Ketika seorang istri hamil, itu merupakan kebahagiaan yang luar biasa bagi pasangan suami istri bersangkutan. Bahkan nabi Ibrahim alaihissalam diberi ucapan selamat atas sebuah kabar gembira, bahwa ia akan dikaruniai keturunan.
وَلَقَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُنَآ اِبْرٰهِيْمَ بِالْبُشْرٰى قَالُوْا سَلٰمًا ۖقَالَ سَلٰمٌ فَمَا لَبِثَ اَنْ جَاۤءَ بِعِجْلٍ حَنِيْذٍ
“Sungguh, utusan Kami (malaikat) benar-benar telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka mengucapkan, “Selamat.” Dia (Ibrahim) menjawab, “Selamat.” Tidak lama kemudian, Ibrahim datang dengan membawa (suguhan) daging anak sapi yang dipanggang.” (Hud: 69)
Begitu pula yang terjadi dengan nabi Zakaria alaihissalam
يٰزَكَرِيَّآ اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلٰمِ ِۨاسْمُه يَحْيٰىۙ لَمْ نَجْعَلْ لَّه مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
“(Allah berfirman,) “Wahai Zakaria, Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki yang bernama Yahya yang nama itu tidak pernah Kami berikan sebelumnya.” (Maryam: 7)
Kita diajarkan mengucapkan selamat bagi orang tua yang dikaruniai anak. Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, dari Al-Haitsam bin Jammar, ada seseorang yang bertanya kepada Hasan Al-Bashri, “Bolehkah menggunakan ucapan orang Persia untuk doa ketika kelahiran anak?”
Jawab Hasan, “Mengapa kau gunakan ucapan orang Persia. Bisa jadi doanya, ‘Jadilah sapi atau Himar’. Tapi ucapkanlah:
بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ لَكَ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ
“Semoga keberkahan kepada kamu pada apa yang dianugerahkan kepadamu, dan engkau bersyukur kepada Zat yang memberi, dan semoga dia dewasa dan engkau dianugerahkan kebaktiannya.” (Al-Adzkar, Imam An-Nawawi, hal.349)
Cara mengadzani anak adalah di telinga kanannya. Dari Rafi’ rahimahullah, beliau berkata:
“Aku melihat Rasulullah mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan bin Ali dengan adzan shalat ketika Fatimah melahirkannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Tujuannya adalah agar si anak dilindungi oleh Allah dari pengaruh buruk setan. Selanjutnya, sunnah Nabi shallahu’alaihi wasallam terkait kelahiran anak adalah men-tahnik anak di bagian atas mulutnya dengan kurma. Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan:
قَالَ وُلِدَ لِي غُلَامٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ وَدَفَعَهُ إِلَيَّ وَكَانَ أَكْبَرَ وَلَدِ أَبِي مُوسَ
“Aku pernah memliki seorang anak yang baru lahir, lalu aku serahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya (mengunyahkan kurma kemudian menyuapkan ke mulut bayi) dengan kurma, setelah itu beliau mendo’akannya dengan keberkahan, lalu beliau mengembalikannya kepadaku.” Dan dia adalah anak sulungnya Abu Musa.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Mencukur rambut anak pada hari ketujuh dan bersedekah dan diaqiqahkan:
احلقي رأسه وتصدقي بوزن شعره من فضة على المساكين
“Cukurlah rambut kepalanya dan bersedakahlah, seberat rambutnya seharga perak kepada orang-orang miskin.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi. Hadits hasan)
كل غلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه يوم السابع ويحلق رأسه ويسمى
“Setiap anak tergadai dengan akikahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dicukur (gundul), dan diberi nama.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Kemudian anak itu dikhitan. Rasulullah shallahu’alaihi wasallam bersabda kepada orang yang baru masuk islam:
ألق عنك شعر الكفر واختتن
“Bersihkan darimu rambut kekafiran itu, dan berkhitanlah.” (HR. Abu Dawud Hasan)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berpendapat bahwa sunnah khitan bagi anak adalah pada hari ketujuh. (Tarbiyatul Aulad fil Islam, Dr. Ahmad Musthofa Mutawalli, hal 52). Wallahu a’lam.
Ringkasan sunnah dan adab menyambut kelahiran anak:
- Memberikan ucapan selamat dan mendoakan keberkahan bagi orang tua yang dikaruniai anak.
- Mengadzani bayi yang baru lahir, yakni di telinga sebelah kanannya
- Mentahnik dan memberikan nama yang bagus untuk si bayi
- Pada hari ketujuh; diaqiqahi dan diberi nama, mencukur rambutnya, bersedekah senilai perak seberat timbangan rambut bayi tersebut, mengkhitannya.
Sumber: From Zero to Hero, Farid Achmad Okbah, Aqwam, Cetakan 1 2021, hal 61-64.