Puasa

ِPasukan ketika diperintah oleh komandannya akan bersikap, ‘siaaap’. Apalagi kita sebagai hamba Allah diperintah oleh Sang Khaliq Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Saat perintah puasa Ramadhan pertama kali tahun 2 hijriah, Rasulullah ﷺ dan para sahabat sedang dalam perang Badar, tapi mereka tetap menjalankan perintah puasa, dan Allah berikan kemenangan kepada mereka. Kita harus siap menjalankankan perintah Allah.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, 2: 183)

Justru dengan ketaatan kita itu, semoga bisa mengangkat derita wabah COVID-19 yang kita hadapi dewasa ini.

Memang nilai puasa Ramadhan bagi kaum muslimin suatu kemuliaan yang luar biasa, karena di situ Allah mendidik orang beriman untuk meningkatkan amal shalih dengan tunduk kepada Allah dan mengalahkan hawa nafsu kita yang tidak jarang menjadi belenggu terbesar. Tapi, balasan Allah itu tanpa batas, sesuai hadits Shahihain, dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ ، فَإِنَّهُ لِي ، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ، يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي . لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan makanan, minuman dan syahwatnya karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan; yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Belum lagi nilai tambah yang lain; interaksi dengan Alqur’an, sedekah, qiyamullail, menuntut ilmu agama, i’tikaf, dakwah, dll.

Bahkan Ibnu Rajab dalam kitab “Bughyatul Insaan fie Wadhaif Ramadhan” mengatakan bahwa Ramadhan itu memiliki 3 keutamaan:

Pertama, dari sisi keutamaan tempat seperti keutamaan Masjidil Haram, Mekkah. Shalat di sana sekali seperti 100.000 kali dibanding di tempat kita. Makanya, kalau Ramadhan ummat berbondong-bondong ke Mekkah. Hanya saja, kondisi COVID-19 diumumkan oleh pihak Saudi, kegiatan di Masjidil Haram dihentikan sementara.

Kedua, keutamaan waktu. Ramadhan adalah waktu mulia, itu luar biasa. Bahkan Nabi ﷺ mengatakan bahwa:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apalagi sepuluh terakhir Ramadhan, nilainya semakin meningkat.

Ketiga, keutamaan amal. Banyak amal-amal yang ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ memiliki keutamaan. Contoh: Membaca surah Al-Ikhlas tiga kali seperti pahala orang yang khatam Alqur’an. Sementara untuk mengkhatamkan Alqur’an itu butuh waktu lama. Paling cepat, 3 hari yang utama. Luar biasa.

Nah, Ramadhan ini kesempatan yang harus kita maksimalkan untuk mengamalkan amal-amal yang bernilai lebih itu. Jadi peluang Ramadhan mengandung tiga kelebihan tadi. Makanya pantas kalau Malaikat Jibril menyampaikan kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa;

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” (HR. Ahmad. Shahih)

Tinggal bagaimana ummat Islam merespon kesempatan Ramadhan yang luar biasa nilainya itu.

Paling tidak ada 4 model:

Pertama, orang muslim yang acuh. Artinya tidak mengindahkan puasa itu, baik tersembunyi maupun terang-terangan tidak berpuasa. Betapa ruginya orang jenis ini, kecuali dia bertaubat.

Kedua, orang muslim yang berpuasa tapi perbuatan dosanya tetap jalan. Sah puasanya, tapi hilang pahalanya. Begitu kata Nabi ﷺ.          

Ketiga, muslim yang berpuasa dan sibuk menangkal dosa, tapi kurang maksimal amalnya.

Keempat, muslim yang puasa sudah mampu menghindari dosa dan sibuk qalbu, lisan dan anggota tubuhnya untuk senantiasa taat kepada Allah. Ini model paling sukses.

Semoga kita bisa mencapai yang terakhir ini. Kesempatan emas, jangan sampai kita sia-siakan, nanti menyesal. Allahumma Amin.