Ayat 88, yaitu firman Allah ta’ala,
“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah ? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.” (an-Nisaa’: 88)
Sebab Turunnya Ayat
Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa saat Rasulullah saw. pergi ke Uhud untuk berperang, beberapa orang yang ada dalam rombongannya kembali ke Madinah. Para shahabat Nabi saw. yang menyaksikan hal itu terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mengatakan, ‘”Kita bunuh saja mereka yang kembali itu.” Sedangkan satu kelompok lagi berkata, “Tidak, kita tidak akan membunuh mereka.” Maka turun firman-Nya, “Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik,…” hingga akhir ayat. (86)
Sa’id bin Manshur dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw. berpidato dan bersabda, ‘Siapakah yang membelaku dari orang yang menyakitiku dan mengumpulkan di rumahnya orang yang menyakitiku? Sa’ad bin Mu’adz menyahut, ‘Jika dia dari Aus, kami segera membunuhnya. Jika dia dari saudara-saudara kami dari Khazraj, maka perintahkanlah kepada kami apa yang harus kami lakukan, dan kami akan menunaikannya.’ Lalu Sa’ad bin Ubadah bangkit dan berkata, ‘Wahai Ibnu Ubadah, kau benar-benar seorang munafik dan kau mencintai orang-orang munafik.’ Lalu Muhammad bin Maslamah pun berdiri dan berkata, “Diamlah kalian. Di antara kita ada Rasulullah saw.. Dia yang akan menyampaikan perintahnya kepada kita dan kita melaksanakannya.’ Lalu turunlah firman Allah, ““Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik…,” hingga akhir ayat.
Ahmad meriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf bahwa beberapa orang Arab mendatangi Nabi saw. di Madinah. Lalu mereka masuk Islam. Lalu mereka terjangkit waba’ dan demam Madinah. Lalu mereka pun pergi meninggalkan Madinah dan ketika di jalan bertemu dengan beberapa orang sahabat. Para shahabat itu bertanya, “Mengapa kalian kembali?” Mereka menjawab, “Kami terjangkit waba’ Madinah.” Para sahabat itu berkata lagi, “Bukankah kalian mempunyai teladan yang baik pada Rasulullah?” Sebagian dari para sahabat itu mengatakan, “Orang-orang Arab ini adalah orang-orang munafik.” Lalu turunlah firman Allah, “”Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik…,” hinga akhir ayat. (87)
Di dalam sanad riwayat ini terjadi tadliis dan keterputusan.
Ayat 90, yaitu firman Allah ta’ala,
“kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya . Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.” (an-Nisaa’: 90)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Hasan al-Bashri bahwa Suraqah bin Malik al-Mudliji memberi tahu mereka, “Ketika Nabi saw. memenangkan peperangan Badar dan Uhud dan orang-orang di sekitar mereka masuk Islam.” Suraqah juga berkata, “Saya lalu mendengar Muhammad akan mengirim Khalid bin Walid kepada kaumku, sedangkan saya ingin engkau berdamai dengan mereka. Jika kaummu berdamai, mereka pun akan berdamai dan akan masuk Islam. Dan jika mereka tidak masuk Islam, maka menangnya kaummu terhadap mereka bukan hal yang baik.’ Lalu Rasulullah saw. memegang tangan Khalid bin Walid dan berkata kepadanya, ‘Pergilah bersamanya, lalu lakukan apa yang diinginkannya.’ Kemudian Khalid mengaak mereka berdamai dengan syarat mereka tidak membantu orang-orang yang memusuhi Rasulullah saw.. Dan jika orang-orang Quraisy berdamai, mereka juga harus berdamai bersama orang-orang Quraisy tersebut. Dan Allah menurunkan firman-Nya, “kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai)…,” Lalu orang yang minta perlindungan kepada mereka ikut dengan perjanjian mereka tersebut.”
Dikemukakan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata, “Firman Allah, “kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai)…,” turun pada Hilal bin Uwaimir al-Aslami dan Suraqah bin Malik ad-Mudliji, juga pada Bani Judzaimah bin Amir bin Abdi Manaf.”
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Mujahid bahwa ayat ini turun pada Hilal bin Uwaimir al-Aslami. Ketika itu antara dia dan orang-orang muslim ada perjanjian. Lalu beberapa kaumnya mengajaknya untuk berperang, namun dia tidak ingin memerangi orang-orang muslim juga tidak ingin memerangi kaumnya sendiri.
Ayat 92, yaitu firman Allah ta’ala,
“Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja) , dan barangsiapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah . Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya , maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (an-Nisaa’: 92)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ikrimah berkata, “Al-Harits bin Yazid dari Bani Amir bin Lu’ay pernah menyiksa Ayyasy bin Abi Rabi’ah bersama Abu Jahl. Kemudian al-Harits masuk Islam dan hijrah ke Madinah. Ketika di Hirrah, dia bertemu dengan Ayyasy yang mengira dia masih musyrik. Maka Ayyasy pun membunuhnya. Kemudian Ayyasy mendatangi Nabi saw. dan memberi tahu beliau tentang hal itu. Lalu turun firman Allah, “Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…,” hingga akhir ayat.”
Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits yang serupa dari Mujahid dan as-Suddi.
Ibnu Ishaq, Abu Ya’la, al-Harits bin Abi Usamah, dan Abu Muslim al-Kiji meriwayatkan hadits yang serupa dari al-Qasim bin Muhammad.
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan hadits yang serupa dari jalur Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas.
