Kalah Jadi Abu Menang Jadi Arang

Allah SWT berfirman:

قَالَتْ اِنَّ الْمُلُوْكَ اِذَا دَخَلُوْا قَرْيَةً اَفْسَدُوْهَا وَجَعَلُوْۤا اَعِزَّةَ اَهْلِهَاۤ اَذِلَّةً   ۚ  وَكَذٰلِكَ يَفْعَلُوْنَ

“Dia (Balqis) berkata, Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian yang akan mereka perbuat.” (QS. An-Naml 27: Ayat 34)

Beberapa pelajaran dari ayat di atas:

1. Firman Allah (قَالَتْ)

Karena pengetahuannya yang luas dan pengalamannya yang begitu banyak, serta banyaknya kejadian-kejadian masa lalu dari   kehidupan raja-raja sebelumnya, Ratu Bilqis menyimpulkan bahwa perang tidak akan membawa kepada kebahagiaan, tetapi justru akan membawa kehancuran suatu bangsa dan kesengsaraan rakyat.

Bangsa yang pada awalnya mulia dan terhormat, karena kalah perang, akan berubah menjadi bangsa yang hina dan terusir dari kampung halaman mereka. Sebaliknya bangsa yang menang peperangan juga akan membuat kerusakan di muka bumi ini, serta berbuat sewenang-wenang kepada pihak yang kalah.

Kadang kala pendapat dari tokoh atau ilmuan non muslim bisa diambil pelajaran darinya jika hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam sebagaimana perkataan Ratu Bilqist di atas. Dalam pepatah Arab dikatakan;

الحكمة ضالة المؤمن فحيث وجدها فهو أحق بها

“Hikmah adalah sesuatu yang hilang dari diri seorang mukmin, dimana saja dia mendapatkan maka ia lebih berhak atasnya”

Dalam hadist Abi Hurairah radhiyallahu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda;

خيارهم في الجاهلية خيارهم في الإسلام إذا فقهوا

“Orang yang baik tabiatnya semasa Jahiliyyah akan menjadi baik pula ketika masuk Islam jika mereka memahami” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Firman Allah ( اِنَّ الْمُلُوْكَ)

Kebanyakan raja dan penguasa merupakan  sumber kerusakan di dunia ini, karena mereka berkuasa hanya demi kepentingan pribadi atau kelompok (abuse of power), sedang Islam mengajarkan pada setiap pemeluknya bahwa kekuasaan adalah amanat yang akan dipertanggungjawabkan. Abdullah bin Mubarak menuturkan;

وَهَلْ أَفْسَدَ الدِّينَ إلاَّ الْمُلُوْكَ وَأَحْبَارُ سُوءٍ وَرُهبَانُهَا

“Bukankah yang merusak agama itu adalah para raja, pendeta, dan ahli ibadah yang suu’ (jahat)?”

3. Firman Allah (اِذَا دَخَلُوْا قَرْيَةً اَفْسَدُوْهَا)

Kebanyakan pemimpin berkeinginan untuk memperluas daerah kekuasaannya dengan menjajah negara lain, mengambil kekayaan negara jajahan, dan mengeksploitasi sumber daya alam, serta menindas penduduknya.

Inilah karakter kapitalisme yang mendominasi dunia hari ini. Dahulu penjajahan dilakukan dengan pengerahan tentara dan perang fisik maka sekarang penjajahan dilakukan melalui penguasaan ekonomi, politik, budaya, pendidikan, dan mass media.

Menurut sistem kapitalis bahwa peperangan dan konflik yang terjadi di suatu negara disetting untuk melemahkan negara tersebut dengan target penguasaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Seperti; perang Irak, Afghanistan, dan konflik Myanmar. Tidak berlebihan jika dikatakan dibalik setiap peperangan dan konflik terdapat kepentingan ekonomi kapitalis.

Sebagian orang Arab menyebut penjajahan dengan istilah Al Isti’mar (الأستعمار), ini merupakan penyesatan opini, karena Al Isti’mar arti sebenarnya adalah memaksumkan sedangkan penjajahan merupakan sumber kerusakan, sebagaimana firman Allah (اَفْسَدُوْهَا), bukan sumber kemakmuran.

Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar disebutkan bahwa ‘Penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan’.

