengembalikannya. Adapun celaannya terhadap-Ku, yaitu dengan perkataannya bahwa Aku memiliki anak, padahal Aku adalah Yang Maha Esa, Satu, Tunggal, Tempat bergantung (semua makhluk), Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada yang setara dengan-Ku.”
Allah yang mencurahkan segala rizki kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat taat dan maksiat. Orang-orang yang durhaka selalu memusuhi dan mendustakan-Nya; mendustakan para Rasul dan selalu berusaha memadamkan agama-Nya. Allah bersifat Haliim (Maha Penyantun) terhadap segala perkataan dan perbuatan mereka. Mereka terus menerus berbuat maksiat dan Dia selalu memberikan nikmat-Nya kepada mereka. Kesabaran-Nya merupakan kesabaran yang sempurna karena bahwasanya hal itu termasuk kesempurnaan kehendak-Nya dan kesempurnaan kekayaan-Nya dari segala makhluk, serta kesempurnaan rahmat dan kebaikan. Maha Suci Rabb Yang Maha Penyayang, yang tiada sesuatu serupa dengan-Nya, Yang mencintai orang-orang yang sabar dan menolong mereka dalam setiap urusan mereka.
Sumber: DR. Sa’id Ali bin Wahf al-Qahthani. Syarah Asma’ul Husna”. Terj. Abu Fatimah Muhammad Iqbal Ahmad Ghazali. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i. 2005.