Ayat 93, yaitu firman Allah ta’ala,
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.“ (an-Nisaa’: 93)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur Ibnu Juraij dari Ikrimah bahwa seorang lelaki dari Anshar membunuh saudara laki-laki Maqis bin Shababah. Lalu Nabi saw. memberi diyat kepada Maqis dan dia pun menerimanya. Namun kemudian dia menyerang si pembunuh saudaranya hingga mati. Maka Nabi saw. bersabda,
“Saya tidak menjadi penjamin keamanannya baik di wilayah umum atau pun di tanah Haram.“
Kemudian Maqis bin Shababah terbunuh pada Yaumul Fath.
Ibnul Juraij berkata, “Padanya turun firman Allah, “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja,…'”
Ayat 94, yaitu firman Allah ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu : “Kamu bukan seorang mu’min” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu , lalu Allah menganugerahkan ni’mat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (an-Nisaa’: 94)
Sebab Turunnya Ayat
Al-Bukhari, at-Tirmidzi, al-Hakim dan yang lainnya meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Seorang lelaki dari Bani Sulaim yang sedang menggiring ternaknya berpapasan dengan beberapa shahabat Nabi saw.. Lalu dia mengucapkan salam kepada mereka. Para shahabat berkata, “Dia mengucapkan salam kepada kita hanya untuk melindungi dirinya dari kita.” Lalu mereka pun menyergap lelaki itu dan membunuhnya. Kemudian mereka membawa kawanan kambingnya menemui Nabi saw.. Lalu turunlah firman Allah, ““Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah,…” hingga akhir ayat. (88)
Al-Bazzar meriwayatkan dari jalur lain bahwa Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw. mengirim pasukan yang di dalamnya terdapat al-Miqdad. Ketika sampai di tempat musuh, mereka mendapati para musuh tersebut telah meninggalkan daerah mereka. Hanya tersisa seorang lelaki yang mempunyai banyak harta. Ketika melihat pasukan muslim, lelaki itu mengucapkan Laa ilaaha illallaah. Namun, al-Miqdad tetap membunuhnya. Ketika kembali ke Madinah, Nabi saw. berkata kepada al-Miqdad, ‘Bagaimana kelak engkau menghadapi Laailaaha illallaah?” Dan Allah menurunkan ayat ini.”
Ahmad, ath-Thabrani, dan yang lainnya meriwayatkan bahwa Abdullah bin Abi Hadrad al-Aslami berkata, “”Rasulullah saw. mengutus kami bersama serombongan orang-orang muslim yang di dalamnya terdapat Qatadah dan Muhallim bin Jatstsamah. Lalu kami berpapasan dengan Amir ibnul Adhbath al-Asyja’i. Kemudian dia mengucapkan salam kepada kami. Namun, Muhallim menyerangnya dan akhirnya membunuhnya. Ketika kami sampai di Madinah, kami memberi tahu beliau tentang peristiwa itu. Lalu turun pada kami firman Allah, ‘“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah,…‘ hingga akhir ayat.” (89)
Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits yang serupa dari Ibnu Umar.
Ats-Tsa’labi meriwayatkan dari jalur al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas bahwa nama orang yang terbunuh adalah Mirdas bin Nahik yang berasal dari Fadak. Dan nama pembunuhnya adalah Usamah bin Zaid. Adapun nama ketua rombongan pasukan adalah Ghalib bin Fadhalah al-Laitsi. Kisahnya adalah ketika kaum Mirdas kalah dalam peperangan dan hanya dia yang tersisa. Dia bersembunyi dengan kambing-kambingnya di sebuah gunung. Ketika orang-orang muslim berhasil menemukannya, dia pun berkata, “Laa ilaaha illallaah, muhammadurrasuulullaah,” (Tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah). Assalaamualaikum.” Lalu Usamah membunuhnya. Ketika mereka kembali ke Madinah, turun firman Allah di atas.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur as-Suddi dan Abd meriwayatkan dari jalur Qatadah isi hadits yang serupa.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Ibnu Lahi’ah dari Abiz bin Zubair bahwa Jabir berkata, “Firman Allah, ‘…dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu,…” turun pada Mirdas.” Riwayat ini adalah penguat yang bagus.
Ibnu Mandah meriwayatkan bahwa Juz’u bin Hadrajan berkata, “Saudara Miqdad datang dari Yaman menuju Madinah untuk menemui Nabi saw.. Ketika di perjalanan dia bertemu dengan pasukan yang dikirim Nabi saw.. Saudara Miqdad berkata kepada mereka, ‘Saya adalah orang mukmin.’ Namun mereka tidak mempercayai pengakuannya dan membunuhnya. Kemudian berita tentang hal itu sampai kepadaku. Saya pun menghadap Nabi saw.. Lalu turun firman Allah, ‘“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah,…’ hingga akhir ayat. Lalu Nabi saw. memberikan kepadaku diyat untuk saudaraku yang terbunuh.”
85. HR. Muslim dalam Kitabuth Thalaaq, No. 2704.
86. HR. Bukhari dalam Kitabul Hajj, No. 1884 dan HR. Muslim dalam Kitabul Munaafiqiin, No. 2776.
87. HR. Ahmad dalam al-Musnad (15/192).
88. HR. Bukhari dalam Kitabut Tafsir, No. 4591 dan HR. Tirmidzi dalam Kitabut Tafsir, NO. 3030 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, No. 2872.
89. HR. Ahmad dalam al-Musnad (611) dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir, No. 12212.
Sumber: Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 181-189.