Berbeda dengan Islam ketika menaklukkan sebuah wilayah tidak bertujuan mengeksploitasi sumber daya alamnya tetapi bertujuan mengembangkan potensi daerah tersebut untuk kemaslahatan umat manusia, sehingga di dalam ajaran Islam perluasan wilayah tidak disebut dengan penaklukan, tetapi pembukaan (الفتح). Allah berfirman:

اِذَا جَآءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُ

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,” (QS. An-Nasr 110: 1)

Allah juga berfirman:

اِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًا

“Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata,” (QS. Al-Fath 48: 1)

Artinya penaklukan wilayah bertujuan membuka wawasan, ide, serta kehidupan baru. Pembukaan negara Mesir umpamanya, sebelum dikuasai umat Islam penduduknya berada dalam kesengsaraan, kemiskinan dan kekacauan karena penindasan penguasa Romawi, setelah datangnya Islam penduduknya menjadi bahagia, makmur, dan sejahtera.

4. Firman Allah (جَعَلُوْۤا اَعِزَّةَ اَهْلِهَاۤ اَذِلَّة)

Karakter para penjajah adalah menghinakan penduduk negara jajahan, memperbudak, memenjarakan, menyiksa, memperkosa, dan membunuh mereka. Dalam Islam hal-hal di atas jelas dilarang. Rasulullah bersabda:

اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوا وَلاَ ‏تَغُلُّوا، ‏وَلاَ ‏تَغْدِرُوا، ‏‏وَلاَ ‏تُـمَثِّلوا، ‏وَلاَ تَقْتُلُوا وَلِيدًا، أَوِ امْرَأَةً، وَلا كَبِيرًا فَانِيًا، وَلا مُنْعَزِلاً بِصَوْمَعَةٍ

“Berperanglah dengan menyebut nama Allah dan di jalan Allah. Perangilah mereka yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan kalian berlebihan (dalam membunuh). Jangan kalian lari dari medan perang, jangan kalian memutilasi, jangan membunuh anak-anak, perempuan, orang tua yang sepuh, dan rahib di tempat ibadahnya.” (HR. Muslim)

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abu Bakar berwasiat sebelum memberangkatkan tentara:

وَلا تُغْرِقُنَّ نَخْلاً وَلا تَحْرِقُنَّهَا، وَلا تَعْقِرُوا بَهِيمَةً، وَلا شَجَرَةً تُثْمِرُ، وَلا تَهْدِمُوا بَيْعَةً

“Jangan sekali-kali menebang pohon kurma, jangan pula membakarnya, jangan membunuh hewan-hewan ternak, jangan tebang pohon yang berbuah, janganlah kalian merobohkan bangunan,…” (HR al-Baihaqi).

5. Hidup merdeka dan mandiri tanpa dijajah secara fisik, politik, maupun ekonomi adalah sebuah kemuliaan walaupun tidak kaya. Oleh karenanya Islam datang dengan misi membebaskan manusia dari perbudakan dan penghambaan hanya pada Allah, inilah hakikat kemerdekaan dalam Islam.

Dalam perang Qadisiyyah Rustum bertanya kepada Rib’i bin Amir, “Apa yang membuat kalian (kaum muslimin) datang kemari?” Dengan tegas Rib’i menjawab:

الله ابتعثنا لنخرج من شاء من عبادة العباد إلى عبادة الله، ومن ضِيق الدنيا إلى سعَتَها، ومن جَوْر الأديان إلى عدل الإِسلام

Rib’i menjawab, “Allah telah memerintahkan kami untuk mengeluarkan orang yang Allah kehendaki, dari penyembahan terhadap makhluk menuju penyembahan kepada Allah. Dan untuk mengeluarkan manusia dari sempitnya dunia menuju keluasannya. Untuk mengeluarkan manusia dari kezhaliman agama-agama yang ada menuju keadilan Islam.”

6. Firman Allah ( وَكَذٰلِكَ يَفْعَلُوْنَ)

Inilah sunnatullah dalam kehidupan manusia  secara umum yang menjadi tabiat mereka. Allah SWT berfirman:

اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًا   اِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًا    وَاِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًا

“Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah,”dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir,” (QS. Al-Ma’arij 70: 19 – 21)

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih)

Wallahu A’lam

 

Sumber: Ahmadzain.com