JAKARTA (an-najah) – Mulai saat ini, pengiriman dana bantuan kemanusiaan ke Gaza, Suriah atau Rohingya bisa saja dianggap sebagai pendanaan terorisme. “Ketika PBB mengatakan Hamas itu teroris!” ungkap Yahya Abdurrahman mengungkap kemungkinan buruk dari UU Pendanaan Terorisme yang baru saja disahkan DPR, pada Selasa (12/2) kemarin.
Jika menilik draft awal—dan tidak berubah ketika disahkan—, lanjut Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia tersebut, memang pasalnya memberi peluang untuk itu. “Karena dalam pasal 1 batasan Transaksi Keuangan Terkait Pendanaan Terorisme masih bias bahkan bisa dipengaruhi atau malah didekte oleh asing!” tegasnya sebagaimana dilansir dari mediaumat.
Kuncinya ada pada istilah “patut diduga”, “terorisme” dan “publikasi pemerintah atau organisasi internasional” seperti dalam pasal 1 ayat 7.
Transaksi Keuangan Terkait Pendanaan Terorisme adalah: a. Transaksi yang patut diduga menggunakan dana yang terkait atau berhubungan dengan atau akan digunakan untuk tindak pidana terorisme. b. transaksi yang melibatkan Setiap orang yang berdasarkan publikasi pemerintah atau organisasi internasional dikategorikan sebagai teroris atau organisasi teroris.
Menurutnya, definisi “terorisme” sampai saat ini masih bias. Apalagi “pemerintah” yang dimaksud dalam hal itu bisa saja juga mencakup pemerintah negara lain. Sementara “organisasi internasional” disitu juga tidak ada batasan organisasi seperti apa.
Disamping itu organisasi internasional termasuk PBB selama ini lebih menjadi alat negara-negara barat demi kepentingan mereka, termasuk untuk menyasar Islam dan para pejuangnya.
“Jika ini digunakan, bisa jadi donasi ke Palestina dan kepada kaum Muslimin yang sedang menderita dan berjuang menumbangkan rezim diktator seperti di Suriah misalnya, bisa dikategori tindak pidana pendanaan terorisme bila PBB atau Amerika mengatakan Hamas atau kaum Muslimin Suriah sebagai kelompok teroris,” pungkasnya.